Hallo silent reader 😉
Selamat membaca...maap abis direvisi dikit heheheee
Nana : panggilan sayang Diva buat Leanna
Author's POV
Diva memukul stir mobilnya berharap bisa sedikit meredakan emosinya. Rasa kecewa sekarang menjadi rasa yang paling dominan dalam dirinya. Dia kecewa kepada Claira tentang ketidak terbukaannya kekasihnya itu dalam menceritakan siapa dirinya, ah, ini salahnya juga kenapa tidak mau bertanya.
"Kenapa sih kamu nggak mau bilang kalo kamu kakaknya Nana? Apa kamu takut sama penolakanku kalo aku tau kamu kakaknya Nana?" gerutunya dan kembali memukul stir mobil dengan frustasi.
"Huft, tapi bisa jadi emang aku bakalan nolak kamu kalo aku tau kamu kakaknya Nana. Clay, aku harus apa sekarang?" gumamnya dengan air mata yang kini sudah membasahi pipi.
Diva mengambil ponselnya yang tadi bergetar, dia menolak panggilan masuk dari Claira dan abangnya yang datang bergantian. Dia hanya ingin menenangkan dirinya sekarang dan Diva tahu harus kemana dia pergi.
Sekarang Diva melajukan mobilnya menuju pinggiran kota Jakarta. Dia sedang menuju sebuah villa yang merupakan salah satu properti milik almarhum Opa Iskandar, ayah dari papahnya sekaligus kakeknya. Villa itu sering dia kunjungi tanpa sepengetahuan Dirga ataupun keluarganya yang lain. Kadang saat Diva merasa suntuk dengan kehidupannya yang terasa menyebalkan dia akan melarikan diri kesana dan mencari ketenangan.
Setelah menempuh hampir dua jam perjalanan akhirnya Diva sampai di villa. Sebelumnya dia sudah menghubungi penjaga villa untuk menyiapkan keperluannya selama disana karena dalam perkiraannya, Diva akan tinggal untuk beberapa hari di villa.
Diva tersenyum ramah saat Burhan membukakan pagar untuknya. Burhan adalah orang yang sejak dulu dipercaya oleh opanya untuk menjaga villa ini kemudian terus dipekerjakan oleh orangtuanya setelah opa meninggal.
"Udah lama non nggak kesini," katanya saat Diva turun dari mobil.
"Iya pak baru sempet kesini," jawab Diva.
Burhan tersenyum ramah dan mempersilakan Diva untuk masuk. Di dalam sudah ada Irna---istri dari Burhan---yang baru saja selesai mempersiapkan keperluan Diva selama disini.
"Apa kabar bu?" tanya Diva sopan.
"Baik non. Itu semuanya sudah saya siapkan, nanti kalau ada yang kurang non langsung bilang sama saya biar nanti dilengkapi," katanya ramah.
Diva mengangguk. "Makasih bu," katanya kemudian menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu kepada Irna.
"Nggak usah non, setiap bulan kan bapak ngirim buat keperluan villa dan jaga-jaga siapa tau non berkunjung kesini." tolak Irna.
Diva menatapnya bingung. "Papah tau kalo aku sering kesini?" tanyanya.
Irna mengangguk, "Tau non, kan kami juga harus laporan tentang villa ini jadi kami beritahu beliau kalau non kadang berkunjung kemari."
"Kalo nanti papah telfon tolong nggak usah bilang kalo aku kesini," pinta Diva.
"Tapi non..."
"Saya mohon bu,"
"Baik non, saya permisi dulu."
•••
Claira menatap ponselnya dengan panik, ini sudah kesekian kalinya Diva menolak panggilan telfonnya. Dia ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman ini supaya Diva tidak berpikir yang macam-macam tentangnya, apalagi sampai mengira bahwa dia sudah mengincar Diva sejak masih bersama Leanna, karenanya dia memilih diam dan tidak mengatakan kebenarannya. Tolong, kenyataannya tidaklah seperti itu.
Claira merasa bimbang sekarang, harus mencari Diva kemana sedangkan Dirga yang sejak tadi masih bersamanya setelah kejadian terbongkar identitasnya sebagai anggota keluarga Ryzelle dimana statusnya dalah kakak dari Leanna langsung mengintrogasi Claira. Dia mempertanyakan maksud Claira yang tidak memberitahu Diva tentang siapa dia.
"Oke, jadi apa yang sudah kamu dapat dari mondar-mandir daritadi?" tanya Dirga sarkastik.
Claira menatap Dirga sekilas kemudian mengabaikannya dan kembali mencoba menghubungi Diva. Tapi masih sama seperti sebelumnya, Diva terus menolak panggilannya bahkan kali ini dia menonaktifkan ponselnya.
