8. Another Surprise?

6.1K 549 37
                                    

Diva's POV

Hari ini aku kembali menjalani aktivitas seperti biasanya, tentu saja setelah melewati sedikit perdebatan dengan orangtua Allysha. Mereka berdua masih melarangku kuliah sedangkan aku sudah merasa bosan jika harus berdiam diri terus menerus. Akhirnya mereka mengizinkanku dengan syarat, Allysha akan mengawasiku dan aku tetap tinggal disini, dan ya mau tidak mau aku harus tetap tinggal disini.

Aku mengendarai mobil Allysha menuju kampus kami. Tidak ada obrolan penting yang terjadi selama perjalanan, hanya pertanyaan ringan yang sesekali saling dilontarkan oleh kami. Aku jarang berangkat bersama Allysha sehingga rasanya sedikit aneh saat harus membawa mengendarai mobil ke kampus.

"Kok berhenti?" tanya Allysha saat aku menghentikan mobil.

Aku melepaskan seatbeltku. "Kakak turun disini aja ya, udah deket ini," kataku.

Dia menahan tanganku saat hendak membuka pintu. "Berani kakak turun dari mobil ini, jangan harap aku mau bantu kakak lagi," ancamnya.

"Kamu nggak seru banget mainnya ngancem,"

"Bodoamat. Lagian kenapa harus turun disini? Kakak malu berangkat bareng aku?"

"Bukan gitu Al, kakak cuma nggak mau nanti kamu ikutan dibully kalo deket sama kakak," terangku.

Dia menaikan satu alisnya. "Siapa yang bakalan berani bully anak kepala yayasan?" katanya dengan sombong.

"Astaga. Kamu terlalu percaya diri," kesalku.

"Kak, liat aku. Sampai kapan mau terus menghindar? Harusnya kamu tunjukin siapa kamu, permalukan balik mereka, mereka nggak ada apa-apanya dibanding kakak,"

"Kakak cuma pengen hidup tenang Al, please," pintaku memohon.

"Bahkan hidup kakak udah nggak tenang dari setahun lalu, dan belakangan ini makin parah." ketusnya.

"Al..."

"Ck. Ya udahlah, silakan kakak turun, dan jangan lagi minta bantuan sama aku nantinya,"

Aku tersenyum padanya. "I'll be fine," kataku sebelum akhirnya turun dari mobil.

Allysha langsung menjalankan mobilnya saat pintu mobil sudah ku tutup. Aku tahu sekarang dia marah padaku, tapi aku harus selalu menjaga jarak dengannya. Aku tidak mau dia sampai ikut dibully karena berada di dekatku.

Aku memasukan kedua tanganku ke dalam saku jaket. Memandang lurus trotoar yang sedang aku lewati. Kadang aku merasa sangat lelah dan bosan dengan semua ini, tapi disisi lain ini adalah ujian yang sedang Tuhan berikan untukku, dan aku harus kuat menghadapinya. Mungkin benar caraku dalam menghadapi salah, keliru, terlalu santai, bahkan terlihat tidak peduli, bahkan sewaktu-waktu masalah ini bisa membuatku hancur, aku tahu. Hanya saja aku memang terlalu malas untuk mempedulikan hidupku sendiri. Hidupku telah berakhir sejak dia meninggalkanku sendirian disini.

Aku berjalan memasuki area kampus, baru saja kakiku melangkah aku sudah mendapatkan tatapan tajam dan sinis dari banyak orang. Aku hanya bisa tersenyum getir, pagiku sudah di mulai dengan sesuatu yang buruk sepertinya.

"Diva!" teriak salah seorang mahasiswi yang kukenali sebagai Asya.

Aku menatapnya yang berlari denga tergopoh-gopoh ke arahku.

"Diva, kita hari ini bolos aja yuk. Nanti aku yang tanggung jawab sama Pak Rektor soal ini deh," katanya tiba-tiba.

Aku menatapnya bingung, dekat tidak tapi tiba-tiba datang dan mengajakku membolos? Yang benar saja.

"Sorry tapi aku harus kuliah," tolakku kemudian meninggalkannya.

"Eh nggak usah kuliah, nanti ada rapat makanya nggak akan ada kelas," katanya masih mencoba membujukku.

[C]LOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang