Claira's POV
Nyaman. Itu adalah hal yang terlintas dalam benakku saat perlahan kesadaranku kembali. Aku tersenyum menikmati kenyamanan yang baru pertama kali aku rasakan selama ini. Rasanya aku enggan membuka mata sekarang, aku ingin seperti ini saja selama yang aku bisa. Tapi rasa keingintahuanku seketika membuncah, darimana aku mendapatkan kenyamanan ini? Seingatku aku tadi hanya tidur sambil menggenggam tangan Diva. Ah Diva, pasti darinya.
Dengan enggan aku membuka mataku perlahan, hal pertama yang mampu ku cerna adalah aku memeluknya, eh, sejak kapan? Dia masih memejamkan matanya, mungkin masih bergelut dengan mimpinya. Senyumku tidak kuasa kutahan saat aku menyadari betapa dekatnya aku dan dia sekarang. Tidak ada sejengkalpun jarak yang memisahkan. Mulai sekarang berada dipelukan Diva resmi masuk ke dalam daftar favoritku.
Perlahan matanya terbuka, kemudian dia mengerjap. Aku masih berada diposisiku yang tadi, terlalu menikmati kenyamanan yang dia berikan. Sedetik kemudian matanya menatapku, aku ingin pura-pura memejamkan mata tapi tubuhku menolak, dengan kurang ajarnya dia tidak mematuhiku.
Dia hanya diam sambil terus menatapku, akupun melakukan hal yang sama. Samar, bisa kurasakan alunan detak jantungnya yang berdegub dengan kencang. Aku juga bisa merasakan dia seperti menahan nafasnya, dia kenapa? Tapi detak jantungnya seolah menjadi melodi indah yang sedang ku dengar, perlahan rasa kantukku kembali, ini jam berapa ya?
"Clay," panggilnya dengan suara serak.
Aku diam, suaranya sexy, aku suka.
"Hm,"
"Bisa tolong kamu agak minggir nggak? Aku susah nafas," katanya yang seketika membuatku gelagapan.
Astaga Claira bodoh. Harusnya dari awal aku tahu bahwa dia mungkin kesulitan bernafas karena posisi kami. Atau mungkin dia merasa tidak nyaman karena dekapanku, dan aku malah terlalu menikmati keadaan ini.
"Maaf," kataku kemudian langsung bangun dan duduk di pinggir ranjang.
Aku bisa mendengar dia terkekeh. Astaga, aku malu.
"Jam berapa ya?" tanyanya.
Aku buru-buru mencari ponselku, tadi aku meletakannya dimana ya? Kenapa saat aku membutuhkan benda itu dia menghilang?
"Kamu cari apa?" tanyanya lagi.
"Handphone," jawabku masih berusaha menemukan ponselku.
"Ini?" katanya sambil memberikan ponselku.
Aku menatapnya bingung.
"Di nakas sebelah sini," ujarnya.
Lagi, aku merutuki kebodohanku. Astaga Claira, kenapa bisa lupa coba.
"Jam berapa Clay?"
Aku mengecek ponselku. "Jam 4.30," jawabku.
"Ayo mandi, abis itu kita jalan-jalan," katanya yang membuatku langsung menatapnya.
Dia meringis. "Maksudku kita mandi sendiri-sendiri, abis itu kita jalan-jalan," jawabnya sedikit terbata.
Aku tersenyum. "Iya, kamu dulu yang mandi gih,"
Dia mengangguk kemudian langsung pergi ke kamar mandi. Tapi tidak sampai satu menit dia keluar dan membuka lemari kami.
"Aku lupa bawa baju hehe," katanya setelah mengambil baju.
Aku hanya menggeleng pelan melihat kelakuannya. Kamu diam-diam bikin gemas ya Div.
•••
Sekarang kami berdua sedang berjalan menyusuri bibir pantai. Menikmati semilir angin sore yang menyegarkan. Aku dan Diva berjalan beriringan, dia di sebelahku, berjalan dengan santainya sambil sesekali mengeluarkan candaan yang membuatku mau tidak mau tertawa karena tingkah lucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[C]LOSER
Teen FictionSaat kamu jatuh cinta kamu akan memilih yang mana? Mendekat agar bisa mendekap atau menjauh dan menjadi pecundang? GxG✓