Sejak Zee memutuskan untuk mengikuti langkah ayahnya menjadi seorang pebisnis, saat itu juga ia yakin bahwa apa pun akan ia lakukan demi menyamakan langkah dengan ayahnya. Sekalipun banyak kemungkinan yang akan terjadi di tengah jalan, kemungkinan yang bisa saja membuatnya ragu untuk melangkah.
Baginya, meski ia mempunyai masa lalu yang cukup tidak baik untuk diceritakan, hidup harus terus berjalan, walaupun terkadang ia merasa tidak benar-benar hidup.Terkadang dengan menyibukkan diri membuatnya merasa lebih menjadi manusia.
Namun setelah Faiz Fahreza datang, Zee merasa dilahirkan kembali. Seakan semua rasa sepi yang mengisi dunianya, menjelma bunyi yang begitu indah. Bermula perkenalan sederhana, yang membuat hidupnya menjadi istimewa.
Sore ini hujan, Zee sedang menunggu bis kota di halte. Dia baru saja selesai meeting dengan salah seorang investor. Sengaja ia tidak membawa kendaraan dan tidak meminta pak Yanto untuk mengantarnya, pikirannya sedang kosong. Sulit sekali menemukan titik konsentrasi ketika Zee mengingat kembali tentang hal yang ditawarkan ayahnya dan ayah Afhi.
Otaknya memaksa untuk mempertahankan keputusan yang sejak awal ia buat. Namun dalam hati kecilnya, Zee ragu, apakah itu yang sebenarnya ia cari?
Sulit memang, ketika hati dan logika memperdebatkan sesuatu yang saling bertolak belakang. Pergi ke Melbourne, atau tetap di Jakarta.
Entalah.
Hujan semakin deras, bis kota tak kunjung lewat. Mobil sedan yang tadinya melaju dengan kencang, tiba-tiba mundur dan berhenti tepat di depan halte, tepat di depan Zee yang hanya sendirian di halte tersebut.
Kaca pintu mobil bagian belakang terbuka, “Zee? Ngapain sendirian di situ?” ucap seseorang dalam mobil yang tidak lain adalah ayahnya Afhi.
“kamu mau pulang? Sini om anterin!”
Tidak ada alasan untuk menolaknya, lagi pula Zee tidak punya pilihan lain lagi, hujan semakin menderas, sesekali petir terdengar. Terpaksa Zee harus naik ke mobil ayahnya Afhi.“maaf merepotkan om” ucap Zee setelah berada dalam mobil sambil menyeka bajunya yang sedikit basah.
“nggak apa-apa, kebetulan om juga berencana mau ketemu sama kamu”
“hmmm… paling mau ngebahas tentang ke Melbourne lagi, nih” gumam Zee.
“jadi kamu kapan ke Melbourne?”
“tuh kan!!!”
“masi belum tau om kapan tepatnya, ini aja aku baru selesai ketemu sama investor”
“sudah banyak investor yang nyimpan saham?”
“lumayan, om”
“kamu harus jalankan bisnis kamu ini dengan baik, jangan sampai kehilangan kepercayaan dari investor, karena kalau mereka sampai narik semua saham mereka, investor lain akan berpikir ulang untuk menanam saham ke kamu”
Zee sudah paham sekali tentang itu tanpa harus dijelaskan kembali, “iya om” jawabnya seadanya.
“Zee… sebelum hal itu terjadi, lebih baik kamu perdalam ilmu bisnis kamu dulu di Melbourne, kamu di sana belajar sama Afhi”
“tapi om…”
“biar bisnis kamu om yang ambil alih”
Zee diam. Ia tidak mungkin begitu saja memberikan sesuatu yang telah ia bangun sendiri sejak awal, sejak mempersiapkan material, hingga menjadi sebuah pondasi yang kokoh, maka dari itu ia juga lah yang harus melanjutkannya hingga menjadi sebuah rumah.
“Zee… kamu lihat kan semua perusahaan yang om jalankan, semuanya berkembang pesat, menjadi perusahaan yang memiliki merek dagang yang sangat terkenal. Om bisa menjadikan bisnis kamu ini sebagai waralaba”
“iya sih, semua perusahaan yang dimiliki ayahnya Afhi tergolong perusahaan besar. Dan dia selalu menjadi pemilik saham terbanyak di perusahaan yang lain. Nggak ada salahnya kalau bisnis gue ini diambil alih sama dia”
“Bagaimana, Zee?” tanyanya meyakinkan.
“Zee pikir-pikir lagi, deh om”
“mau mikir sampai mana lagi, Zee? Kalau om yang ambil alih bisnis kamu, kamu bisa pindah ke Melbourne, kamu sekolah bisnis di sana, om bisa belikan rumah, mobil dan fasilitas lainnya untuk kamu supaya kamu nyaman belajar di sana. Jadi ketika kamu pulang nanti, kamu bisa membuat bisnis yang akan jauh lebih sukses dari ini”
lagi lagi Zee hanya diam. Memikirkan tentang bagaimana jika orang lain yang akan melanjutkan bangunan itu, menjadi sebuah rumah yang megah. Hingga ketika nanti Zee kembali, ia hanya perlu mengisi perabotan dan menempati rumah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangmu
Romance"Dan hari itu, saya percaya bahwa saya telah menemukannya. Seorang gadis dengan mata yang berbinar, yang bila setiap kali menatap bola mata itu, saya percaya dunia saya ada di dalamnya"