Bab 9 | Maaf

8.2K 370 5
                                    

Assalamualaikum, Good malam. Selamat bermimpi ya.. masih semangatkan menunggu kelanjutannya?... Happy Reading...

*  *  *

'Sebelum menilai seseorang ketahui dahulu kebenarannya, jangan asal berbicara jika tak tau apa-apa dan beeakhir permasalahan yang membawa emosi didalamnya.'

*  *  *

Ica memandang langit-langit kamar dengan Fai yang berada disampingnya, pandangannya terasa kosong. Hatinya hampa, ia bingung dengan semua ini. Ia mulai merenungi akibat dari semua ulah yang telah ia perbuat, dan itu semua berimbas kepada orang-orang yang sangat ia sayangi. Semakin lama ia berpikir, ucapan Gus Faris beberapa waktu lalu ada benarnya. Ia layak direndahkan seperti itu karena kenyataannya memang begitu walaupun itu semua tak sepenuhnya benar, tapi ia masih tak terima karena perlakuannya orangtuanya mendapat cap buruk. Semua salah dan kenakalannya, mengapa orangtuanya selalu dibawa-bawa?.

Ia yang nakal dan pembangkang kenapa orang-orang selalu mengatakan bahwa kedua orangtuanya tak becus mendidiknya? Nyatanya ialah yang tidak mau menurut. Bukan sekali dua kali ia mendapat cemoohan seperti itu, berkali-kali ia mendengar dari guru dan para tetangganya yang selalu mencibirnya. Biasanya ia hanya menganggap angin lalu itu semua, namun ketika Gus Faris yang mengatakannya hatinya terasa sakit. Lebih sakit dari goresan belati yang menusuk hatinya.

Senakal-nakal dirinya ia tak pernah memasuki pergaulan yang bebas, ia masih bisa membatasi dirinya sendiri. Mengetahui mana yang baik dan benar dan yang harus dilakukan ataupun dihindari, memang beberapa kali ia pergi ke sebuah club malam bersama Fai namun itu hanya berkumpul bersama teman-temannya. Ia belum pernah menyentuh minuman alkohol barang setetes pun, karena Bundanya selalu mewanti-wanti dirinya agar tidak menyentuh apalagi meminum minuman haram itu.

Berkali-kali helaan nafas berhembus dari bibirnya, ia tak menyukai keadaannya yang sekarang. Ia sangat ingin bertemu dengan Gus Faris, rasa rindu yang seharusnya hilang malah kian bertambah karena ia tak sempat memperhatikan wajah tampan itu dengan intens. Konflik yang terjadi antara mereka berdua hanya karena masalah kecil baginya harus berakhir ia yang menampar wajah Gus Faris, mengingatnya ia meringis. Pasti sakit sekali tamparan itu, Gus Faris pasti sedang dilanda masalah besar sehingga ia memarahinya sedemikian rupa sehingga seperti itu. Meskipun ia baru beberapa minggu di pesantren ini namun ia sedikit tau sifat dari Gus Faris, karena ia yang selalu memperhatikan laki-laki itu.

Pertemuan pertama setelah seminggu tak bertemu malah menjadi pertemuan yang paling tidak mengesankan semasa hidupnya, seharusnya ia masih dapat menggoda atau menatap Gus Faris sesuka hatinya. Namun karena masalah tadi ia menjadi sedikit takut, takut dihina dan direndahkan seperti tadi.

Ica menatap Fai yang tertidur pulas disampingnya begitupun dengan para santri lain, ia beranjak dengan perlahan takut membangunkan santri lain karena pergerakannya. Setelah ia berada diluar, ia berjalan dengam santai menuju lantai atas tempat biasanya mereka menjemur pakaian. Ia membutuhkan ketenangan, mungkin ketika ia berada disana sambil menikmati hilir angin malam juga pemandangan dari atas hatinya akan sedikit tenang.

Ternyata apa yang diperkirakan olehnya benar adanya, hatinya menjadi lebih tenang ketika telah sampai. Dihirupnya angin malam dengan rakus, seakan ia kehabisan oksigen. Pemandangan dari atas sini memang obat paling ampuh menenangkan hati yang sedang kacau, walaupun sebenarnya obat paling ampuh adalah mendekatkan diri kepada Allah dan membaca al-qur'an. Namun ia tak se alim itu yang selalu shalat malam atau kegiatan mendekatkan diri lainnya, ia hanya perempuan hina yang tak sengaja terdampar disini seperti yang Gus Faris katakan. Mengingat itu kembali sebagian hati kecilnya serasa diremas kuat-kuat, sangat menyesakkan.

Assalamualaikum Pak UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang