Ch 05: Fuji Camera

19.5K 798 7
                                    

***

Hari berikutnya, di siang hari.

Situasi tenang dirumah dan seperti biasa saat pulang, Iva mengupas beberapa buah lalu memberikannya pada dua adik lelaki yang tengah duduk di sofa depan sambil memakan camilan. "Raka, Arvin, aku mengupas buah jadi.. eh? Apa yang kalian lakukan?"

Raka bergerak gusar, terlihat berusaha melepas rangkulan namun kelihatannya seme itu tak ada niat memberi jarak meski hanya setengah inci. Jari telunjuk dan tengah Arvin bermain di pundak Raka, menggerakkan naik dan turun seperti kaki melangkah. "Kak, kak.. lepas.."

"Arvin?" Tanya Iva lagi sambil mendekat, meletakkan semangkuk potongan buah segar di meja. Kedua matanya menatap heran kearah mereka, sebelumnya saat dia pulang sikap Arvin tak sedekat ini.

Arvin hanya menaikkan bahu tak peduli, matanya tetap melihat tv namun Raka yakin pikirannya melayang jauh. Menunduk dalam menahan marah ingin memukul Arvin, ekor mata Raka melirik Iva tengah menatapnya. "Kalian kenapa?" Tanya Iva lagi.

"Tidak ada. Apa kebiasaan ibumu menurun?"

"Hah?" Iva tidak mengerti.

"Berhenti urusi urusan orang lain, fokus saja pada dirimu sendiri." Ujar Arvin ketus.

"Aku hanya bertanya, apa salah?"

"Kau mengganggu acara."

Iva mulai tersinggung. Dia yang sebelumnya ingin duduk di sofa sebelah segera bangkit lalu pergi tanpa mengucap sepatah kata lagi. Arvin masih tampak tenang dan memang seperti itu namun Raka disampingnya panik, ia ingin mengejar Iva namun lengannya ditahan.

"Kak, jangan bicara seperti itu."

"Sudah biarkan saja."

0o0


Sore sekitar pukul empat

Memejamkan mata setengah tidur dengan headphone terpasang nyaman, guling di pelukan Raka ditekan semakin kuat, hidungnya mencium aroma wangi seprai. Beberapa kali dia mendengar namanya dipanggil namun sengaja tak bergeming karena malas, alhasil pintu kamarnya terbuka. "Ayo." Ujar Arvin singkat.

"Sekarang?"

Arvin tersenyum lebar sambil mengulurkan tangan membantu Raka bangkit. Astaga. Mungkin ini pertama kali bagi Raka melihat senyum tulus dari lelaki di hadapannya, berlangsung cukup lama.

"Ah, tunggu. Pakai itu untuk jalan pertama kita." Ujar Arvin sambil mengulurkan atasan dengan warna cerah.

"Ini? Milikmu?"

"Sudah beberapa tahun yang lalu namun masih terlihat baru. Itu outer favoritku ketika aku masih kurus." Ia tertawa. "Kau tahu kan?"

"Ototmu sudah jauh lebih besar." Ujar Raka sambil terkekeh tapi memang benar. Raka ingat persis saat ada paket datang kerumah, sangat jarang ada yang memesan dan ternyata milik Arvin. Atasan di hadapannya inilah isi dari paket itu. Satu alasan Arvin membeli bukan karena ingin memakai karena jika dipakai maka ia seharusnya membeli 2size lebih besar.

"Itu atasan limit jadi harus kumiliki." Alasan sederhana yang membuat orang berkantung tipis akan menangis mendengarnya. "Pakai itu. Aku akan memanaskan motor."

Arvin keluar kamar setelah mengatakan sedangkan Raka langsung bangkit, mencuci muka lalu gosok gigi sebelum kembali ke kamar menatap pantulan diri dengan atasan yang sedikit kebesaran. "Ternyata aku kurus banget.."

Menghabiskan waktu sekitar 10menit untuk sampai di tujuan, tak terlalu lama namun raut wajah Raka menunjukkan ia telah kelelahan. "Kamu kenapa sampai berkeringat gini?" Tanya Arvin sambil meraih tissu dari saku Raka lalu mengusap keringat ukenya itu.

My Big Bro! (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang