Chapter 8

795 37 3
                                    

Benar kata mereka, nyatanya kita tidak pernah bisa memilih pada siapa kita menjatuhkan hati. Setiap ruang yang ada di dalam hati kita, selalu punya peluang untuk diisi orang lain−yang tidak bisa kita pilih. Bisa saja, seseorang itu adalah ia yang telah menemani melewati banyak hal atau bahkan bisa jadi seseorang itu adalah ia yang baru kau temui hari kemarin. Kenapa? Karena kalau kita mampu memilih, kita tidak akan pernah bertemu dengan cerita yang alurnya tidak dapat dicerna nalar. Cerita yang luar biasa−sebagai perwujudan hadiah dari semesta bagi mereka yang siap untuk menjadi pemerannya.

"tumben cuaca malam ini dingin sekali" ucap Zee setelah meneguk segelas air putih.

Faiz mengedarkan pandangannya, menatap langit yang sepertinya sedang kasmaran. Bintang-bintang itu berlomba untuk saling memancarkan cahaya paling indah agar terlihat cantik di mata setiap manusia, namun sayangnya, di mata Faiz, justru cahaya mereka meredup terkalahkan dengan mata berbinar milik gadis yang duduk di depannya−yang tengah memeluk kedua lengannya.

"tidak biasanya seperti ini?"

Zee mengangguk. Faiz melepas jaket berwarna hitam yang sedari tadi ia gunakan, diberikannya jaket itu kepada Zee, "lain kali, kalau jalan sama saya, pakai pakaian yang lebih tertutup ya, Zee, bisa?"

Zee mengambil jaket itu dari tangan Faiz, tidak mengindahkan apa yang baru saja Faiz ucapkan, Zee malah berfokus pada satu hal, "mas, kenapa enggak pakai baju biasa aja sih? Kenapa masih pakai seragam?" tanya Zee sambil mengenakan jaket milik Faiz itu, meski sangat kebesaran di tubuhnya−bahkan jari-jarinya sampai tidak kelihatan karena lengannya terlalu panjang, namun Zee sebisa mungkin membuat itu terlihat bagus di tubuhnya.

Sebagai seseorang yang masih berstatus taruna di Akademi Militer, Faiz memang harus selalu menjaga sikap dan mengikuti aturan, salah satunya wajib memakai seragam dan atribut yang sudah ditentukan saat sedang melaksanakan cuti. Selain karena memang sudah kewajiban, memakai seragam disaat cuti atau pesiar juga sebagai ajang untuk mempromosikan akademi kepada masyarakat sipil.

"kalau tidak memakai seragam, akan kena hukuman, Zee"

"enggak risih, mas? Mas dilihatin loh sama orang-orang di sini"

"tidak risih, Zee. Selama saya tidak melakukan tindakan kriminalitas"

"loh, mas sudah melakukan tindakan kriminal" raut wajah Zee berubah serius, lalu menatap Faiz lekat-lekat.

Faiz mengernyitkan dahinya, "kriminal?"

"mas sudah mencuri hatiku" wajah yang semula serius itu kini berubah menjadi raut menahan senyum sebab ucapannya sendiri, bisa-bisanya Zee mengucapkan kalimat gombalan seperti itu. Entah siapa yang mengajarinya.

Namun bukannya tersenyum, Faiz hanya menghela napas, kalimat seperti itu tidak seharusnya Zee ucapkan untuk membuatnya tahu bahwa hatinya sudah termiliki. Karena jauh sebelum itu, jauh sebelum pertemuan hari ini, hati mereka sudah saling memiliki−bermula dari sebuah tatapan.

"sudah mau pulang?"

"ish... mas Faiz enggak mempan digombalin"

"sudah larut malam. Pulang, ya?"

"yaudah deh, iya"

***

"saya pulang, ya?" izin Faiz setelah mengantarkan Zee sampai di rumahnya, tepatnya di depan pintu masuk. Baginya mengantar sampai depan pagar saja tidak akan cukup.

"nggak mau mampir dulu, mas?"

"Zee, sudah larut. Jam segini Zee tidak boleh –

Belum sampai ucapan Faiz, Zee malah langsung memotong, "cuman sekedar minum teh atau nonton drama korea kesukaan aku, mas. Mampir, ya?"

TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang