lembar kesepuluh

147 19 0
                                    

"Delusi leluasa beranjak dari linimasa, menerka jarak dari cepat lesatnya sang warsa"

****

"Na kayaknya gua bakal izin seminggu ga sekolah deh" Genan membuka topik karena dari tadi Gendis hanya diam .

"Kemana?" Gendis yang sedari tadi fokus terhadap makanannya terlihat menatap Genan

"Ke lampung,mau ikut?"

" Boleh?"

"Enggak"

"Kalo gak boleh kenapa ngajakk Genan?!!" Gendis kali ini terlihat begitu kesal perihal tingkah laku Genan.

"Gapapa biar Nana kesel" Jangan lupakan fakta bahwa genan itu menyebalkan!

Gendis hanya mendengus kesal kemudian dia fokus kembali kepada makanannya.

"Nanti kalo gue kangen lo gimana?"

"Telfon"

"Kalo Gaada sinyal?"

"Ya berdoa,bilang ke tuhan lu kalo lu kangen sama gua" Genan Terlihat menatap mata gendis

Wajar jika Gendis sedikit takut dan rindu
Kurang lebih sekitar 3 tahun hanya Genan yang terus berada di samping Gendis
Dulu jika Gendis di ejek oleh teman sekelasnya ,maka Genan yang paling di depan untuk maju membela Gendis

"Udah malem nih pulang yukk nan" Gendis melihat jam tangannya

"Bayar dulu lah masa langsung balik, rugi dong ibu seblaknya" Gendis yang mendengar hanya memanyunkan bibirnya "ya gak Bu?" Sambung Genan.

"Yoi mas ganteng" ucap ibu ibu itu terkekeh seolah ibu itu sudah sangat akrab kepada mereka berdua

"Ihh jangan di bilang ganteng!! Nanti dia kepedean bu!"

Genan hanya bisa di buat gemas dengan tingkah sahabatnya itu,ia segera meraih tangan Gendis dan membawa wanita itu itu segera ke motor dan cepat mengantarnya pulang.

"Lu gapake jaket?" Tanya Genan

"Lo juga gak pake" Jangan heran dengan sifat gendis kali ini

"Kalo gua pake ,lu pake juga ya jaketnya?"

"Gak bisa"

"Loh kenapa?"

"Kan gak bawa hehe"

"Ambil di tas gua,abis itu pake"

"Gak mau ah nan"

"Na!"

"Oke pak bos" kalo Genan sudah mulai marah Gendis hanya bisa nurut perihal perkataan sahabatnya itu.

Di jalan mereka benar benar hening,Genan yang fokus kepada jalanan dan Gendis yang asik mendengarkan musik lewat earphone kesayangannya itu.

"Oh iya nan,Tania suka sama lo deh kayaknya"

"Oh"

"Oh doang?"

"Ya terus?"

"Lo gak tertarik gitu?" Kini Gendis terlihat memajukan wajahnya ke dekat telinga Genan ,maklum di jalanan begitu ramai aktivitas kendaraan

"Gua suka orang lain"

"Apaa nan? Gak kedengeran nih!" Gendis menaikan nada suaranya karena Gendis benar benar tidak mendengar suara Genan.

"Gue suka orang lain Geana"

"Ohhh, Genan suka sama orang?! Ihh siapa tuh kok gak cerita sih jahat banget!"

"Turun gih" akhirnya setelah beberapa menit sampai juga di tempat yang mereka tuju untuk menghilangkan penat mereka

"Ihh siapa orangnya?! Masa gak cerita sih jahat! "

Tidak menggubris pertanyaan Gendis Genan segera pergi meninggalkan Gendis .

Ada perasaan yang mengganjal di hati Gendis.
Hati Gendis seperti tersayat dan sangat sesak namun Gendis tak tau karena apa.
Apa mungkin karena Genan mulai menyukai seseorang? Ataukah Gendis takut kehilangan Genan?
Tidak tidak!!
Gendis tidak mungkin berfikir seperti itu ,karena rasa sayang Gendis kepada Genan hanya sebatas "sahabat" tidak lebih.

Gendis segera masuk ke rumahnya dengan raut wajah yang begitu sulit di tebak.
Dia benar benar tidak paham perihal hatinya saat ini.
Pasti ada yang salah dengan hati dan fikiran Gendis.
Rasanya Gendis sudah tidak waras jika dia cemburu.

"Sadar gendis sadar,Genan cuma sahabat lo gak lebih!" Gendis bergumam sendiri sambil memejamkan matanya

Seperti tau isi hati sang putri ,Bramesta menghampiri Gendis dan mengusap pucuk kepala putri kesayangannya.

"Cemburu wajar ndis"

"Eh,papah? Sejak kapan disini? " Gendis membuka matanya kemudian terkejut karena Bramesta ternyata mendengar apa yang ia ucapkan itu.

"Sejak kamu ngedumel sendiri"

"Kamu suka Genan?" Bramesta mencoba mengajak berbicara putrinya

"Gak lah pah,gak mungkin banget" gendis sebisa mungkin menunjukan senyumnya

"Papa tau kamu kali ndis" kali ini Bramesta terlihat mengusap lagi rambut hitam Gendis.

"Hehe,udah ah pah aku capek banget nih mau tidurrr" kekeh Gendis

Gendis berlari kecil dan segera menuju ke kamarnya itu , khawatir jika Bramesta bertanya lebih dalam lagi.

GenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang