R- Rasa | Masunaga Kazuna

171 31 1
                                    

My Husbu lagi neh yang nongol :v

.
.
.

Malam itu salju berjatuhan dengan deras. Butir-butir putih yang beku itu melayang-layang dan menghampar di jalanan. Di sudut jalan, tepatnya di bawah sebuah pohon, seorang bocah dengan pakaian yang cukup tebal sedang berjongkok sambil menggigil kedinginan. Sepertinya dia juga menangis.

"Kau kenapa?" sebuah suara lembut menyapa si bocah.

Bocah 5 tahun yang tadinya menangis itu mendongak. Di sudut matanya yang penuh air, dia melihat seorang gadis sebaya dengannya yang keheranan. Gadis itu menggunakan pakaian super tebal dan memakai topi wol yang melindungi kepalanya.

"Siapa?" tanya si bocah nyaris berbisik.

"Aku?" si gadis balas bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Dia tersenyum hangat, lalu ikut berjongkok di depan si bocah. "Namaku [Name]." Sambungnya sambil menjulurkan tangan.

Si bocah menatap wajah gadis bernama [Name] itu. Wajah yang memerah karena kedinginan, tapi terlihat sangat cantik. Kemudian dia menatap tangan [Name] yang terjulur kepadanya.

"Kazuna." balasnya. Dia menjabat tangan [Name], dan saat itulah kehangatan mengalir ke tubuhnya. Kehangatan aneh yang terasa... nyaman.

"Kau kedinginan, ya?" tanya [Name] lembut. Dia terus menggenggam tangan Kazuna agar tangan itu merasakan kehangatan. "Kenapa kau menangis?" sambungnya heran.

Kazuna diam. Dia menundukkan kepalanya begitu dalam, dan tak berniat menceritakan masalahnya.

"Baiklah, kau mungkin tak mau cerita. Tapi apapun masalah yang membuatmu menangis itu..." [Name] mendekatkan tubuhnya ke arah Kazuna. Dengan tangan kirinya, dia membelai pipi bocah itu bermaksud menghapus airmatanya. "Pasti akan membuatmu semakin kuat. Ingat, setiap kali hujan reda, bunga selalu tumbuh, kan?"

Wajah Kazuna memanas. Dia merasa sentuhan gadis itu memberikan kenyamanan, hingga hatinya terasa hangat. "Bunga?" tanyanya pelan.

[Name] mengangguk dan tersenyum semakin lebar. "Seusai hujan, bunga akan tumbuh. Juga seusai kesedihanmu, kebahagiaan akan muncul. Itu yang harus kau yakini." Dia berdiri dengan pelan.

Kazuna menatap sosok [Name] yang berdiri di depannya. Dia merasa nyaman setelah kehadiran gadis yang baru dikenalnya itu, dan saat itulah [Name] melepas topi wolnya.

"Pulanglah! Sepertinya salju akan semakin tebal," ucap [Name] sambil memakaikan topinya di kepala Kazuna.

Kazuna terkejut. Jantungnya berdetak begitu cepat dan cukup menyakitkan. Wajahnya memerah, tapi rasa nyaman juga menyertainya. Dia menatap [Name] yang kini tersenyum.

Lalu gadis itu berlalu. Punggungnya meninggalkan Kazuna yang masih berdiam di tengah salju.

.
.
.
.
.
.

15 tahun kemudian ....

Pemuda itu mendongak seraya memejamkan mata, membuat butiran salju jatuh menimpa wajah tampannya. Ingatan masa kecil itu begitu membekas di benak pria berambut senja tersebut.

Tempat ini masih sama. Bedanya, kini Kazuna tidak menangis seperti beberapa tahun yang lalu. Kini ia berdiri kokoh di bawah pohon yang menjadi saksi atas pertemuan dan juga perpisahannya dengan orang yang berbeda.

Hari itu Kazuna menangis bukan tanpa alasan. Ia menangis karena sang Ibu tidak juga kembali setelah wanita yang telah melahirannya ke dunia itu menyuruhnya menunggu di sini sementara sang ibu pergi untuk membelikannya minuman hangat dan camilan di toko terdekat.

Sesuai perintah Ibunya, Kazuna menunggu. Terus menunggu sampai pria kecil itu mulai merasa gelisah karena hingga matahari berganti menjadi rembulan pun sang Ibu tidak juga kembali menemuinya.

Hati kecilnya bertanya-tanya, kenapa Ibunya lama sekali? Apakah Ibunya tersesat? Atau lupa untuk menjemputnya di sini?

Kazuna kecil terlalu lugu untuk mengetahui bahwa Ibunya berbohong. Terlalu polos untuk mengetahui bahwa sebenarnya ia telah dibuang.

Dibuang oleh Ibunya sendiri.

Sakit.

Itu yang Kazuna rasakan di ulu hatinya jika ia mengingat kejadian di masa lalu.

Kazuna tidak tau kenapa ia dibuang. Apakah ia melakukan kesalahan dan membuat Ibunya marah hingga dulu ia ditinggalkan begitu saja? Jika bukan karena ada orang baik yang membawanya ke panti asuhan, mungkin ia sudah menjadi gelandangan saat itu.

Yah, mungkin Tuhan tidak terlalu membencinya. Terbukti setelah kepergian sang ibu, Kazuna bertemu dengan gadis kecil yang menjadi alasan ia selalu datang ke tempat ini di sela kesibukannya sebagai seorang Idol.

Kazuna selalu berharap, ia bisa bertemu dengan gadis kecil itu lagi.

Gadis kecil ya?

Ah, mungkin saat ini gadis kecil itu sudah bertransformasi menjadi gadis remaja yang cantik.

Tanpa sadar, Kazuna tersenyum. Masih mendongak dengan mata terpejam, ia berbisik.

"[Name] ... Hajimemashite."

Desiran angin membalas bisikan lirihnya.

Tak apa. Asalkan perasaannya tersampaikan kepada orang yang dituju, Kazuna tidak keberatan walaupun ia dicap aneh karena berbicara seorang diri.

Butiran salju semakin banyak berjatuhan, membuat Kazuna berpikir untuk segera kembali ke apartemen jika saja suara yang entah mengapa terasa familiar menyapa indra pendengarnya, disusul sebuah payung yang kini melindunginya dari butiran salju.

"Kau tidak berubah. Masih suka merenung di bawah salju yang berjatuhan."

Kazuna tersentak, pria itu lalu menoleh ke asal suara hingga iris hijau kebiruannya bersiborok dengan iris [eye color] yang meneduhkan.

Waktu terasa berhenti ketika kedua insan itu bertatapan.

"[Name]...." lirih Kazuna tanpa melepas pandangan dari gadis yang kini tersenyum lembut padanya.

"Kau masih mengingatku ternyata." [Name] terkekeh, membuat paras ayu gadis itu semakin mempesona di mata Kazuna. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Bukan kata-kata, melainkan sebuah pelukanlah yang menjadi jawaban atas pertanyaan gadis itu. "Aku ... menunggumu."

[Name] terpaku mendengar kalimat Kazuna sekaligus perlakuan pria itu yang kini tengah memeluk erat dirinya. Seolah jika ia longgarkan sedikit saja, gadis berambut [hair color] tersebut akan menghilang.

"Kenapa .. kenapa kau menungguku?" tanya [Name] pelan. Suaranya teredam oleh bahu tegap pria itu.

"Entahlah. Setelah kejadian beberapa tahun silam, aku tidak pernah melihatmu lagi di sekitar sini. Malam itu adalah pertemuan pertama sekaligus terakhir kau adan aku. Setiap musim dingin tiba, aku selalu kemari dan..."

"Dan?"

"... dan berharap bisa bertemu denganmu di tempat yang sama." Kazuna melepas pelukannya dan menatap lekat [Name] yang juga tengah menatapnya. "Maukah ... kau mendengar pengakuanku?"

[Name] mengangguk, membuat Kazuna tanpa sadar menelan ludah gugup. "Aku tau terlalu cepat untuk mengatakannya, mengingat kita baru saja bertemu setelah sekian lama. Tapi, aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri."

[Name] masih menunggu, sampai kalimat yang keluar dari bibir Kazuna selanjutnya sukses membuat gadis itu tersentak disertai debaran jantungnya yang dirasa berdetak terlalu keras.

"Daisuki, [Name]."

ALPHABET [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang