Chapter V

1.4K 254 15
                                    

"Ayah dapat kabar bahwa kamu tidak lagi menerima kelas khusus, melainkan harus kembali ke kelas biasa. Itu benar, Yohan?" seorang lelaki paruh baya dengan perawakan tegasnya terlihat berdiri sembari melihat seorang pemuda di hadapannya yang tengah menundukkan kepalanya.

"I- iya, Ayah.." jawab pemuda itu, Yohan, disertai dengan anggukan kecil. Ia masih setia melihat ke bawah, tidak berani untuk melihat langsung seperti apa ekspresi ayahnya saat ini.

"Kamu tau seberapa kecewanya Ayah mendengar kabar itu?" tanya sang Ayah lagi. Yohan tidak sempat menjawab, namun sang Ayah justru kembali berujar, "Ayah baru saja pulang dari dinas dini hari tadi, namun kabar pertama yang Ayah dengar justru hal ini. Ayah kecewa, Yohan. Ayah kecewa!"

Yohan meringis pelan mendengar hentakan di akhir kalimat ayahnya, "m- maaf, Ayah.." lirihnya pelan. Ia menggigit bibirnya, berusaha meredam ketakutan yang dirasakannya kala itu.

Hembusan nafas berat terdengar dari sang Ayah, "berapa nilai ujian terakhirmu?"

"Eh?" Yohan sontak mendongak kala mendengar pertanyaan Ayahnya, berusaha memastikan apa ayahnya baru saja mengalihkan topik Taekwondo mereka menjadi topik akademis.

"Berapa nilai ujian terakhirmu, Yohan?" tanya ayahnya lagi, kali ini dengan lebih banyak tekanan dan nada kesal di dalamnya.

Yohan menelan ludahnya gugup. Seperti kita semua tahu, ia tidak terlalu ahli dalam hal akademis. Mengerjakan tugas saja dia masih kelimpungan, apalagi dengan ujian. Nilai ujiannya tentu saja tidak bisa dikatakan bagus sama sekali, walaupun syukurnya ia masih bisa lulus.

"Jawab! Kau punya mulut atau tidak, hah?!" teriak ayahnya tepat di depan muka Yohan, membuatnya refleks memejamkan mata dan menunduk takut.

"C, Ayah.." jawab Yohan sepelan mungkin.

"Bocah sialan," umpat ayahnya setelah mendengar jawaban Yohan yang masih bisa ia dengar dengan jelas, "kau keluar dari kelas khusus, dapat hasil ujian C, dan sekarang masih berani keluar sampai dini hari. Kau pikir ini semua hanya main-main, hah?!"

Yohan mengernyitkan dahinya tak suka saat sang ayah menuduhnya bermain sampai dini hari. Kenapa ia bisa terkesan semain-main itu padahal sebenarnya ia berusaha mati-matian menyeimbangkan segalanya? Lagi, ia keluar sampai dini hari demi menyelesaikan tugasnya dengan bantuan Hangyul! Ia sama sekali tak ada niat main-main.

"Yang kulakukan sampai dini hari itu bukan main-main, Ayah," bantahnya setelah memberanikan diri, "aku mengerjakan tugas kuliahku bersama teman!"

"Teman macam apa dia? Apa dia penyebabmu menjadi seperti ini? Teman yang membuatmu keluar dari kelas khusus dan mendapat hasil ujian C?" tanya sang ayah disertai tawa sarkas.

Respon sang ayah membuat Yohan mengepalkan tangannya kesal. Ia memang baru bertemu dengan Hangyul, pemuda yang kadang menyebalkan dan jalan pikirannya sedikit banyak tidak Yohan mengerti, namun Yohan tahu dia bukan orang dengan pengaruh buruk karena sejauh ia bersama sang pemuda, belum ada hal negatif yang terjadi dalam dirinya. Kalau boleh jujur, Hangyul secara tak sadar malah cukup banyak membantunya.

"Aku baru bertemu dengannya akhir-akhir ini, tidak ada hubungannya dengan semua itu," ujar Yohan lagi. Entah kenapa kini ia malah seakan sibuk membela Hangyul di hadapan sang ayah.

Sang ayah mendecak pelan dan masih melihat Yohan dengan tampang meremehkan sebelum akhirnya menoyor sang pemuda, "ingat, Yohan. Kau tidak akan bisa sukses kalau terus seperti ini. Berusahalah lebih keras lagi, kalau perlu sampai rasanya kau ingin mati. Ayah tidak ingin mendengar kabar seperti ini lagi saat pulang nanti, atau kau jelas akan menyesal."

Ancaman sang ayah membuat Yohan mengeraskan rahangnya kesal. Ayahnya memang tidak bisa dibantah dan selalu serius dengan ucapannya. Terakhir kali Yohan membantah tentang tidak ingin kuliah, pada akhirnya pemuda itu tetap harus masuk kuliah karena ayahnya telah mendaftarkan dirinya melewati jalur prestasi Taekwondo.

It's A Lot More Than A Taekwondo • YohangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang