Naya and Dying Boy (4)

61 9 0
                                    

"Woi!! Nggak punya otak ya!!" teriak Dafa pada pengemudi motor yang hampir menabrak Naya, namun, pengemudi motor itu terus melaju tanpa melihat ke arah belakang.

"Nay, kamu nggak papa? Mana yang sakit? Sini biar aku bantu berdiri" terlihat raut wajah Dafa yang khawatir.

"nggak papa kok" jawab Naya menepuk-nepuk sikut dan bajunya yang terkena tanah karna terjatuh tadi. Sikut dan lutut Naya terlihat lecet sedikit.

"Kita ke rumah sakit di depan itu, luka kamu harus diobatin dulu" ajak Dafa dengan menunjuk rumah sakit umum yang tak jauh dari lokasi mereka sekarang.

"nggak, aku nggak papa kok, aku masih bisa jalan" tolak Naya.

"harus diobatin pokoknya" Dafa segera memapah Naya tanpa memperdulikan tolakan dari Naya.
.
.

Sekarang luka Naya sedang diobati, sedangkan Dafa menunggu Naya dari luar.

"Tadi kenapa sampai jatuh?, kaki cantiknya Naya jadi lecet gini" ucap suster yang sedang mengobati luka di lutut Naya dan tampaknya mereka sudah saling kenal.

"Tadi nggak sengaja jatuh suster Anggi" jawab Naya sambil tersenyum menunjukkan bahwa dia tidak apa-apa pada suster yang bernma Anggi itu.

"ngomong-ngomong, Kamu kapan nyanyi lagi disini?, anak-anak disini udah pada kangen sama kamu"

"hmm.... nggak tau deh kak Anggi, mungkin libur semester depan"

"trus di depan siapa?, pacar kamu ya?" tanya suster Anggi penasaran.

"Nggak pacar kok sus, cuma temen" balas Naya seandanya.

"temen apa temen??" goda suster Anggi.

Naya hanya tersenyum menanggapi godaan dari suster Anggi.

"Tapi Nay, muka cowok yang ngaterin kamu kesini kaya familiar gitu di mata kakak, tapi, siapa ya?" ucap Suster Anggi terlihat berusaha mengingat.

" Mirip artis korea itukan? Jeon Jungkook? " canda Naya.

Ekspresi suster Anggi berubah seperti berhasil mengingat apa yang iya coba ingat tadi.

"o iya, bener. Dia itukan Da.."

"Naya!, udah selesaikan? Kita pulang yuk" tiba-tiba Dafa memotong omongan suster Anggi dan menggandeng tangan Naya.

"Maaf sus, kita harus pulang, permisi " Dafa pun keluar dengan menggandeng tangan Naya tanpa mendengarkan jawaban dari Suster Anggi.

Naya bingung karna sikap Dafa yang tidak sopan pada suster Anggi, dan Dafa juga menarik tangan Naya kuat. Dafa seperti orang yang marah sekarang. Naya mencoba menghentikan langkahnya mencoba menahan tangan Dafa tapi tidak berhasil.

"Dafa, tunggu!"
Dafa tetap menarik tangan Naya walau Naya mencoba untuk berhenti.

"Dafa!!" kini langkah mereka pun berhenti. Naya melepaskan tangan Dafa.

"Dafa!?, kamu ini kenapa sih? Nggak kayak biasanya. Maksud kamu nggak sopan sama suster Anggi apaan coba?, trus kenapa kamu narik tangan aku sekuat itu?, kamu ini sebenernya kenapa?" runtutan pertanyaan Naya tak dijawab oleh Dafa, Dafa hanya terdiam, dia terlihat sedang manahan sakit di tangannya, mungkin karna terjatuh tadi, tak hanya itu, wajah Dafa juga terlihat pucat. Tiba-tiba darah keluar dari hidung Dafa, dan Dafa pun jatuh pingsan.

Naya kaget dan segera menahan tubuh Dafa agar tidak jatuh ke lantai, Naya panik dan berteriak meminta tolong sehingga para perawat pun datang menghampiri. Dafa pun segera dimasukkan ke dalam ruangan UGD.
.
.

Naya hanya bisa mondar-mandir menunggu keluarga Dafa datang dan juga menunggu Dafa siuman. Naya benar-benar khawatir dengan keadaan Dafa, ia juga merasa bersalah karna sudah marah-marah pada Dafa tadi, perasaan Naya benar-benar kacau sekarang. Tak lama, akhirnya keluarga Dafa pun datang, wanita dan pria setengah baya yang seperti Mama Papa Dafa dan dengan seorang gadis  segera menghampiri Naya.

"Kamu Naya kan??" tanya mama Dafa.

"i iya tante" jawab Naya.

"Kamu pasti kaget sekali ya sayang, sekarang kamu pulang dulu ya. Mama kamu pasti khawatir. Biar Dafa tante yang jagain" ucap Mama Dafa sambil memeluk dan mengusap lebut rambut Naya.

"tapi Dafa tante.."

"nggak papa, percaya sama tante ya"

"iya tante, Naya pulang dulu" ucap Naya menyalami tangan Mama Dafa.

"Naya, kamu pulang sama taksi aja. Tia, kamu temani kak Naya cari taksi ya nak. Ini ongkosnya" ucap Mama Dafa pada gadis bernama Tia itu. Mama Dafa juga memberikan ongkos taksi pada Naya walaupun Naya menolak dengan halus, tapi mama Dafa tetap memaksa sehingga Naya harus menerimanya.
.
.
.
Di sepanjang perjalanan, Naya hanya bisa menangis. Ia khawatir sekali dengan keadaan Dafa. Naya hanya bisa memeluk dress yang dibeli Dafa untuknya.
Di rumah pun Naya juga tidak bisa tidur, matanya saja sudah bengkak karna terlalu lama menangis, Naya dihantui rasa bersalah. Mama Naya pun juga sudah mencoba untuk menenangkan putri sematawayangnya itu. Tapi Naya tetap menangis walaupun mamanya sudah berjanji akan menjenguk Dafa ke rumah sakit besok. Naya tak pernah seperti ini sebelumnya, mama Naya benar-benar khawatir sekarang.
.
.
.

Esoknya, Naya pun pergi ke rumah sakit bersama mamanya serta Dinda dan Bayu pun juga ikut menjenguk Dafa.
Dafa pun sudah siuman tadi malam dan dipindahkan ke ruangan rawat inap.
Naya hanya terdiam memandangi Dafa yang sedang berbaring di kasur pasien dengan infus ditangannya, mata Dafa dan Naya bertemu, tapi tak ada kata diantara mereka, hanya diam dan saling memandangi. Air mata Naya pun mengalir, ia tak tahan melihat keadaan Dafa dan memilih keluar ruangan.
.
.

Naya mencoba menenangkan dirinya sendiri, tak lama Mama Dafa datang dan duduk disamping Naya.

"Kamu kenapa nangis sayang?" tanya Mama Dafa dan memeluk erat Naya. Air mata Naya pun kembali mengalir.

"Ini salah aku tante, aku yang bikin Dafa masuk rumah sakit"
Naya menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi ada Dafa dan menagis dipelukkan Mama Dafa.

"nggak sayang, kamu nggak salah apa-apa, dan ini juga bukan salah siapa-siapa, jangan salahin diri kamu lagi ya" ucap mama Dafa mencoba menenangkan Naya.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••
Jangan lupa vote dan komen ya, biar author semangat lanjutin ceritanya😊.


Naya and Dying BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang