08

1.6K 272 15
                                    

JISOO POV

Seseorang menarikku ke sebuah ruangan gelap entah itu apa. Orang itu juga membungkam mulutku dengan tangannya, sehingga aku tak sanggup untuk berteriak. Apa aku sedang diculik kemudian akan dimutilasi seperti di drama yang aku tonton???

Setelah orang itu mengunci pintu, dia mendekat ke arahku. Aku mundur secara perlahan karena kakiku sudah begitu lemas. Sialnya, punggungku malah membentur dinding ruangan itu.

Aku menggigit bibir bawahku takut, mencoba pasrah dengan segala kemungkinan yang akan terjadi saat kemudian aku terkejut bukan main.

Dia memelukku. Orang itu memelukku.

Kurasakan pria itu memelukku begitu erat. "Apakah kau tidak rindu padaku Chichu? Aku sangat sangat amat merindukanmu", ujar pria itu dengan nada sedih dan terdengar menyakitkan.

Tunggu. Aku mengenal suara ini. "Taeyong? Apakah ini kau?"

"Kumohon jangan bergerak. Aku benar-benar merindukanmu Chichu.. Ijinkan aku memelukmu lebih lama lagi"

Ada apa dengan pria gila ini?
Terkadang dia begitu menyebalkan, terkadang dia begitu lembut seperti saat ini, tapi terkadang juga ia marah tanpa sebab. Sungguh menyebalkan.

Tapi anehnya, tangan bodohku malah membalas pelukan Taeyong sama eratnya. Terhirup wangi mint khas pria dari tubuh Taeyong. Entah kenapa, memeluknya membuatku nyaman.

Tidak boleh, tidak boleh. Dia musuhmu Kim Jisoo. Dia membuat kehidupan sekolah dasarmu menjadi mimpi terburuk di hidupmu. Kudorong Taeyong menjauh dariku. Aku meraba dinding dan mencoba untuk menemukan saklar lampu.

Setelah kunyalakan lampu di ruangan itu, terlihat Taeyong yang berdiri di hadapanku dengan wajah putus asa. Karena ia tak kunjung berbicara, aku berjalan ke arah pintu untuk keluar dari ruangan ini dan pergi dari hadapannya.

Namun sebelum langkahku mencapai pintu, Taeyong menarik keras lenganku. Kedua tangannya meraih wajahku, dan belum sempat aku beradaptasi dengan posisi ini, dia menciumku. Ia dia menciumku, dengan terburu-buru dan penuh nafsu seolah menyalurkan kemarahan yang selama ini dia pendam.

Aku mencoba mendorong tubuhnya yang tinggi, namun tentu saja aku kalah. Aku membencinya, dan aku lebih benci dia berkali-kali lipat karena dia menciumku tanpa ijin. Aku memukul-mukul dada bidangnya saat dia melepaskan ciumannya.

Kemudian ia membelai lembut pipiku dan menatapku dengan intens. Kutatap matanya yang menyiratkan sebuah penyesalan.

Kurasakan ia yang mulai mendekatkan wajahnya kepadaku, dan tanpa kusangka ia kembali menciumku. Kali ini dengan begitu lembut. Dia menarik pinggangku agar tubuh kami semakin mendekat satu sama lain.

Kurasakan gigitan lembut di bibir bawahku. Saat aku membuka mulutku akan protes, Taeyong memasukkan lidahnya. Bodohnya aku yang malah mengalungkan kedua lenganku di lehernya, mendorong kepala Taeyong agar memperdalam ciuman kami. Kurasakan juga tangan Taeyong yang mulai meremas lembut dadaku.

Aku mendesah. Aku malu. Tapi sungguh ini sangat nikmat. Belum pernah ada pria yang melakukan ini padaku, aku begitu terhanyut.

Kedua tangan kami saling meraba tubuh satu sama lain. Panas kami rasakan meski ruangan ini begitu dingin karena penyejuk udara yang terpasang. Hingga kemudian Taeyong menjauh dariku secara tiba-tiba.

"Kita harus berhenti sebelum semuanya menjadi terlewat batas"

Aku berdeham karena malu. Bukan malu karena berciuman, aku malu karena aku membalas ciuman Taeyong dengan penuh nafsu padahal aku selalu berkata bahwa aku membencinya. Ada apa denganku?

"Aku.. Aku akan kembali ke kamar appaku. Doyoung menunggu sandwichnya", ujarku kikuk setelah selesai merapikan pakaianku yang cukup berantakan akibat ulah Taeyong. Aku pergi meninggalkannya bahkan sebelum ia menjawabku.

***

Aku menemukan Doyoung yang duduk di sofa di ujung kamar dengan ekspresi bersungut karena marah. Entah alasan apa yang harus kukatakan padanya dan orang tuaku agar mereka tak curiga.

"Apa kau membeli sandwich di Busan, nuna?", sinis Doyoung sembari berjalan lalu mengambil bungkusan dari tanganku.

Baru saja aku bernafas lega karena ia tak curiga, dia membalikkan tubuhnya menghadapku. Dia diam mengamatiku seolah aku melakukan suatu kesalahan. Ya meskipun itu memang benar.

"Nuna, kau habis berciuman?", tanya Doyoung begitu santai.

Aku hanya diam mematung tak mampu menjawab.
Karena jujur, aku tidak pernah berbohong. Jadi sangat sulit bagiku untuk mengatakan tidak padahal faktanya adalah iya.

"Jangan bicara sembarangan Doyoung-ah.. Kau membuat nunamu bingung", jawab eomma.

"Eomma tak mempercayaiku! Lihat bibirnya merah dan bengkak!"

"Sudah hentikan lebih baik kau makan samdwichmu", lanjut eomma.

Aku cukup lega meski aku sebenarnya tahu bahwa eomma juga mencurigaiku. Tapi selama adikku yang bawel ini bisa berhenti berbicara aku tidak masalah. Aku hanya perlu memikirkan sebuah alasan yang logis untuk kukatakan pada eomma dan appa yang sejak tadi menatapku diam-diam.

Semua ini gara-gara kau lagi Lee Taeyong!!!

***

Undeniable ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang