27.

49 6 11
                                    


Teet ... teet ... teet.

Bel istirahat berbunyi, Adel langsung ditarik oleh Atta, sedangkan Ifa mengekor. Mereka berhenti di bangku paling belakang. Tatapan Atta seolah mengintimidasi.

"Jadi ... lo udah putus sama Arkhan? Kok bisa?"

Adel diam, bingung harus menjelaskan bagaimana. Tatapan Adel berganti menatap Ifa, hanya dia satu-satunya pelaku yang tahu kejadian tersebut.

Seperti tahu makna tatapan Adel, Ifa akhirnya angkat suara, "Sorry ya, Del. Kemarin gue ngelihat lo sewaktu sama Arkhan. Kalian berantem di sana, gue tebak pasti kalian putus. Mengingat kemarin lo teriak-teriak nggak je—"

"Ayolah, Del. Cerita! Masak gue tahu info itu dari mulut Ifa. Gue pengin denger ceritanya langsung dari lo sendiri. Kita temen, kan?" ucap Atta yang tiba-tiba saja memotong pembicaraan Ifa sambil memohon kepada Adel.

Melihat ekspresi Atta yang membuat jiwa Adel bergejolak sambil mengembuskan napasnya kasar, terpaksa Adel pun bercerita. Di mulai dari perubahan sifat Arkhan, kemunculan Arkhan tiba-tiba yang membawanya pergi sewaktu les private bahasa Inggris sampai kejadian Arkhan yang memutuskan hubungannya secara mendadak lusa sore.

Ada perasaan sakit sewaktu menceritakan ulang kejadian tersebut, tiba-tiba saja buliran bening menetes, merembes membasahi pipi Adel.

Dengan sigap Ifa membawa kepala Adel dalam dekapannya, menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Ifa.

Mendengar cerita Adel, membuat Atta terbawa emosi. "Udah, Del! Orang kayak gitu gak usah ditangisi!" murka Atta dengan emosinya yang meledak-ledak, "lupain dia! Gue adalah orang pertama kali bilang lo bodoh kalau lo sampai balikkan sama Arkhan! Ucamkan itu!"

Mendengar pernyataan itu membuat jiwa Adel memanas, bahkan sahabatnya sendiri pun tidak merestui hubungan mereka.

Di lain sisi Adel mengamati telapak tangannya yang tadi dipegang oleh Arkhan sewaktu perjalanannya menuju warung Ibuk. Entah, di lubuk hati yang paling terdalam Adel meyakini bahwa Arkhan masih mencintainya. Mengingat ekspresi memohon Arkhan tadi yang berhasil membuat Adel berada di zona kebimbangan; menuruti kemauan sahabatnya atau mengikuti kata hatinya.

***

Bel pulang sekolah kali ini tidak menggairahkan bagi Adel, berbeda dengan murid lainnya. Seakan tergambar jelas dalam wajah mereka yang tampak berseri, berteriak sambil meninju-ninju tangannya ke udara. Begitu juga dengan Liana yang masih bersiap-siap untuk pulang.

Tidak tega melihat sahabatnya bersedih, Atta langsung menghampiri meja Liana sebelum beranjak dari bangku—menanyakan apakah Paskib terlibat dalam putusnya hubungan Adel dengan Arkhan—mengingat Liana adalah senior Paskib di sana.

Betapa terkejutnya Adel saat mengetahui suatu fakta tersebut, mata Adel melebar. Keringat dingin seakan membanjiri tubuhnya.

"Seminggu yang lalu kalo nggak salah, sewaktu tersebar hubungan Adel sama Arkhan. Gue sama senior yang lain emang langsung menanyakan hal ini sama Arkhan. Di organisasi kita punya aturan tegas kalau nggak boleh pacaran ... dan mereka tahu itu! Kenapa dilanggar? Itu resiko!"

Mendengar cerita tersebut membuat naluri Adel sebagai perempuan juga ikut merasakan, pasti Arkhan tertekan diperlakukan seperti itu dan terpaksa memutuskan hubungannya meskipun Adel yakini bahwa Arkhan masih mempunyai perasaan yang sama.

"Tapi, Na. Bukankah angkatan lo juga banyak yang pacaran, ya?" sangkal Atta tak terima.

Di angkatan Liana memang banyak senior Paskib yang sedang menjalin Cinlok di sana, lalu mengapa junior dilarang pacaran sedangkan seniornya tidak?

Mocca (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang