Q- Quick | Dirga Mahesa Wijaya

247 29 4
                                    

"DIRGARONG!!!"

Teriakan itu menggema di sepanjang koridor. Di sana terlihat seorang gadis tengah mengejar seorang pria di depannya.

"Hahaha. Kejar gue kalo lu bisa, CABE!" Sahut pemuda yang tengah berlari dari kejaran 'monster cabe' di belakangnya.

Mereka terus kejar-kejaran di sepanjang koridor itu. Siswa yang melihat mereka pun hanya bisa menggeleng. Ini sudah biasa.

Dirga Mahesa Wijaya dan [Full Name]. Mereka tidak pernah akur layaknya Tom and Jerry. Tidak bisa disatukan layaknya air dan minyak. Namun, tidak bisa disatukan bukan berarti tidak bisa berdampingan kan? Siapa yang tahu suatu saat nanti semuanya akan berubah.

"Sipit kampret, berhenti! Cepet balikin HP gue!" Gadis itu masih saja berteriak seraya terus mengejar pemuda jangkung di depannya.

Mungkin karena kelelahan, [Name] berhenti berlari dan memilih duduk di bangku panjang yang ada di dekatnya.

Gadis itu masih mengatur napas setelah kegiatan kejar-kejaran itu saat menyadari seseorang duduk di sampingnya seraya mengulurkan sebuah ponsel.

"Cih, lari bentar doang udah kayak orang bengek gitu." Kentara sekali nada mengejek dalam kalimat pemuda itu.

[Name] mendelik sinis pada Dirga. Dengan kasar, gadis itu merampas ponsel di tangan Dirga dan berlalu meninggalkan pria itu setelah mengatakan sebuah kalimat yang mampu membuat Dirga mematung seketika.

"Sipit Rese! Gue benci sama lo!"

Sebuah kalimat yang mampu membuat seluruh saraf di tubuh Dirga seolah berhenti berfungsi.

[Name] membencinya. Kenyataan itu entah kenapa membuat dada kirinya terasa sesak.

Dirga hanya bisa memandang punggung [Name] yang semakin menjauh dengan tatapan sendu. Ia punya alasan sendiri selalu mengganggu [Name] dan membuat gadis itu kesal. Menurut Dirga, wajah kesal [Name] sangat menggemaskan.

Ya, Dirga menyukai [Name]. Dan mengganggu gadis itu adalah caranya untuk menarik perhatian. Aneh memang, tapi seperti itulah cara Dirga agar bisa dekat dengan gadis bermata [hair color] itu.

Namun Dirga tidak pernah menyangka, bahwa kelakuannya selama ini ternyata membuat [Name] membencinya.

"Sampe kapan lu mau jadi pengecut kayak gini?"

Dirga tersentak dari lamanunannya begitu mendengar suara yang tak asing di telinganya. Ia pun menoleh, dan mendapati sahabatnya sudah duduk manis di sampingnya seraya menatap lurus kedepan.

Sejak kapan? Entahlah, mungkin sejak Dirga terhanyut dalam pikirannya sendiri.

"Kenapa lu gak nyatain perasaan lu aja? Berhenti nyiksa diri lu sendiri kayak orang bego, Ga." Reihan sudah tau bahwa Dirga menyukai [Name]. Bahkan sebelum si sipit itu menyadari perasaannya sendiri.

Apakah Reihan seorang dukun? Tentu saja bukan. Reihan hanya terlalu peka pada sahabatnya itu, mengingat mereka sudah bersahabat sejak kelas 1 SMP.

"Lu gak denger? [Name] benci sama gue, Rei. Menurut lu apa masih mungkin buat nyatain perasaan gue ke dia?" Dirga tersenyum miris. "Lagi pula, gue gak bakalan ada di sekolah ini lagi."

"Lu yakin dengan keputusan lu itu, Ga?"

Dirga mengangguk lemas menjawab pertanyaan Reihan.

Sungguh, Reihan merasa iba dengan sahabatnya ini. Pasalnya, ini kali pertama Dirga itu jatuh cinta. Dan keadaan seperti tak mendukungnya.

Menurut Reihan, si sipit juga sih yang o'on. Kalo suka ya di pacarin. Lha Dirga? malah digangguin. Sepertinya, Reihan harus melakukan sesuatu untuk membantu sohibnya itu.

ALPHABET [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang