35

61 4 0
                                    


Hari sudah mulai gelap, tetapi mereka—Arkhan, Adel, Kabol, Attak, dan Puput—masih berada di jalanan. Entah, sudah berapa jauh mereka melangkah, biasanya pada jam-jam seperti ini sudah tak ada angkutan umum yang melintas.

Arkhan menyuruh kawan-kawannya untuk beristirahat terlebih dahulu saat melihat Adel yang kelelahan. "Bang, berhenti dulu." Begitulah Arkhan, apabila ada maunya pasti menyisipikan kata "Bang" agar keinginannya terpenuhi.

Seperti dikomando, kawan-kawannya itu menoleh dan berhenti saat Arkhan dan Adel berdiri—beberapa meter—di belakang mereka. Sorot mata Attak terlihat was-was saat melihat pemandangan kanan, dan kiri hanyalah persawahan.

"Maaf, ya. Gara-gara gue perjalanan kalian jadi terhambat." Adel yang sedang selonjoran dengan kepalanya yang bersandar pada dada Arkhan saat laki-laki itu sedang berjongkok—di sebelah kekasihnya—sambil melingkarkan tangan dan mengusap-usap pelan pundak Adel, mencoba memberikan kenyamanan.

Puput kemudian berjalan mendekati Adel dan duduk di sisi satunya. "Santai aja kali." Perempuan itu tersenyum ke arah Adel sambil melingkarkan tangannya pada lutut kaki—yang ditekuk—lalu menatap ke jalan raya yang tampak sepi.

Sedangkan Kabol tidak bisa diam. Laki-laki itu berjalan mondar-mandir melintasi jalan raya yang sepi lalu sesekali tiduran di aspal.

Ada yang aneh, pikir Attak saat menatap sawah jagung tersebut yang bergerak dengan sendirinya, padahal di bagian satunya tidak ada gerakan sama sekali.

Beberapa menit kemudian terdengar suara tembakan, sontak Arkhan langsung menoleh ke sumber suara dan melepaskan pelukannya pada tubuh Adel, hingga membuat kepala perempuan itu hampir mencium tanah.

Arkhan berdiri, lalu diikuti Kabol yang mengekor di belakangnya, sedangkan Puput tetap berada di tempat bersama Adel.

Suara teriakan Kabol berhasil memancing Adel dan Puput untuk menyusul mereka. "Attak!"

Suara krasak-krusuk terdengar jelas saat Adel dan Puput berjalan di antara sawah jagung yang sudah tinggi, dan lebat.

Kelopak mata Adel membulat sempurna sambil menganga tak percaya saat menyaksikan pemandangan yang ada di depan. Attak yang sudah lemas tak berdaya di tanah dengan darah yang merembes, lalu tepat di samping laki-laki itu terlihat seseorang yang selama ini Adel rindukan.

"Bundaaa!"

***

Beberapa jam setelah kepergian Harris, Abe datang ke tempat tersebut.

"Dasar nggak becus!"

Kusuma terlihat murka, beberapa tamparan yang dahsyat sudah mendarat sempurna di pipi Abe.

Sedangkan Abe hanya diam sambil terduduk di bawah, menatap ke lantai dengan tatapan sendu.

"Cepat cari Arkhan!"

Dengan segera Abe bangkit, meninggalkan tempat tersebut. Namun, ada sedikit jeda saat Abe berpikir ke mana ia akan mencari Arkhan?

Pikirannya tiba-tiba saja teringat sesuatu, ketika ia sedang bersama Arkhan beberapa bulan yang lalu saat ada sekelompok orang yang menghadang perjalanan mereka, tanpa ampun sekelompok itu menghabisi Arkhan sampai tak sadarkan diri. Sebuah perahu terbentuk di bibirnya. Mungkin di sana, pikir Abe sambil menuju ke mobilnya dan bergegas keluar dari tempat itu. Namun, setelah ia sampai di tempat tersebut, ternyata jalanan tampak sepi.

"Sial!" umpatnya sambil memukul setir mobil, dan mengacak rambutnya frustrasi.

Di detik selanjutnya ada seseorang yang tidak sengaja menabrak mobilnya, kelopak mata Abe sempat terbelalak saat orang itu adalah Harris.

Mocca (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang