Diva's POV
"Ini rumah kamu?" tanya Claira saat aku memintanya di depan sebuah rumah yang berada di kawasan elite.
Aku membuka seatbeltku. "Bukan, ini rumah om sama tanteku, aku tinggal di kost. Ini karena abis sakit aja makanya disuruh pulang kesini," jawabku.
Dia mengangguk paham. "Ah iya by the way kalo kamu emang lagi tinggal disini berarti deket rumahku dong. Rumahku nomor 17," katanya sambil menunjuk rumah nomor 17 yang kebetulan hanya berjarak beberapa rumah dari sini.
"Beneran? Sempit banget ya dunia," aku merasa sedikit tidak percaya dengan kebetulan yang menurutku sedikit tidak masuk akal ini.
"Nggak percaya?"
"Eh bukan gitu, maksudnya dunia sempit banget ya hehe, nggak nyangka gitu Clay,"
Dia mengedikan bahunya. "Kamu nggak turun? Atau mau ikut pulang ke rumahku saja, aku di rumah sendirian," godanya sambil tersenyum manis.
"Sorry tapi nggak usah. Makasih udah ngasih tumpangan," kataku sebelum turun.
Dia hanya tersenyum menanggapinya kemudian pergi. Aku melihat mobilnya yang berhenti tepat di depan gerbang rumah nomor 17, kemudian setelah gerbang dibuka dia langsung masuk ke dalam. Tapi sebelum itu dia sempat tersenyum kepadaku. Aku merasakan pipiku memanas, aku ketahuan mengawasinya.
Tapi sebentar, ini kawasan elite dan terbatas. Rumah yang berada di kawasan ini saja hanya ada 20. Sejak kapan Claira menjadi tetangga Allysha atau justru Allysha yang menjadi tetangga Claira? Oke abaikan saja pertanyaan bodohku, lagipula bukan urusanku.
Aku memasuki rumah Allysha setelah Pak Toni---satpam rumah Allysha---membukakan gerbang. Bisa ku perkirakan bahwa rumah sepi penghuni karena tidak ada mobil yang terparkir di garasi depan. Aku hanya bisa tersenyum sendu, tidak di rumah, tidak juga disini tetap saja hanya berteman sepi. Karenanya aku memilih tinggal di kost daripada harus sendirian di rumah.
Dengan langkah gontai aku menaiki satu persatu anak tangga. Aku mencoba menjaga keseimbanganku karena kadang aku selalu ceroboh dan kali ini aku tidak mau kecerobohanku mengakibatkan aku tergelincir di tangga.
Aku membuka knop pintu dan bisa kulihat bahwa kamarku masih gelap, sebenarnya bukan benar-benar kamarku hanya kamar yang selalu kupakai saat aku menginap disini. Aku yang sudah hafal letak saklar lampu langsung saja menyalakannya.
"SURPRISE!!!" teriak segerombolan orang di depanku begitu lampu menyala.
Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Ini surprise dalam rangka apa ya?
"Happy Birthday Princess," kata Om Surya yang sudah berdiri di hadapanku dengan kue ulangtahun di tangannya.
"Make a wish," kata Tante Cintya.
Aku mengangguk kemudian memejamkan mata. Doaku selalu sama setiap tahunnya. Aku hanya ingin semua orang bahagia Tuhan. Kemudian ku tiup lilin angka 20 yang ada di depanku.
Tante Cintya langsung memeluk dan membelai kepalaku penuh kasih sayang. "Happy Birthday sayang, doa tante selalu yang terbaik buat kamu," katanya sebelum mengecup keningku.
Aku tersenyum padanya. Mataku rasanya memanas karena perhatian mereka. Di saat orangtuaku mungkin tidak mengingat hari ini, karena jujur aku saja lupa bahwa hari ini aku berulangtahun, tapi mereka tidak pernah melupakannya. Tahun demi tahun mereka selalu mengucapkan serta memanjatkan doanya untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[C]LOSER
Teen FictionSaat kamu jatuh cinta kamu akan memilih yang mana? Mendekat agar bisa mendekap atau menjauh dan menjadi pecundang? GxG✓