Sementara Dirga hanya bisa menghela nafas sambil terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Claira. Dia sendiri bingung harus berbuat apa meskipun sepertinya dia tahu kemana perginya Diva. Karena dari segimanapun ini adalah permasalahan antara Diva dan Claira dan dia tidak berhak ikut campur.
"Kalo saya bilang saya tahu dimana Diva apa kamu akan berhenti mondar-mandir di depan saya?" tanya Dirga yang lama-lama jengah melihat Claira yang terus saja mondar-mandir di hadapannya.
"Dimana Diva?" tanya Claira yang langsung berdiri di depan Dirga.
Dirga menatap Claira dari atas sampai bawah kemudian menaikan satu alisnya. "Kalo saya kasih tau kamu, apa yang bisa kamu lakuin buat bikin dia mau pulang? Mm, seingat saya papah dan mamah kasih kamu respons yang cukup baik bahkan sebelum kalian resmi jadian kan? Gimana nanti kalo mereka tau kalo kamu buat Diva kabur?" tanyanya yang membuat Claira hanya bisa membisu.
"Kamu tau, dari pembicaraan yang tadi pagi saya dengar dari papah dan mamah sepertinya mereka menyukai kamu. Well, sepertinya kamu sudah masuk kriteria menantu idaman mereka. Aku nggak mempermasalahkan itu, selagi adikku bahagia aku akan selalu mendukungnya. Tapi sekarang, kamu malah membuat Diva menjauhimu karena kesalahanmu yang sebenarnya nggak fatal tapi karena kamu nggak bilang dari awal ini berubah jadi fatal," kata Dirga menjeda kalimatnya.
"Caranya melihat kamu jelas akan berbeda karena hal ini, entah jadi semakin baik atau buruk. Aku nggak selalu bisa nebak dia, yang jelas biar waktu aja yang jawab." lanjutnya.
Claira hanya bisa diam mencerna apa yang baru saja Dirga katakan. Pikirannya semakin kacau sekarang. Claira memejamkan matanya menahan tangis, dia belum siap kehilangan Diva dan tidak akan pernah siap untuk kehilangannya sampai kapanpun.
"Tolong bantu aku Dirga," lirih Claira karena sudah tidak tahu harus melakukan apa.
Dirga menghela nafas lelah. "Apa jaminan kamu buat saya soal hubungan kalian?"
"Aku sudah menyukainya sejak kami masih anak-anak, aku sudah jatuh cinta padanya sebelum dia mengenal Leanna. Dia adalah mimpiku yang akhirnya bisa ku gapai, I love her so much." kata Claira yang kini sudah mulai terisak.
"Dulu aku harus merelakan dia bersama Leanna karena dia adikku, anak dari papahku meskipun ibu kami berbeda. Tapi sebagai kakak aku cukup tau diri untuk mengalah dengannya, padahal aku adalah orang yang sudah sejak lama mengaguminya meskipun hanya dari rangkaian kata yang bisa ku selipkan di lokernya secara diam-diam. Sumpah Dirga, jauh sebelum Leanna aku sudah terlebih dahulu jatuh cinta kepada Diva." lanjutnya.
Dirga tercekat mendengar apa yang Claira katakan. Diva tahu maksud Claira, dulu semasa SMA Diva pernah mendapati sebuah kertas berisikan kata-kata penyemangat setiap harinya, dulu mereka berdua kira kertas itu dari Leanna karena sejak Diva dan Leanna dekat kertas itu menghilang. Seolah harapan dari si penulis yang ingin bisa mengenal dekat Diva terkabul. Karenanya Diva sangat merespon Leanna dengan baik karena Diva kira Leanna lah pengirim surat itu.
"Jadi kamu yang sering kasih Diva kertas yang isinya ucapan penyemangat itu?" tanya Dirga tidak percaya.
Claira mengangguk. "Pasti kalian pikir Leanna yang kasih kan? hehe. Tapi bukan, itu dari aku. Aku emang minta tolong dia buat naruh kertas itu di loker Diva karena kita nggak satu sekolahan dulu, dan aku nggak tau sejak kapan akhirnya Leanna malah suka sama Diva dan mereka pacaran."
Tbc...
Maaf sedikit, maaf baru update. Aku lumayan sibuk soalnya wkwk
OH IYA BACA CERITAKU YANG BARU YA JUDULNYA SHAKALA BISA LANGSUNG CEK WORK AKU GAISSSS
Thanks for reading,
Dip.
KAMU SEDANG MEMBACA
[C]LOSER
Teen FictionSaat kamu jatuh cinta kamu akan memilih yang mana? Mendekat agar bisa mendekap atau menjauh dan menjadi pecundang? GxG✓