B A T A S || 18

1.4K 231 17
                                    


     AGA terpaksa pulang ke rumah karena Mario, kakak sulungnya, kembali ke Jakarta setelah sekian lama berada di negeri orang. Sudah menjadi tradisi keluarga Soedjono yang ditetapkan Maura bahwa setiap Mario pulang, semua orang harus ada di rumah menyambutnya, tak terkecuali Aga dan Veron, sang ayah.

     Meski hubungan Aga dengan Veron sudah tidak seburuk dulu, namun hubungan mereka menjadi dingin. Sejak Aga kecil, Veron paling senang mengomeli Aga karena Aga yang bandel. Aga memang berbeda dari Mario yang sangat patuh dan Reon yang cenderung pendiam. Aga suka membantah ayahnya dan melakukan hal yang dia sukai.

     Makanya ketika Aga tidak mau kuliah di luar negeri apalagi masuk jurusan yang diinginkan ayahnya, Veron marah besar sampai-sampai Maura harus turun tangan mendamaikan mereka. Itu adalah pertama kalinya Aga melihat sosok ayahnya benar-benar serius dengan ancamannya. Veron hendak mencoret nama Aga dari Kartu Keluarga dan Aga bisa melihat betapa seriusnya Veron saat itu.

     Memang salahnya yang melawan namun Aga tidak mau hidup di jalan yang diatur Veron. Dia memiliki mimpi dan cita-cita yang hendak dia wujudkan. Dia tidak mau hidup seperti Mario yang serba penurut. Dia mau membangun jalannya sendiri.

     Namun setiap pilihan memiliki resiko dan Aga tahu karena dia, hubungan ayah dan ibunya juga tidak sebaik dulu. Karena dia juga, adiknya, Reon, membencinya. Aga tidak bisa membuat semua pihak senang dengan pilihannya, jadi dia menerima kondisi sekarang meski perasaan bersalah selalu merayap di hatinya.

     "Untung saja flight mama nggak telat hari ini." Maura datang sambil membawa kantung belanjaan dari berbagai merk. Dia menyuruh asisten rumah tangga untuk meletakkannya di sofa lalu beranjak menuju meja makan.

     "Ayo, ayo, makan malam semuanya!" teriak Maura.

      Aga yang berada di ruang keluarga segera berjalan menuju meja makan sementara Reon keluar dari ruang kamarnya, Mario dan Veron keluar dari ruang kerja Veron.

     Maura tersenyum sumringah melihat Mario yang tengah menuruni anak tangga. "Mario sayaaang, apa kabar? Gimana S2 kamu? Lancar?" Dia langsung memeluk Mario dengan erat.

     "Lancar ma."

     "Jangan lupa kabari kami jadwal kelulusan kamu, kamu tahu 'kan betapa susahnya cocokin jadwal papa kamu itu." Maura menggelengkan kepalanya sambil melirik Veron yang menarik kursi.

     Mario tersenyum kecil mendengar Maura. "Iya. Mama tenang saja."

     "Kamu juga kenapa sudah ngajak Mario ngomongin bisnis? Kamu 'kan tahu anak kamu pulang untuk istirahat, Veron," omel Maura.

     "Mario harus tahu hal-hal yang dia lakukan nanti, jadi setelah S2-nya selesai, dia bisa langsung membantu aku di kantor. Kamu 'kan tahu hanya Mario yang bisa aku andalkan." Meski Veron berkata ke Maura, Aga merasa bahwa kalimat terakhir ayahnya ditujukan untuk menyindir dia.

     Aga menyembunyikan senyum sedihnya di balik gelas minumnya. Toh dia tahu ayahnya memang hanya menyayangi Mario dan Reon mengingat bagaimana dia sudah mengecewakan ayahnya. Aga masih ingat bagaimana tatapan kecewa Veron kepadanya. Dia tahu dia sangat mengecewakan ayahnya, tapi mau bagaimana lagi?

     "Kuliah lo gimana Ga?" Mario bertanya kepada Aga yang sedang melamun.

     Aga tersentak lalu menjawab, "Ya gitu deh."

     Maura turut menimpali dengan antusias. "Adikmu ini calon-calon summa cum laude, Mar! IPK-nya selalu diatas 3,8 malah semester lalu dapat 3,9 lho! Semoga semester ini nggak turun lagi IPK-nya. Kamu tahu 'kan mama khawatir kalau dia semakin malas di luar pengawasan mama."

BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang