1. Aku dan Hidupku

21.1K 818 30
                                    

Bunyi alarm mengusik tidurku yang nyenyak, membuatku mau tidak mau harus bangun dan mematikannya. Aku terhenyak saat melihat jam yang sudah menunjukan pukul 07.45, sial, aku pasti akan terlambat masuk kelas pagi. Aku segera bangun dan bersiap untuk pergi kuliah.

Oh iya, perkenalkan, namaku Divandra Putri, kalian bisa memanggilku Diva.

•••

Aku mengetuk pintu ruang kelas yang sialnya sudah dihadiri oleh dosen pengajar pagi ini. Pelajaran yang sedang berlangsung terhenti, sebagian besar dari mereka menatapku sambil menggeleng, sebagian lagi tidak acuh dengan kehadiranku.

"Maaf pak saya terlambat," kataku sambil menunduk.

Ku lirik sekilas beliau menghela nafas. "Duduk," ucapnya pasrah.

Aku mengangguk segan kemudian berjalan ke arah salah satu bangku kosong yang biasa ku tempati. Banyak bisik-bisik yang terdengar di telingaku karena dosen kami tidak memberiku hukuman padahal ini sudah yang ke-tiga kalinya aku terlambat. Dari salah satu yang kudengar dan selalu ku dengar adalah bahwa aku simpanan rektor.

Aku tersenyum kecut menanggapinya kemudian memilih duduk dan mengabaikan bisik-bisik tidak penting yang hanya akan mengganggu konsentrasiku. Langsung kubuka catatanku kemudian menulis penjelasan dari dosen kami di depan.

•••

Aku duduk di salah satu bangku taman. Menikmati semilir angin pagi dan sejuknya udara yang menyegarkan paru-paruku. Aku tahu banyak pasang mata yang menatap benci ataupun rendah padaku. Aku menerimanya dengan lapang dada, menerima setiap cacian dan olokan mereka yang sering terdengar memekakan telinga. Membiarkan mereka memaki dan memberikan sumpah serapah sesuka hati. Karena aku bisa apa dan membenci siapa jika memang kenyataannya hidupku tidak seberuntung itu.

Aku merasakan seseorang duduk di sebelahku kemudian menatapku. Perlahan jemarinya menyeruak masuk menggenggam jemariku. Sebuah senyuman tersungging di bibirku. Aku membuka mata dan menatapnya lembut.

"Hai," sapaku.

Dia tersenyum paksa, terlihat jelas dari matanya.

"Hai," sapanya balik.

Aku mengacak rambutnya pelan, aku tahu dia sedih melihat perlakuan yang kuterima disini.

"Kenapa sedih?" tanyaku.

"Kakak kenapa diem aja diperlakuin begini? Kenapa kakak nggak ceritain aja semuanya?" tanyanya dengan nada sedih.

Aku tersenyum. "Cerita apa dan sama siapa Al?" tanyaku berusaha terlihat baik-baik saja.

"Ayolah, kakak bisa buat Pak Rektor bicara dan hukum mereka semua yang udah giniin kakak,"

Aku memegang kedua bahunya. "Kamu tau masalah ini udah pernah dibicarakan dan dianggap clear oleh semuanya. Soal apa yang mereka lakukan sama kakak itu diluar tanggungjawab dia, dan ini konsekuensi yang harus kakak terima." terangku.

Dia menggeleng. "Nggak, ini nggak adil dong. Kakak masih dapet perlakuan kayak gini, kakak nggak pantes dapet perlakuan buruk kayak gini kak," katanya tidak terima.

Lagi aku tersenyum kemudian memeluknya.

"Makasih ya adik kesayangan kakak udah perhatian banget, tapi kakak nggak apa-apa kok, beneran," kataku mencoba memberinya pengertian.

[C]LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang