J- Jatuh | Masunaga Kazuna

256 36 8
                                    

Rikuesan mu lagi neh sinhres //plak

.
.

November, bulan yang selalu [Name] rindukan. Saat dimana daratan berubah merah, orange dan kuning, tertutupi lembaran lembaran daun maple nan indah jatuh menuju dasar tanah bagai jemari gadis remaja yang menari penuh lekuk. Entah mengapa gadis bersurai [hair color] itu selalu merindukan tempat sepi di pinggir sungai ini dimana berjejer dengan kokoh dan indahnya pohon Maple.

Senja kini tiba, saat yang romantis untuk para pasangan muda menikmati bergugurannya daun maple, begitupula dengan [Name] yang tak mau terlewatkan meski hanya sedetik pun saat-saat untuk menikmati langit dengan gradasi warna jingga serta pantulan cahaya mentari ke daun yang amat ia suka ini.

Disini, di tepi sungai yang hangat dan bersahabat, [Name] duduk bersama seorang pria yang sangat berarti baginya. Masunaga Kazuna.

Saat ini mereka hanya berdua di bawah pohon maple memandangi langit senja hari, hingga setelah beberapa saat yang hening dan tenang telah membuat hangatnya sinar mentari merasuk hingga ke sukma sepasang insan itu.

Suasana sendu serta hanya terdengar riak air sungai yang mengikuti lintasannya dan gemerisik dedaunan yang jatuh membuat [Name] merasa sangat nyaman dan damai, tapi suasana begitu membosankan ketika mereka hanya duduk hening dan tanpa mengucapkan sepatah katapun satu sama lain.

Daun maple yang telah gugur akan tetap utuh, tak seperti salju yang turun lalu mencair. Ironis memang, daun maple gugur untuk salju, namun salju tak mampu bertahan. Tapi tahu kah bahwa daun maple itu begitu kuat, ia mampu bertahan hingga empat musim. Walau kadang daunnya tak sempurna lagi namun ia tetap bertahan seberapa ia mampu.

[Name] sering berpikir daun Maple yang gugur akan lenyap ditelan waktu, tapi ternyata tidak. Ia tetap diam di antara pijakan kaki kokoh dan butiran-butiran salju. Begitu salju mencair, musim semi kembali merekah, daun maple tetap ada dan setia menanti walau telah rapuh. Bahkan walau harus menunggu beberapa musim di antara musim semi dan panas, daun maple dan salju akhirnya menyatukan untuk memperindah semesta.

"Aku ingin tahu apa yang di bisikan ranting pada daun-daun itu sehingga mereka bisa dengan ikhlas jatuh begitu saja ke tanah." [Name] membuka percakapan di tengah keheningan yang beberapa saat menyelimuti mereka. Tatapan gadis itu tak lepas dari guguran daun Maple yang meranggas.

"Kenapa mereka, daun-daun itu, tak pernah membenci angin yang terkadang datang hanya untuk merenggut kebersamaan mereka lebih cepat. Padahal aku yakin mereka pasti lebih suka menjatuhkan diri mereka sendiri setelah benar-benar siap." Lanjut gadis bermata [eye color] itu seraya menoleh pada Kazuna yang duduk bersandar di batang pohon.

"Jawabannya sederhana." Sahut pria bersurai senja itu.

"Setiap daun, suatu ketika akan tiba waktunya untuk gugur. Jatuh ke tanah dan kembali bersatu dengan Alam. Kelak, kesedihan hanya akan seperti daun quercus yang gugur di jalan perbukitan, tanpa seorangpun tahu, tanpa seorangpun perduli. Sekarang semua hilang seperti daun yang gugur dan di tiup angin. Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya. Kau tau apa artinya?" Kazuna bertanya seraya menatap manik [eye color] gadis yang duduk di sampingnya.

[Name] menggeleng sebagai jawaban.

"Itu mengajarkan kita bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana."

Kazuna tersenyum melihat [Name] yang hanya terpaku mendengar rentetan kalimatnya.

"Intinya, jawaban untuk pertanyaanmu pada daun maple begitu sederhana, yaitu ketulusan."

Senyum Kazuna begitu lembut ketika mengatakannya, membuat [Name] tidak bisa mengalihkan tatapan dari pria itu.

"Kau tau kenapa daun Maple harus gugur ke tanah?" Kini giliran Kazuna yang bertanya.

"Kenapa?"

Kazuna kembali tersenyum sebelum menjawab rasa penasaran gadis di sampingnya. Entah kenapa [Name] merasa Kazuna lebih sering tersenyum hari ini. Bukan berarti ia tidak suka, justru [Name] senang melihat senyuman Kazuna sepanjang hari.

"Karena daun itu menginginkan pohon Maple bisa dengan baik melewati musim dingin, jadi sang pohon bisa tetap bertahan. Daun-daun itu begitu mencintai pohon Maple mereka, hingga ia rela gugur dan mati agar apa yang mereka cintai tetap hidup."

Kalimat Kazuna membuat kedua sudut bibir [Name] ikut tertarik ke atas. "Jadi, mereka rela melakukan itu semua karena sangat mencintai pohon maple?"

Kazuna bergumam seraya menganggukkan kepalanya.

"Menurutmu, apa aku bisa mencintaimu seperti daun maple?" tanya [Name] lagi.

Kazuna tampak berpikir sebelum pria itu menggeleng dengan tegas. "Tidak."

"Kenapa?" [Name] menatap Kazuna heran, "Apa kau meragukan perasaanku?"

"Kau ingin tau kenapa?" Pertanyaan [Name] dibalas dengan pertanyaan juga. Kazuna tak melepas tatapannya dari gadis itu, hingga kalimat yang terucap dari bibir pria jingga tersebut berhasil membuat jantung [Name] berdetak dengan ritme yang lebih cepat dari sebelumnya.

"Karena aku lah yang akan mencintaimu seperti daun Maple."

Tak ada yang pernah tahu, kepada siapa cinta akan berlabuh. Tak perlu repot-repot khawatir akan akhirnya. Berbalas atau tidak, salah atau benar, sesungguhnya cinta tak mengenal itu semua. Cinta hanya mengharuskanmu untuk menerima. Bahkan tak jarang memintamu untuk memperjuangkannya.

ALPHABET [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang