xxii

1.3K 266 11
                                    

Cerita ini tinggal 3 part lagi menuju ending:(( . Dan aku masih belum sanggup buat nulis epilognya😭





















 Dan aku masih belum sanggup buat nulis epilognya😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MingyuTemuin gue ditaman belakang sekolah, sekarang juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mingyu
Temuin gue ditaman belakang sekolah, sekarang juga.
Ada yang mau gue omongin.


Minju mengernyit heran membaca pesan singkat dari Mingyu. Tidak biasanya Mingyu mengirim pesan seperti ini. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Atau mungkin tentang berita itu?

Masih dengan pakaian serba hitamnya, Minju berjalan kearah taman yang tidak jauh dari rumahnya itu. Sesampainya disana, tampak disalah satu bangku ada Mingyu yang terduduk menunduk disana.

Tapi, tunggu dulu.

Ini masih jam setengah 11, belum waktunya pulang sekolah kan? Lalu, kenapa Mingyu sudah menenteng tas dan bukannya berada dikelas? Si butani ini ga mungkin bolos kan?

"Apa?" Tanya Minju, berdiri dihadapan Mingyu.

"Kenapa lo nyebarin berita itu?"

Minju mundur selangkah begitu melihat wajah merah padam Mingyu.

"Lo marah?"

Mingyu malah mencengkram erat pergelangan tangan Minju. "Jawab, pertanyaan gue!"

Minju tersentak.

"A—apa apaan sih?! Lepasin tangan gue!" Susah payah Minju melepas cengkraman Mingyu, "Iya, emang gue yang nyebarin. Trus kenapa? Lo emang pantes kan buat dapetin semua itu?!"

Tiba-tiba cengkraman tangan Mingyu merenggang, malah menatap Minju berkaca-kaca.


"Tapi kenapa?—"

"Apa lo masih belum puas, ngeliat gue menderita selama ini ju? Lo— lo tau kan gimana pentingnya rahasia itu bagi gue? Gue harus semenderita apalagi ju, biar lo puas? Biar lo bisa berhenti?"

Minju— gadis itu tersentak. Selain amarah Mingyu, tidak pernah sebelumnya Minju melihat pemuda itu sesedih ini.

Minju menggeleng pelan, menepis semua pikiran simpatinya.

"Lo pikir cuma lo yang menderita? Gausah sok sedih gyu, disini yang paling menderita itu gue. Bukan lo!" Minju mengepalkan tangannya, "Lo tau? Hari ini nyokap gue meninggal. Hari ini nyokap gue dimakamin. Dan lo tau—"

Melihat Minju yang jatuh terduduk sembari menangis terisak, membuat Mingyu mengernyit heran. Sebenarnya apa masalah gadis ini? Bukankah seharusnya Mingyu yang sedih disini? Tapi kenapa malah Minju yang menangis? Dasar gadis aneh.

"Lo kenapa sih—"

"Apa lo tau? Nyokap lo dengan gatau malunya dateng, dan bilang dia yang bakal gantiin posisi nyokap gue." Potong Minju.

"Bayangin gimana perasaan gue gyu, bayangin! Bahkan tadi itu masih dimakam nyokap gue. Tiba-tiba bokap dateng, bilang 2 bulan lagi dia bakal nikah sama nyokap lo." Mingyu terdiam mendengar penjelasan Minju, "Rasanya gue pingin mati aja gyu. Kalo gue ga inget Jinwoo masih butuhin gue, mungkin gue udah bunuh diri dari kemarin."

Hening. Hanya tangisan Minju yang terdengar.

Apa yang Minju bilang? 2 bulan lagi orangtua mereka akan menikah?!

Tanpa aba-aba, Mingyu langsung berlari meninggalkan Minju. Mingyu harus memastikan semua itu tidak boleh terjadi.






























"Itu cuma bohongan kan ma? Mama gaakan nikah sama ayahnya Minju kan? Ma, tolong jawab pertanyaan Mingyu." Setelah mengumpulkan semua keberaniannya, Mingyu akhirnya memutuskan untuk menanyakan hal ini.

Tidak peduli dengan pertanyaan Mingyu, Krystal tetap sibuk mengutak-atik remote tv, mengganti saluran tv. "Berisik."

Tapi tingkat penasaran Mingyu mengalahkan rasa takut terhadap ibunya, malam ini juga Mingyu harus mendapat jawaban pasti. Ibunya tidak boleh menikah dengan ayah Minju.

Mingyu tidak ingin hidup Minju lebih menderita lagi karena perbuatan ibunya.

"Ma— tolong dengerin Mingyu sekali ini aja. Mama harus hentiin hubungan mama sama ayahnya Minju ya? Ini demi kebaikan mama juga." Mingyu duduk dibawah kaki ibunya, berusaha meyakinkan. "Mama ga boleh ngerusak kebahagiaan orang lain lebih jauh lagi. Mingyu takut, mama bakalan kena karmanya suatu hari nanti. Mingyu cuma gamau mama kenapa-napa."

Merasa terusik dengan perkataan Mingyu, Krystal malah menendang asal tubuh Mingyu. Mematikan remote tv, lalu bangkit dari kursi.

"Bisa ga sih kamu gausah ngehalangin kebahagiaan saya? Hidup saya udah cukup menderita dengan adanya kamu. Apa saya ga boleh hidup tenang? Saya juga pingin bahagia!" Kesal Krystal.

"T--tapi, bukan dengan cara bahagia diatas penderitaan orang lain ma—" cicit Mingyu pelan.

Krystal mendengus sebal, lalu beralih pergi ke kamar. Membanting pintu dengan keras. Lagi-lagi tidak memperdulikan perkataan Mingyu.

✔️ Mère | Kim Mingyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang