16.

91 21 85
                                    


Entah, setelah anak jalanan yang tiba-tiba saja menyerang mereka kabur, Arkhan langsung mengusir Kabol, Attak dan Badrud untuk pergi dari tempat itu juga, agar tidak ada orang yang tahu. Arkhan terpaksa menyembunyikan komunitas PUNK tersebut kepada semua orang untuk menjaga nama baik keluarganya.

"Eh, Ar. Cowok berandalan tadi yang nolongin kita ke mana?" ucap Abe sambil mendudukkan pantatnya ke tanah dan memegang kerah baju, lalu menarik ke atas, ke bawah seolah menjadikannya kipas agar mampu mengeringkan keringat yang terus menetes melewati dada cowok tersebut.

"Udah pergi," jawab Arkhan dengan nada santai. Kali ini Arkhan berdiri lalu membantu Adel untuk berdiri juga.

Sedetik kemudian bola mata Abe membulat, ia teringat sesuatu. "Pablo!" teriak Abe sambil bergegas mencari ikan cupang kesayanganya.

Wajah Abe berubah semringah saat mendapati hewan tersebut masih berada di tempat persembunyiannya tadi.

Saat mereka bertiga sudah sampai ke tempat parkir semula, terlihat supir pribadinya Abe sudah datang menjemput menggunakan mobil Sedan berwarna Silver. Abe berlari sambil melambaikan tangannya kepada Arkhan dan Adel saat ingin memasuki mobil.

Setelah itu, Arkhan langsung mengambil motornya ke tempat parkir. Selama perjalanan pulang, Adel menyenderkan kepalanya di pundak Arkhan. Sesekali Arkhan menoleh sambil menepuk pelan puncak helm yang Adel kenakan. Seperti biasa Adel selalu meminta Arkhan untuk menurunkannya di pinggir jalan gang depan rumah. Tanpa berkata apa pun, Arkhan selalu menurut.

Adel mengembuskan napasnya pelan ketika sampai di depan rumah. Ekspresi Adel berubah muram saat melihat guru private-nya sudah berada di ruang tamu. Aktivitas itu terasa monoton hingga hari berganti gelap dan saatnya berlayar ke pulau kapuk.

***

Pagi itu untuk pertama kalinya Arkhan berangkat sekolah bersama Adel. Iya, meskipun harus datang terlalu pagi agar tidak ada orang yang tahu. Arkhan takut bila ketahuan oleh senior Paskibra kalau mereka berdua sedang bersama, maka ia akan dihukum habis-habisan. Di organisasi yang terkenal kejam itu memang melarang keras junior yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Paskibra untuk berpacaran agar bisa fokus latihan.

Sekarang Adel sudah berganti pakaian mengenakan baju olah raga dengan seragam yang ia taruh di wastafel dengan cermin besar yang ada di kamar mandi. Adel sedang memperlihatkan bayangan wajahnya ke benda tersebut sambil menguncir rambutnya seperti ekor kuda.

Beberapa menit setelah itu pintu kamar mandi terbuka, bertanda ada seseorang yang masuk. Adel menoleh ke sumber suara lalu kembali menatap cermin besar itu sambil merapikan bajunya.

"Oh, ini yang namanya Adel."

Suara itu terdengar pelan di pendengaran. Adel merasakan ada sesuatu yang mengganjal di antara kerongkongan yang membuatnya kesusahan untuk menelan saliva. Ia mendelik sambil sesekali melirik. Perempuan itu bukan tipe orang yang langsung bicara blak-blakan di depan orang yang secara gamblang berani membicarakan dirinya. Dengan napas memburu, Adel langsung mengambil seragamnya yang ada di atas wastafel lalu berlari ke arah pintu keluar. Namun, rencananya gagal saat kaki itu berhasil dijegal oleh seseorang.

"Ups, nggak sengaja."

"Ih, mau ke mana sih, buru-buru amat."

Seakan suara itu saling bersahutan lalu disusul tawa yang membuat Adel mati kutu di tempat.

"Can-tik, lo tau, kan? Arkhan itu milik Alessa!"

Suara yang sengaja diberi penekanan di awal kalimat mampu membuat Adel membeku, kakinya bergemetar hebat dengan tangan yang terus mencengkeram erat kaos olah raga dari bawah.

Setelah mendengar ucapan itu, Adel langsung berlari sambil memeluk erat seragam sekolah dengan air mata yang berusaha keluar dari bola matanya.

***

Hari ini adalah seleksi lari untuk mewakili sekolah SMA Pelita Bangsa dalam perlombaan Running Competition.

Setelah Adel menaruh seragam sekolahnya di kelas. Perempuan itu menatap ke bawah, merasakan seperti ada udara masuk melalui cela sepatu. Lalu, ia menepi saat dirasa dirinya menghalangi pintu masuk di kelasnya. Adel berjongkok, mencoba memeriksa lebih lanjut lagi. Ternyata dugaan Adel benar, bahwa sepatu olah raga yang sedang dipakai sobek di bagian depan.

Ada rasa kecurigaan di benak Adel, mungkinkah ini ada hubungannya dengan geng Alessa yang tadi bertemu dengannya sewaktu di kamar mandi?

Dengan segera Adel menepis pikiran tentang itu. Bagaimanapun Adel menuduh seenaknya tanpa bukti. Namun, kalau bukan mereka pelakunya, lalu siapa orang yang berani merobek sepatu Adel hingga berlubang? Terlihat jelas dari sobekannya yang rapi seperti bekas guntingan.

"Eh, kenapa sepatunya? Rusak ya? Ini peringatan aja sih. Sebelum Alessa masuk ke sekolah, gue ucamkan lagi buat loh, Del! Jauhin Arkhan, kasihan Alessa sampai Otname di rumah sakit gara-gara lo!"

Sontak suara tersebut membuat Adel mendongak. Dua orang perempuan yang tadi bertemu dengannya di kamar mandi, sekarang sudah berdiri di hadapan Adel.

"Ma-maksudnya, Kak?" tanya Adel polos.

Karena memang Adel merasa tidak terlibat dari permasalahan tersebut. Ia hanya sekadar tahu bahwa Alessa sedang sakit dan itu pun dari Arkhan.

Tanpa berniat menjawab pertanyaan dari Adel, mereka-Rawni dan Rien-langsung pergi meninggalkan tempat tersebut.

Terjawab sudah pertanyaannya, bahwa Rawni dan Rien adalah pelaku yang merusak sepatu miliknya. Adel baru ingat, bahwa sepatu olah raga ini memang ditinggal di kelas saat ia sedang berganti pakaian di kamar mandi.

Adel mengembuskan napas pasrah sambil kembali menatap sepatunya yang naas. Tiba-tiba saja Adel melihat sepatu yang menggantung di hadapan. Dengan segera Adel menelusuri tangan yang sedang memegang sepatu tersebut hingga terlihatlah pemiliknya.

"Arkhan?"

"Pakai sepatunya, bentar lagi seleksi dimulai. Jalanan terjal dan berbatu."

"Eh, ngapain kamu ke sini? Sana, bentar lagi bel masu-"

Tanpa berkata-kata lagi, Arkhan langsung berjongkok lalu melepaskan sepatu Adel yang rusak dan menggantinya dengan sepatu milik Arkhan yang terlihat kebesaran. Namun, diberi kapas di bagian dalam sepatu agar cukup di kaki Adel yang mungil. Sedangkan perempuan itu hanya bisa diam dan terpukau saat Arkhan memperlakukan dirinya bak pangeran raja yang sedang memasangkan sepatu milik Cinderella.

"Sepatu ini dibuang aja, ya? Nanti pulang sekolah beli lagi," ucap Arkhan sambil tersenyum.

"Eh, Ar-"

Secara tiba-tiba terdengar suara peluit yang menyebabkan Arkhan menoleh, seperti dikomando Arkhan berpamitan kepada Adel untuk pergi dari tempat itu.

Semua peserta lari dari kelas satu sampai kelas tiga sudah bersiap-siap membuat barisan. Adel menatap Arkhan dari kejauhan saat cowok itu tidak meninggalkan lapangan, malah mengambil motornya bersama anggota OSIS di sana.

Adel tertegun, matanya menyipit dengan dahi yang berlipat. Apa itu alasan Arkhan mengajaknya berangkat pagi karena ia menjadi panitia dari lomba ini?

Iya, sekarang Adel sedang menertawakan dirinya sendiri. Mana mungkin seorang Aldiano Arkhan Mahendra rela berangkat pagi hanya karena ingin mengantarkan dirinya ke sekolah?

***

Salam author dari jember.

Muaaaach💋💋

Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟



Mocca (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang