B A T A S || 7

1.8K 308 5
                                    



     TAK terasa jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Satu jam lebih lama dari perkiraan Ave. Ternyata berbincang dengan Atlas terasa menyenangkan. Cowok itu memiliki sisi unik yang membuat Ave tak habis pikir, namun harus Ave akui kalau pesona cowok itu benar-benar kuat. Atlas bisa memberikan aura yang hangat dan tegas di saat yang bersamaan.

     "Woah nggak terasa kita udah ngobrol lebih dari 4 jam, gue rasa wawancaranya sudah lebih dari cukup." Ave mematikan tape recorder, merapikan berkas pertanyaan dan menyimpannya di dalam tas.

     "It was nice to talk with you."

     "My pleasure." Ave tersenyum kecil. Dia menatap layar ponselnya yang tidak menunjukkan adanya notifikasi pesan dari Aga, padahal Ave sudah mengabari Aga dari 30 menit yang lalu kalau dia akan selesai. Ave menghela napas pendek. Jemarinya memencet tombol telepon. Semoga saja Aga cepat mengangkat.

     "Lo pulangnya gimana? Bawa kendaraan?"

     Ave mengalihkan pandangannya dari ponsel kepada Atlas kemudian menggeleng pelan. "Nggak."

     "Dijemput pacar?"

     Ave mengerjap sesaat, sebelum menjawab, "Belum tahu."

     "Belum tahu?" Kedua alis Atlas bertautan dengan sempurna. Jawaban gamang Ave membuatnya bingung.

     "Maksud gue, gue belum tahu dijemput atau nggak."

     "Ooh, pacar lo tega juga biarin ceweknya pulang sendirian malam-malam begini."

     "Gue nggak dijemput pacar gue," Ave menahan kertakan giginya sendiri. Dia merasa kesal harus menjelaskan dengan detail ke Atlas yang notabene baru dia kenal beberapa jam. Dan juga Ave kesal karena dia terjebak dalam permainan kata-kata Atlas yang mampu membuat Ave memberikan informasi yang diinginkan cowok itu.

     "Teman?"

     "Sahabat," tandas Ave.

     Atlas bisa melihat kekesalan di wajah Ave dan memutuskan untuk tidak menekan cewek itu lagi. "Sudah dapat kepastian bisa dijemput atau nggak?"

     "Kenapa? Lo mau nganterin gue?"

     "Kalau gue bilang iya, lo mau?" Ave hendak menjawab namun ternyata Atlas belum selesai, "kalau gue bilang nggak, lo malu 'kan?"

     Ave menatap tajam Atlas sebelum kembali menatap layar ponselnya.

     Averanska:

Ga, gimana?

Kalau emang nggak bisa bilang aja.

Minimal misscall kek.

     "Masih belum dapat jawaban?" Kali ini Atlas bertanya dengan lebih sabar. Tidak ada nada mengejek seperti sebelumnya.

     "Belum," Ave mengunci layar ponselnya, "kalau lo mau balik, duluan aja. Gue nunggu kabar dia dulu, takutnya dia udah on the way kesini."

     "Gue belum mau balik kok," jawab Atlas santai.

     "Ngapain? Ini 'kan udah malam."

     "Di luar masih hujan lebat. Gue nggak bawa jas hujan." Benar kata Atlas, di luar langit sudah sangat gelap dan hujan turun dengan deras. Ave baru sadar setelah memperhatikan jalanan yang mulai digenangi air. "Mau pesan cemilan nggak? Gue laper nih. Lo mau apa? Kentang goreng? Atau kue?" 

BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang