Bab 17 | Flashback

7.4K 303 4
                                    

Assalamualaikum, up tiga kali berarti ya.. kali ini tentang flashback antara Ica dan Gus Faris yang itu loh.. yang penasaran silahkan baca. Jngn lupa vote nya ya..he..he..

Happy reading...

*  *  *
'Bersembunyi dibalik keislamianmu membuatku muak dengan semuanya, nyatanya kau lebih brengsek daripada orang paling brengsek sekalipun.'

*  *  *

Flashback on

Hari ini adalah hari peringatan ulang tahun berdirinya pesantren Al-Awaliyah, para santri putra dan putri bekerjasama untuk membuat sebuah acara yang dapat memeriahkan pesantren. Tema yang diusung tentu saja harus bernuansa keislamian dan juga menarik, dengan adanya peringatan seperti ini santri putra dan putri yang sebelumnya terpisah dan ketika bertemu hanya dimasjid saja kini dibuat saling berbaur satu sama lainnya. Asalkan tau batasan-batasannya antara laki-laki dan perempuan. Ditengah keramaian para santri yang bersama-sama saling bergotong royong nampaklah tiga orang perempuan bersama dua orang laki-laki tengah bekerja sama membuat sebuah karya, seorang perempuan nampak serius membantu memasang tali pengait sedangkan satu laki-laki memegang pengaitnya. Tanpa sadar tangan itu bersentuhan secara langsung, mereka berdua terdiam kemudian meledaklah tawa perempuan itu melihat wajah laki-laki yang tak sengaja ia pegang tangannya memerah.

"Ha...ha.. ha... ya ampun Izal, muka lo lucu banget. Merah gitu." Laki-laki yang bernama Izal semakin merona mendengar perkataan perempuan yang tak lain adalah Ica, sedangkan Ica sendiri semakin menyemburkan tawanya melihat wajah laki-laki didepannya yang bertambah merah. Ia tak menyangka dapat menemukan laki-laki sepolos dan selugu Izal.

"J-jangan ketawa gitu dong Ca, I-Izal kan jadi malu." Gugupnya, Ica terkekeh mendengar ucapan Izal yang gagap layaknya Aziz gagap yang selalu gagap walaupun tidak dalam masa gugup.

"Untung yang ada disini cuma ada kita berdua, kalau yang lain tadi lihat pasti juga ketawa. Soalnya muka lo lucu banget ngalahin badutnya anak-anak." Izal mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ica yang meledeknya.

Ica jadi gemas sendiri, tanpa sadar tangannya terjulur untuk mencubit pipi Izal yang memerah itu membuat laki-laki itu mematung ditempatnya. Namun tak berlangsung lama karena Ica segera kembali menarik tangannya sebelum orang lain melihat kelakuannya, meskipun ia tak melakukan apapun namun ia harus bisa menjaga karena ia tau ada sedikit saja kesalahpahaman hukuman yang akan menjadi balasannya.

"Huuh, untung aja tadi gak ada yang lihat." Ica menghembuskan nafas lega, ia benar-benar khilaf memeganh pipi Izal yang menurutnya sangat menggemaskan ketika merona. Ia menganggap Izal layaknya teman sendiri, lagipula mereka berdua seumuran. Umur Izal hanya terpaut beberapa bulan diatas Ica, tanpa mereka sadari sebenarnya ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan pergerakan mereka berdua.

"Makanya lain kali tangannya jangan main nyosor-nyosor, gak baik."

"He..he.. maaf soalnya gue gemes banget sama pipi merah lo tadi, jadi pengen gigit." Izal bergidik mendengar perkataan Ica, sedangkan Ica tertawa dibuatnya.

Ica menggeleng menghentikan tawanya, kemudian berdiri. Namun beberapa langkah, kakinya tersandung batu membuat ia hampir limbung namun Izal yang panik langsung menarik tangan Ica hingga perempuan itu duduk dipangkuannya. Jarak wajah mereka sangat dekat, bahkan hidung mereka menempel. Nyaris saja bibirnya dan Izal menempel, mungkin jika ada yang melihat keadaan mereka berdua. Orang itu akan salah paham, mengira bahwa mereka tengah berbuat yang tidak senonoh dipesantren ini nyatanya tidak seperti itu.

Belum sempat Ica dan Izal ingin melepaskan diri, seorang laki-laki yang sedari tadi memperhatikan mereka dari jarak jauh menggeram kesal seraya mendekat. Ia menarik tangan Ica agar menjauh dari Izal, Ica mendongak menatap laki-laki itu. Mata besarnya membulat menatap laki-laki yang kini menatap Izal tajam.

Assalamualaikum Pak UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang