Zee seketika tersedak ketika mendengar Faiz mengatakan kalau Zee itu cantik. Begitu pula dengan Faiz, bahkan ia sendiri pun tidak menyadari kalimat itu keluar dari mulutnya. Ia terlalu fokus pada mata Zee, sampai jatuh di tatapan itu pun Faiz masih tidak menyadarinya.
Namun bagi Zee, jika laki-laki menilai perempuan dari fisik, itu adalah hal yang sangat wajar, karena fisik adalah sesuatu yang terlihat. Selebihnya, ia akan menilai bagaimana sifat dan sikap perempuan. Jadi tidak heran jika konsep 'waktu yang akan menjawab' itu berlaku di sini. Seiring berjalannya waktu, jika seorang laki-laki sudah paham bagaimana karakter asli si perempuan, ia bisa memilih, bertahan atau pergi.
Dan laki-laki yang baik, biasanya memilih untuk bertahan.
"mas, Zee akan ceritakan nanti apa alasan Zee hari itu bisa ada di Magelang. Tapi bukan sekarang, Zee enggak mau cerita tentang masa lalu, nanti mas mengira kalau Zee masih berharap atau Zee belum move on, padahal enggak. Intinya, ya, Zee ke sana untuk menenangkan hati"
Faiz mengangguk paham, "jadi masalah hati, ya" ucapnya sambil tersenyum kecil.
"Zee, gadis sepertimu pantas untuk bahagia. Dan bisa saja bahagiamu sudah kamu temukan. Sudah ada di depan matamu" sambungnya.
Zee tidak menyadari maksud tersirat yang ada di ucapan Faiz barusan, yang ada dia cuma mencerna kalimat paling awal, bahwa sejatinya perempuan seperti dirinya masih pantas untuk bahagia.
"oh iya mas" ucap Zee membatalkan Faiz yang hendak meminum segelas kopi yang ia pesankan untuknya, "kenal sama mas Adji enggak?"
"Adji yang mana?"
Zee mengambil handphone dari tas kecilnya, mencari kontak Adji di whatsapp dan memperlihatkan display picturenya ke Faiz, "mas Adji yang ini"
"kenal, dia abang saya di akmil. Zee lagi dekat sama dia?"
Zee sontak menggeleng, tidak mau kalau Faiz sampai salah paham, "enggak, ih. Dia anaknya bude. Dan, harusnya hari itu Zee pulang ke rumah mas Adji, karena sebelum pergi nonton kirab, Zee datang ke rumah mas Adji dulu. Tapi karena hujannya deras banget waktu itu, dan Zee lupa jalan pulang, akhirnya Zee neduh di rumah mas" jelas Zee.
"Terima kasih buat hujan hari itu, kalau enggak hujan, mungkin kita enggak bakalan ketemu, kan?" sambungnya lagi.
"dan kamu percaya kalau itu bukan sebuah kebetulan, Zee?"
"bukan, mas. Zee percaya kalau semesta merencanakan itu semua, ada bab dari cerita di hidup Zee yang sepertinya ada mas Faiz sebagai tokohnya"
"menjalin sebuah hubungan dengan tentara itu tidak mudah. Apalagi yang masih pendidikan seperti saya. Sebelum ini dimulai, pikir sekali lagi sebelum kamu menyerah atas resiko-resiko yang akan datang. Di antaranya, komunikasi yang tidak mudah. Sangat jarang untuk bisa menghabiskan malam untuk menelepon bersama, menanyakan sedang apa, atau bahkan hanya sekedar mengirim pesan ucapan selamat pagi atau selamat tidur. Apalagi bertemu, menonton, menikmati kopi bersama. Itu sulit"
"jadi?"
"Zee jadi pendamping saya, ya?"
Ibarat tata surya berhamburan, perasaan Zee menjadi tidak karuan.
***
Kalau kalian menjadi Zera Zeeliana, kalian akan bagaimana?
Memilih untuk menenangkan hati terlebih dahulu, mengistirahatkannya dari orang-orang yang beresiko membuatnya patah lagi, atau memilih untuk menerima orang baru agar mampu melupakan luka di hari yang lalu?
Iya, ini tentang apa yang diucapkan Faiz kemarin. Ucapan yang membuat Zee gelisah semalaman. Mungkin juga ini tentang Zee, kalau menyanggupi ucapan Faiz yang memintanya untuk menjadi pendampingnya, apakah ia akan bisa bertahan atas segala resiko-resiko yang akan datang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangmu
Romance"Dan hari itu, saya percaya bahwa saya telah menemukannya. Seorang gadis dengan mata yang berbinar, yang bila setiap kali menatap bola mata itu, saya percaya dunia saya ada di dalamnya"