Bab 19 | Curhatan

7K 270 3
                                    

Assalamualaikum, selamat siang. Author up lagi nih? Gimana? Pada semangat kan bacanya?

Happy Reading...

*  *  *

'Bunda, Ibu, Mamah, Mami, Nyak atau apapun sebutan lainnya adalah seseorang yang dengan sabarnya mendengarkan curhatan serta keluh kesah anaknya dan juga pemberi semangat dan motivasi nomor satu untuk anaknya agar terus maju.'

*   *  *

Ica memasuki rumahnya setelah mengantarkan Fai pulang dan mengenakan hijabnya semula pastinya, ketika sampai diruang TV terlihat Asa yang tengah menonton siaran yang sedang menayangkan sebuah berita. Ica menghampiri Ica, mengambil tangan Ica untuk disalim.

"Assalamualaikum, Bunda."

"Waalaikumsalam." Ica terlihat senang bukan main melihat perubahan Ica yang sangat drastis ini, mungkin akibat diantarkannya Ica ke pesantren. Kalau Asa tau bahwa Ica dan Fai itu sebenarnya hanya berpura-pura saja agar tidak kembali diasingkan ke pesantren itu lagi, Asa pasti sangat kecewa dengan Ica dan Fai. Kedua perempuan itu hanya bisa berdoa semoga kedua orangtua mereka tak mengetahui akal pintar mereka.

Ica mendudukan dirinya disamping Asa, ia menatap Bundanya yang tengah menatap lurus ke depan.

"Bunda, coba tebak tadi di mall Ica ketemu sama siapa?" Asa mengalihkan pandangannya kearah Ica yang sepertinya sedang bahagia.

"Pacar kamu?" Tebak Asa dengan tatapan curiganya yang membuat Ica mengerucutkan bibirnya sebal.

"Ish Bunda, Ica mana mungkin punya pacar. Bunda kan gak ngebolehin Ica pacaran." Asa menghela nafasnya menatap putrinya yang masih cemberut.

"Bunda bukannya melarang kamu untuk berpacaran, Bunda hanya tidak mau kamu terjerat pergaulan yang salah."

"Iya Bunda Ica paham, yang tadi ketemu sama Ica bukan pacar Ica Bunda tapi seseorang." Ucapan ala-ala misterius Ica membuat Asa menatap putrinya penasaran.

"Emang siapa? Kasih tau Bunda dong."

"Kak Deden Bunda." Ica tersenyum mengingat pertemuannya kembali dengan Adenta.

"Adenta? Kapan? Dimana?" Asa terlihat tak percaya, karena setelah kepindahan Adenta ke surabaya laki-laki itu dan keluarganya nampak tak ada kabarnya sama sekali.

"Kan Ica tadi udah Bilang ketemunya pas Ica sama Fai di mall." Ica masih saja mengembangkan senyumnya, ia nampak gembira sekali dapat kembali bertemu dengan Adenta. Asa yang melihat putrinya tersenyum pun ikut.

"Eh iya Bunda dapet salam dari Kak Deden."

"Waalaikumsalam, Salam balik ya." Ica mengangguk.

"Kak Deden tadi minta nomornya Ica Bunda, insyaallah nanti katanya dia mau main kerumah."

"Wah bagus dong, Bunda juga penasaran gimana sama Adenta yang sekarang. Kalau dia ngehubungin kamu, suruh main ke rumah ya?" Antusias Asa.

"Iya Bunda, Bunda tau gak Kak Deden itu sekarang udah beda banget. Dulu kan masih pakai kacamata tapi sekarang gak lagi, Kak Deden juga makin ganteng dan keren. Kalau aja Kak Deden gak manggil Ica dengan nama Nissa, Ica pasti gak akan ngenalin Kak Deden." Asa mengangguk-angguk, tatapannya beralih ke kantong belanjaan Ica yang tergeletak di meja.

"Itu apa?" Ica menyengir mendengar pertanyaan Asa.

"He...he.. tadi Ica belanja Bun, gak apa-apa kan?" Asa menggeleng, ia sangat tau sekali kebiasaan Ica yang gemar sekali belanja.

Assalamualaikum Pak UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang