Chapter 16

492 22 6
                                    

“sudah sampai”

“besok Zee masih di sini, kan?”

Zee mengangguk, “masih” jawabnya yang diakhiri dengan senyum.

“pesiar besok, saya mau ketemu kamu, ya?”

“ya emang besok kita harus ketemu, mas. Aku ke sini untuk ketemu sama mas Faiz”

Faiz hanya tersenyum, dia menggenggam tangan Zee seolah enggan untuk melepaskannya.

“itu temannya mas Faiz, bukan?” tanya Zee ketika pandangannya mengarah ke seseorang di seberang jalan yang sepertinya sedang menunggu.

Faiz menoleh, “ah iya. Saya harus masuk Zee”

“okay”

“Zee pulang naik apa?”

“nanti pesan taxi”

Faiz memeluk Zee, seakan dia tidak mengizinkan waktu untuk berjalan sedetik saja. “hati-hati, ya”

“astaga, mas Faiz. Jangan terlalu berlebihan, besok kita masih ketemu. Hahahaha”

***

Jam menunjukkan pukul 10 pagi, dan Zee baru saja terbangun dari tidurnya yang sangat singkat. Laptopnya masih menyala, pekerjaannya belum juga selesai. Bahkan ketika dia berada di luar kota sekalipun, pekerjaanya tetap menjadi hal yang ia nomor-satu-kan. Mewujudkan mimpinya sebagai pebisnis yang sukses bukan lah hal yang mudah, karena Zee memulai semuanya dengan bekal yang sangat sedikit.

Kalau dipikir-pikir, Zee sebenarnya tidak sulit untuk menjadi pebisnis yang sukses, cukup ia menjadi penerus ayahnya, dan itu langkah yang sangat mudah untuk memiliki salah satu perusahaan terbesar yang ada di negara ini.

Tapi sayangnya, itu bukan style-nya Zee. Sejak kecil ia sudah dibentuk pola pikir dalam kepalanya bahwa ia tidak boleh meminta atau mengambil sesuatu dari orang lain, sekalipun itu adalah hal yang sangat ia inginkan.

Dia selalu diajarkan untuk berusaha, jika dia menginginkan sesuatu, dia harus bekerja keras untuk mendapatkannya tanpa harus memperoleh itu dari orang lain.

Tidak ada kesuksesan yang instan, Zee.

Ia kembali memperhatikan beberapa data yang ada di laptopnya, tatapannya masih sayu, ujung matanya masih berwarna merah. Masih mengantuk sebenarnya, tapi beberapa jam lagi Faiz akan pesiar, itu berarti Zee harus siap-siap.

Setelah menyelesaikan beberapa hal, Zee langsung keluar menemui seseorang yang sudah menunggunya di lobby hotel.

“Erick!” sapa Zee.

Erick menoleh, ia tidak sendiri, ia bersama seorang gadis cantik berkulit putih yang juga duduk di sampingnya, dia adalah pacarnya Erick. “lama banget, gila” ucap Erick.

“dih apaan, lu baru aja ngechat gue anjir, gue mah siap-siapnya bentar doang”

“sebentar buat lu itu, se-abad buat gue”

“lebay, lu!”

“nih! Ada di parkiran depan” Erick melemparkan kunci mobilnya ke Zee. Kemudian Zee menangkapnya dengan tangan kanan.

“terus kalian balik pake apa?”

“pake mobil aku” jawab pacarnya Erick.

“okay. Gue pinjem bentar ya, Rick!” ucap Zee sambil berlari menuju parkiran depan.

***

Zee berhenti di seberang jalan yang tidak jauh dari akademi militer. Ia melepas seat belt yang sebelumnya ia gunakan, kemudian melirik jam di tangan kirinya, “sebentar lagi” gumamnya.

TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang