Dendam itu memang tak boleh. Tapi melepaskan sakit hati ke orang itu boleh. Heheh.
Mysha Gladis Madison
"Pokoknya Om harus cari motor saya! Saya nggak mau tahu!" decak Mysha telah berada di dalam mobil.
Lelaki itu menoleh menatap gadis nyinyir ini. "Motor kamu sudah saya taruh di bengkel. Jadi ... don't worry," tukasnya kemudian melajukan mobil itu berkecepatan standar.
Mysha mengambil dompet lelaki itu yang tertera di sampingnya. "Eh mau ngapain?" tanyanya hingga mata sedikit membesar.
Mysha melirik sebuah kartu persegi panjang bertuliskan kartu tanda penduduk. "Marvin Allaver ... lahir tahun--ih tua banget!"
"Berikan dompet itu!" perintahnya sembari merebut dari tangan Mysha.
"Ih apaan sih, Om. Don't touch me, Uncle!" Mysha menunjuk tangan Marvin yang memegang pergelengan tangannya.
Sontak Marvin melepaskan pegangannya. "Berikan! Atau--"
"Atau apa, Om?" tanya Mysha tak berdosa.
"Atau saya kasih kamu sp." Marvin mencoba mencari alasan yang tepat.
"Heh?" Bibir Mysha tersungging. "Surat peringatan? Yaelah, emang Om tau saya sekolah di mana, enggak kan?" Mysha merasa puas setelah membuat lelaki itu tak mendelik.
Marvin menancap rem mobilnya hingga terhenti. Membuat kepala gadis ini hampir saja terbentur.
"Om! Bisa bawa mobil nggak, sih? Kalau saja kepala saya terbentur hingga amnesia, Om mau tanggung jawab?" omelnya seolah-olah teraniaya.
Marvin menghela nafasnya berat. Tanpa menoleh ke arah gadis itu. "Kamu sekolah di Marver High School. Anda telah menduduki kelas dua belas. Memiliki jabatan sebagai ketua osis padahal tak berpendirian. Mempunyai hobi bernyanyi, Menyukai artis-artis Korea terutama Bangtan Soyeondan. Bertempat tinggal di salah satu rumah di kompleks green house," tuturnya lancar.
Mata Mysha terbelalak, mulutnya menganga lebar tak percaya. Kenapa ucapannya sangat rinci sekali. Kenapa orang berwajah asing itu mengetahui bibit bebet bobot kehidupannya. Hingga sampai mengetahui ke hobi-hobinya. Bahkan di mana ia tinggal juga tahu. Apa di sampingnya ini benar-benar manusia atau jelmaan-jelmaan jin laut?
Mata Mysha menyipit curiga. "Om tukang stalker? Atau orang-orangan dari luar negeri? Hah dukun internasional, ya?" tanya sembari menunjuk wajah lelaki itu.
Marvin tersenyum kecut. "Andai saja yang saya tabrak bukan kamu."
Mysha merasa geram. "Ya pantaslah Om menyesal karena nabrak gue, jika gue meninggal, jelas-jelas gue hantuin Om seumur hidup!" balasnya setengah kesal.
Mysha bergidik ngeri ketika berdekatan dengan lelaki asing ini. Sudah beberapa hari ini ketika bertemu dengannya, mengapa dia bisa membaca pikiran orang. Apa dia paranormal? Atau--ah sudahlah terpenting dirinya dan motor telah selamat. Jika saja motor kesayangannya itu rusak. Mungkin ia tak keluar kamar selama tiga hari menangisi kepergian motornya. Seakan kehilangan kekasih saja. Padahal hanya sebuah benda.
Tiga puluh menit berlalu, mobilnya terhenti di sebuah rumah yang tak asing lagi menurut Mysha. "Kenapa Om bisa tahu kalau rumah gue di sini? Jangan-jangan Om tukang begal? Atau naksir sama gue? Makhlumlah Sang ketua osis terhits di Marver School." Menaik turunkan alisnya beberapa kali, seolah-olah dirinya itu terlihat terlalu keren.
"Now, kamu boleh keluar," ucap Marvin tanpa menoleh.
Mysha menatap tajam Marvin. "Sorry to say, jangan harap seorang Mysha bakal naksir sama, Om ...," lirihnya lalu beranjak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Love But Menikah?
RomanceRank : 29 #umum (18-07-2019) Pernah rank 5 dalam fiksi remaja. Bagaimana jika wanita yang kita cintai telah menghilang dengan waktu yang lama. Di saat ia sudah mulai melupakan sosok gadis itu, dia Kembali muncul, tetapi bukan dengan sosok yang bias...