Chapter 4

898 40 1
                                    

Setelah mengganti pakaian dan istirahat sebentar di dalam hotel, Zee memutuskan untuk datang kembali ke rumah bude, menurut Zee ia salah ketika ia tidak kembali ke tempat di mana ia berpamitan sebelumnya. Dan seharusnya memang seperti itu, karena besok, Zee sudah harus kembali ke Jakarta seperti janjinya pada Jonathan.

Namun ada satu hal yang masih menghantui pikiran Zee, tentang laki-laki yang mengantarnya pulang. "kenapa dia pergi tanpa pamit?" meski membenci dengan kata 'pamit' Zee sebenarnya menunggu kata itu terucap dari laki-laki itu, ya, setidaknya sebagai formalitas saja. Lagi pula, kalimat terakhir yang diucapkannya juga masih membingungkan Zee, "Zera Zeeliana, bilang terima kasih" bahkan nada suaranya pun masih hangat di telinga Zee.

"ASTAGA, IYA!"

Zee baru sadar tentang satu hal, dan ucapannya barusan mengagetkan tukang ojek yang sedang mengantarnya ke rumah bude, "kenapa, mbak?"

Zee berbohong, "Enggak apa-apa, maaf pak"

Iya, Zee baru sadar, kenapa laki-laki itu menyuruhnya untuk mengucapkan terima kasih, tentu saja karena handuk itu, teh hangat, dan karena ia telah mengantar Zee pulang ke hotel dengan selamat. Seharusnya Zee berterima kasih. Tapi yang justru ia lakukan hanya bertanya kembali.

"Bego banget sih, Zee" Zee berkali-kali mengutuk dirinya dalam hati.

Sesampainya di depan rumah bude, Zee membayar ojeknya dan langsung berlari memeluk bude yang sedari tadi berdiri di depan rumah harap-harap cemas menunggu Zee pulang. Hal itu membuat Zee tersentuh, bahkan bundanya pun belum pernah mengkhawatirkan Zee sampai segitunya. Itulah kenapa ia langsung memeluk bude.

"maaf bude, Zee tadi langsung pulang ke hotel karena pakaian Zee basah kena hujan" ucap Zee.

"nggak apa-apa, yang penting bude tau kalau tidak terjadi apa-apa sama Zee. Masuk sini, di dalam ada Adji sama teman-temannya, Zee kenalan sama mereka" jawab bude sembari memegang tangan Zee dan mengajaknya masuk.

Di ruang tamu, Zee tidak langsung duduk, tentu karena ada banyak teman-teman Adji, 4 orang. Mereka memakai seragam yang sama, seragam yang spontan mengingatkan Zee pada laki-laki yang memberinya handuk.

"sini, nak. Duduk dekat bude, sini" bude mengajak Zee untuk duduk di sampingnya, di samping Adji.

Adji yang sedang sibuk tertawa dengan teman-temannya, lantas memperhatikan gadis kecil yang duduk di sampingnya, gadis yang sebelumnya sempat menatapnya dalam-dalam ketika sedang kirab siang tadi. Ia beda, satu hal yang ada di pikiran Adji ketika melihat Zee.

"jadi ini yang ibu ceritakan" ucap Adji yang diakhiri dengan senyum pada Zee.

Zee yang tidak tahu apa-apa tentu kebingungan, "cerita apa?"

"tadi kamu ngeliatin aku, kan?"

Zee mengangguk, "Iya, soalnya gue yakin lu pasti anaknya bude. Gue inget dari foto lu yang itu" jawab Zee sembari menunjuk foto Adji yang terpajang di dinding.

"cara ngomongnya anak Jakarta banget, ya" sahut salah seorang teman Adji.

"dih" Zee memutar bola matanya, "suka-suka gue dong"

"jadi, kamu ke mana pas hujan tadi?" tanya Adji.

Zee sempat diam sebentar, lalu menjawab "neduh di rumah orang, rumah temen lu, soalnya sama-sama pake baju gini"

"baju dinas pesiar" Adji meluruskan ucapan Zee.

"iya baju dinas pesiar"

"namanya siapa?"

Zee bingung, "namanya ya... ehmmm, enggak tau" jawaban Zee sontak membuat Adji dan teman-temannya terkekeh. Kelakuan Zee memang selalu membuat banyak orang suka melihatnya, bahkan wajah bingungnya sekalipun masih mampu membuat orang gemas padanya.

TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang