Layaknya sebuah puzzle, setiap hati adalah potongan yang hilang. Langkah kecil melewati kerikil, memaksa berpasangan dengan puzzle yang belum atau bahkan telah bertemu dengan potongannya yang hilang, atau sekedar singgah di sebuah puzzle berharap bahwa pola potongan itu akan pas dengan bentuk yang terlihat ketika bercermin, namun pada nyatanya, tidak. Pusaran waktu akan mengantar pada sebuah temu yang akan menyatukan potongan itu menjadi satu cerita utuh.
Semuanya adalah perjalanan panjang yang semesta siapkan−yang tidak akan pernah ia ingkari. Namun pada akhirnya, berdamai dengan apa yang telah semesta tuliskan adalah opsi terakhir ketika tidak ada lagi kesempatan untuk memilih. Entah cerita itu seperti yang diinginkan atau tidak, menerima adalah hal satu-satunya yang bisa manusia lakukan.
Seperti cerita gadis cantik yang kini duduk di depan sebuah cermin rias itu. Namanya Zera Zeeliana, anak kedua dari pasangan yang menggeluti dunia bisnis. Zee−sapaan manis untuknya, memiliki seorang kakak laki-laki dan adik perempuan. Meski mengetahui bahwa orangtuanya jarang sekali punya waktu untuk sekedar duduk manis di rumah, Jonathan atau yang lebih akrab dipanggil "Bang Jo" pun tidak punya pilihan lain untuk menjaga kedua adiknya, karena ia juga seorang pilot yang memiliki jam terbang yang cukup padat. Berdua dengan Thalia, ditemani seorang asisten rumah tangga dan seorang supir tidak akan pernah menebus rasa sepi yang selalu meronta dalam diri Zee ketika berada di dalam rumah.
Sebagai remaja millennial yang lahir dan tumbuh di kota besar, pernah menyeret Zee untuk terjebak di pergaulan yang tidak semestinya. Akrab dengan dunia malam, mengenal segala rasa dari minuman beralkohol, kepulan asap rokok, kalimat-kalimat kasar, pakaian minim, sekolah berantakan, semuanya pernah menjadi teman terbaik Zee. Dulu.
Sebelum pada akhirnya, kalimat dari Jonathan membuatnya kalah telak, menamparnya habis-habisan, "Abang aja yang laki-laki, enggak pernah merokok, Zee. Enggak pernah nyobain minuman seperti itu. Enggak pernah ngomong kasar ke orang-orang. Dan ngelihat kamu seperti itu, buat abang ngerasa gagal jadi abang yang baik buat kamu. Abang aja sayang sama kamu, kenapa kamu enggak sayang sama dirimu sendiri, Zee? Gimana perasaan ayah sama bunda kalau tau kelakuanmu seperti ini?"
Semenjak saat itu, Zee mulai memperbaiki mimpi-mimpi yang pernah ia hancurkan, kepingan harapan yang berantakan telah berusaha ia susun kembali. Menjadi anak gadis seutuhnya, menjadi apa yang diinginkan orangtuanya, dan berusaha menjadi yang paling baik sebagai bentuk dari kata maaf untuk setiap kecewa yang pernah ia ciptakan.
Sempat ragu untuk membangunkan Zee dari lamunannya, akhirnya Afhi memberanikan diri bertanya, "Sudah siap? Gue angkat koper yang mana?"
Afhi Nugraha, adalah sahabat yang pernah menjadi mantan pacar Zee ketika masih SMP hingga kelas 1 SMA. Dulunya dia juga pernah terlibat berbagai macam kenakalan remaja, namun sekarang orang-orang yang pernah bilang "Masa depan lu suram, Fhi" sudah seharusnya menarik kembali ucapan itu. Di usia tujuh belas tahun, dia sudah bisa membeli mobil mewah dari hasil usahanya sendiri. Bergelut di dunia bisnis sampai berkali-kali jatuh, namun ia terus berusaha bangkit dan memulai, hingga akhirnya sekarang Afhi sudah menetap di Melbourne dan menjabat sebagai CEO termuda di salah satu perusahaan yang ada di sana.
Namun sejak seminggu yang lalu Afhi berada di Jakarta, Zee yang memintanya untuk datang. Dan bagi Afhi, menuruti keinginan sahabatnya itu adalah cara sederhana untuk membahagiakan Zee yang akhir-akhir ini seperti tidak punya semangat untuk hidup. Zee tidak pernah serumit ini sebelumnya, hanya saja kejadian lalu adalah awal dari segala perubahan yang ada dari dirinya.
"Gue ragu, Fhi"
Afhi menghentikan langkahnya ketika hendak mengambil sebuah koper, "Ragu kenapa?"
"Bagaimana kalau nantinya gue udah sampai di Jogja, gue gak bisa nemuin bahagia yang baru? Kata orang-orang, sih, ketika patah hati, destinasi tujuan yang paling tepat adalah Jogja. Kayaknya gue ragu sama kalimat itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangmu
Romance"Dan hari itu, saya percaya bahwa saya telah menemukannya. Seorang gadis dengan mata yang berbinar, yang bila setiap kali menatap bola mata itu, saya percaya dunia saya ada di dalamnya"