B A T A S || 26

1.3K 198 9
                                    


     PESTA perpisahan antara pengurus lama dan baru USEA Magazine diadakan di salah satu kafe yang berada di daerah Jakarta Selatan. Sebagai salah satu panitia, Ave datang terlebih dahulu untuk mengecek perlengkapan dan kesiapan acara agar tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.

     Mereka menggunakan lantai 2 kafe dan mendekor dengan hiasan balon, bunga, hingga confetti yang digantung di langit-langit kafe. Ave membantu melipat kertas origami untuk dibentuk origami bangau yang hendak dipasang di atas meja.

     "Kak Ave, biar gue saja yang urus," Ghea meletakkan kardus berisi properti di atas sofa dan menghampiri Ave yang duduk di lantai. "Ini 'kan pesta perpisahan buat angkatan kakak, masa kakak yang ikut nyiapin."

     "Kan gue juga panitia, nggak pa-pa lah bantu-bantu."

     "Tapi kakak jadi panitia 'kan secara sukarela karena kami kekurangan orang, kami nggak bisa repotin kakak lagi," ujar Ghea tulus.

     "Ya sudah, nih kalau lo mau lipat-lipat," Ave menyerahkan sisa kertas origami ke Ghea, "gue mau ke bawah dulu buat cek makanan dan koordinasi sama pelayannya. Nggak pa-pa 'kan?"

     Ghea mengangguk mengiyakan, Ave menuruni tangga dan berbicara dengan pelayan mengenai persiapan acara mereka dan mengecek makanan serta minuman yang sudah dipesan. Tak lama kemudian, anggota USEA Magazine lainnya mulai berdatangan dan acara pun dimulai.

     Para anggota baru USEA Magazine memperkenalkan diri mereka dan para alumni pun turut hadir untuk meramaikan. Suasana yang awalnya canggung mencair berkat ice breaking dan games-games yang dibuat panitia. Ave terhanyut dalam acara sehingga lupa akan kesedihannya akhir-akhir ini.

     "Eh puddingnya belum keluar ya?" tanya Ave ke Qory, yang juga panitia acara perpisahan.

     "Ada pudding ya? Gue nggak tahu Ve, boleh tolong tanyain ke bawah nggak? Gue mau urus soal door prize dulu."

     "Oh, oke." Ave bergegas menuju lantai dasar dan mencari pelayan yang ber-koordinasi dengan Ave tadi. Setelah mengingatkan pelayan itu, Ave hendak kembali ke lantai dua namun suara familiar menghentikan langkah kakinya.

     "Ave...?"

     Suara itu.

     Ave membeku sesaat. Dia tidak berani memutar tubuhnya untuk menatap wajah sang pemilik suara. Terdengar langkah kaki yang mendekat, tapi Ave tetap diam bergeming. "Averanska 'kan?"

     Perlahan namun pasti Ave memutar tubuhnya dan pandangannya beradu dengan sosok yang memiliki postur tubuh tidak terlalu berbeda darinya. Pria itu mengenakan pakaian kasual, namun yang Ave ingat saat pria itu dibalut seragam putih abu-abu. Rambutnya yang dulu cepak kini tidak terlihat karena tengah ditutupi topi. Ave membutuhkan waktu cukup lama untuk memberanikan diri tersenyum dan berkata, "Kak Adler."

     Pria itu tersenyum canggung, namun tetap bertanya, "Apa kabar?"

     "Tentu saja baik," Ave memberi jeda sejenak, "setelah kakak meninggalkanku begitu saja."

     "Sudah lebih dari 4 tahun kita berpisah tapi kamu nggak banyak berubah." Adler tidak menanggapi perkataan sinis Ave.

     "Terima kasih tapi aku nggak bisa lama-lama ngobrol sama kakak. Aku harus pergi sekarang karena ada acara."

     Ave sudah berjalan beberapa langkah namun lagi-lagi suara Adler menghentikannya. "Kamu sekarang pacaran sama Aga?"

     Muncul perasaan kesal yang mencuat lagi dari dalam diri Ave. Dia jadi ingat, dulu ketika berpacaran dengan Adler, cowok itu selalu menuduhnya yang aneh-aneh dengan Aga. "Kami nggak pernah pacaran. Dan nggak akan pernah pacaran," tandas Ave jengkel.

BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang