d'abord manqué

193 24 4
                                    

Rindu itu memang kadang membuat sendu
Bahkan kadang membuat pilu
Terlebih lagi rindu dengan seorang ibu
Ingin memeluk raganya namun sudah tak mampu.

                        
                              ***

"Ayahhh gendisss pulangg!!"
Teriak Gendis sambil berlari kecil ke dalam rumahnya tersebut.

"Eh anak ayah udah pulang. Gimana tadi di sekolah?" Tanya Bramesta kepada anak satu-satunya itu.

"Ya... Lumayan seru sih yah." Kini Gendis terlihat sedang meletakkan tasnya di atas sofa kemudian mengambil remot untuk menyalakan televisi dirumahnya itu.

"Tadi pulang naik apa? Baru aja ayah mau jemput."

"Tadi aku bareng sama Genan."

"Genan? Siapa tuh?" Bramesta pun sangat ingin tahu tentang teman baru putrinya tersebut.

"Teman baru aku, yah."

"Baik enggak anaknya?" Tanya Bramesta menyelidik putrinya tersebut.

"Baik kok sama Gendis. Cuma anaknya agak jutek aja," jawab Gendis dengan seutas senyumnya.

Jawaban Gendis sedikit membuat lega Bramesta. Karena Gendis merupakan anak satu-satunya. Otomatis membuat Bramesta sedikit melakukan pengawasan yang lebih untuk Gendis. Terlebih lagi Gendis dibesarkan tanpa kasih sayang seorang ibu.

Gendis itu cantik, namun herannya banyak di luar sana yang tidak menyadari kecantikan Gendis.
Gendis memang tidak seputih ibu dan ayahnya. Ya mungkin memang ini perihal Gendis sering bermain sepeda di tengah terik matahari.
Definisi cantik itu bukan putih kan?

+6212343xxxxx
Woii

Gendis terlihat mengerutkan alisnya karena mendapat pesan dari orang yang tidak di kenalnya itu.

Gendis
Yaaa? Siapa?

+6212343xxxxxx
Manusia

Gendis lagi-lagi geram melihat isi chat itu.
Abis aneh banget malem-malem ada pesan yang gak jelas. Serem!!

+6212343xxxxxx
Na
Ini Genan!
Na
Na
Naaaaaaa
Naa

Gendis
Oh, Genan
Lagian malem-malem
Chat gak jelas gitu, kan serem

+6212343xxxxxx
Keluar rumah Na

Gendis
Mau ngapain?

+6212343xxxxxx
Keluar aja buru

Gendis segera berlari ke depan rumahnya memastikan bahwa 'Genan' memang benar berada di depan rumahnya.

"Dari bunda." Genan terlihat mengangkat sebuah plastik yang berisikan tempat makan berwarna ungu tua.

"Ini apa?"

"Gak tau, bunda yang bikin."

"Mau masuk dulu, Nan?"

"Boleh?" Genan sedikit menaikan alisnya.

"Gak."

"Ya udah pulang dulu Na."

"Gak salah lagi maksudnya, Genan..."

Gendis segera menarik tangan Genan untuk masuk ke dalam rumahnya itu.
Rumah Gendis mungkin memang tidak sebesar milik Genan. Namun cukup nyaman jika di huni untuk pemiliknya.
Dengan adanya taman di belakang rumah dan ruangan khusus yang di jadikan perpustakaan pribadi Gendis dan Bramesta cukup menunjang fasilitas rumahnya tersebut.

Genan melihat sekeliling rumah teman satu-satunya itu.

Sepi.

Mungkin itu adalah sebuah kalimat pertama yang keluar ketika kalian bermain di dalam rumah Gendis .

Ada satu bingkai foto besar yang terpampang jelas di dinding rumah Gendis.
Seorang wanita dan pria yang terlihat sangat bahagia sembari menggendong anak kecil.
Cantik sekali.

"Na, itu siapa?" Genan terlihat menunjuk gambar seorang wanita yang tengah menggendong bayi tersebut.

"Mama," jawab Gendis sembari tersenyum riang.

"Cantik ya..."

"Ga kayak gue ya Nan?" Lagi-lagi kini Gendis tersenyum kecut.

"Cantik itu relatif kali Na," jawab Genan acuh tak acuh.

"Iya relatif. Saking relatif nya, gak ada yang bilang gue cakep ahahaha..." Kini gendis tertawa.
Seakan akan semuanya tidak terjadi apa-apa. Padahal mungkin jika bisa melihat hatinya secara langsung mungkin kini hatinya sangat terluka .

"Lu cantik buat gua, Na."

GenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang