6. Senja Yang Indah

6.7K 560 44
                                    

Diva's POV

Aku tersenyum saat untuk yang kesekian kalinya Allysha menurutiku. Sekarang kami sedang berada di sebuah taman dengan danau buatan di sebelahnya. Tempat ini cukup indah namun sepi untuk ukuran taman di pusat kota, ah mungkin anak-anak jaman sekarang lebih suka pergi ke mall atau tempat lainnya daripada ke taman.

Aku melihat sekilas Allysha yang sedang sibuk dengan ponselnya. Tidak lama kemudian dia seperti menerima telfon dan sedikit menjauh dariku, entah dari siapa tapi ku tebak itu dari Damar---pacarnya.

"Telfon dari siapa?" tanyaku saat dia kembali duduk di sebelahku.

"Damar," jawabnya.

Aku hanya ber-oh ria sebagai jawaban. Allysha tidak memanggil Damar dengan embel-embel kak atau mas atau semacamnya padahal Damar 6 tahun di atasnya. Aku tidak pernah mempermasalahkan itu toh mereka yang berpacaran, mungkin maksud Allysha supaya lebih terlihat akrab, entahlah.

"Damar ngajak ketemuan kak," katanya.

Aku menengok. "Sekarang?" tanyaku.

Dia mengangguk.

"Tapi kakak nggak mau jadi nyamuk loh Al,"

"Kakak disini aja, aku udah bilang kalo kita ketemu di sekitar sini aja," katanya membuatku lega, jadi nyamuk itu tidak enak.

"Ya udah kalo gitu, sana pergi, hati-hati di jalan, kabarin kakak kalo ada apa-apa," kataku.

Dia menatapku datar. "Ngusir, lagian yang abis sakit kan kakak, jadi kakak yang harusnya hati-hati dan kabarin aku kalo ada apa-apa,"

"Iya-iya,"

"Aku pergi dulu kak." katanya sebelum meninggalkanku.

Aku kembali menatap langit sore yang sebentar lagi membawa matahari ke peraduannya. Sungguh warna senja adalah warna yang selalu jadi favoritku.

Tiba-tiba aku merasa seseorang duduk di sebelahku. Aku melirik sekilas, memang ada seorang perempuan yang duduk disana. Aku membiarkannya, toh ini tempat umum jadi dia bebas duduk dimana saja.

"Suka liatin matahari terbenam?" tanya orang di sebelahku.

Aku menengok kemudian menaikan satu alisku. "Ya?"

Dia terkekeh. "Kamu suka liatin matahari terbenam?" tanyanya sekali lagi.

Oh bertanya padaku, aku mengangguk. "Suka, liatin sunset itu seru,"

"Yaps. Apalagi filosofinya,"

Aku memberi ekspresi bingung. "Filosofi apa?" tanyaku tidak mengerti.

"Kalo kata oma aku, senja adalah peralihan hari dari siang ke malam, dimana matahari yang terang beganti menjadi redup tapi dihiasi dengan rembulan dan banyak bintang, yang maksudnya, meskipun malam tak seterang siang tapi ada banyak bintang yang sanggup memberi cahaya sehingga malam tidak gulita. Artinya, saat terangmu digantikan gelap, jangan takut, karena diantara kegelapan akan selalu ada bintang yang bersinar dan memberimu cahaya harapan." katanya panjang lebar kemudian tersenyum.

Aku mengerjapkan mata mencoba mencerna dengan baik apa yang dia katakan.

"Kamu lucu kalo lagi mikir gitu,"  katanya lagi kemudian terkekeh.

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Malu karena diperhatikan olehnya.

"Kamu sendirian disini?" tanyanya.

"Enggak, aku sama adikku, tapi dia lagi ada urusan," jawabku.

"Ya berarti sendirian dong sekarang?"

Aku mengangguk membenarkan pertanyannya.

[C]LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang