Naya and Dying Boy (5)

63 8 0
                                    

Naya dan Dafa hanya berdua di ruang rawat inap, semua orang sedang di luar karna Dafa yang meminta. Dafa ingin berbicara empat mata dengan Naya.

Naya duduk di samping ranjang dimana Dafa terbaring, Naya menundukkan kepalanya dan memilih diam dan menghindari tatapan dari Dafa. Sudah cukup lama suasana hening di dalam ruangan itu. Dafa terdiam, dia berusaha mencari topik kalimat yang akan ia katakan pada Naya untuk memecahkan keheningan ini.

"Nay? Kamu nggak mau ngomong sesuatu?" akhirnya Dafa memulai percakapan.
Naya melihat ke arah Dafa.

"Aku mau minta maaf" ucap Naya lirih karna menahan tangis.

"kenapa minta maaf? Kamu sama sekali nggak salah kok"

"karna kamu nolongin aku pas mau ditabrak motor kemarin, kamu jadi gini, ini salah aku Dafa.." dan akhirnya, Naya pun menangis.

"nggak kok, bukan salh kmu. Aku cuma kelelahan aja, udah jangan nangis lagi, mata kamu jadi bengkak tuh. Lagian nanti sore aku udah dibolehin pulang" ucap Dafa mencoba menenangkan Naya.

"Tapi, kamu keliatan sakit banget, mana bisa pulang"

"hissh.. Bandel banget sih ni anak kalau dibilangin, aku udah dibolehin pulang, Dokternya yang bilang tadi, jadi jangan nangis lagi"

"iya iya, kok jadi marah sih"
Naya menghapus air mata lalu tertawa kecil melihat Dafa kesal di tengah sakitnya.
Naya tau, itu bukanlah kesal sebenarnya, Naya tau bahwa itu hanya ucapan hiburan dari Dafa yang mencoba meyakinkan Naya bahwa dirinya baik-baik saja.
.
.
.

Seperti yang dikatakan Dafa, ia sudah keluar dari rumah sakit. Tapi, masih belum juga masuk sekolah. Sudah tiga hari Dafa absen, teman-teman pun sudah menjenguk ke rumahnya. Dan Naya pun tiap hari main ke rumah Dafa.
Hari ini adalah hari Kamis, dimana biasanya Dafa dan Naya bertemu di perpus. Tapi, sekarang hnya ada Naya seorang, Dafa memaksa Naya untuk tetap belajar walau tanpa dirinya dan akhirnya Naya pun mau walaupun dari awal Naya menolak.
Naya mencoba fokus ada buku mata pelarannya, tapi tidak bisa. Biasanya Dafa akan menbantunya menyelesaikan soal yang sulit.
Akhirnya Naya pun menyerah, ia lebih memilih merebahkan kepalanya di tumpukan buku mata pelajarannya, menutup matanya dan berharap ada yang mengetuk mejanya seperti yang dilakukan Dafa dulu. Tak lama setelah itu, meja Naya diketuk oleh seseorang. Naya segerak mengangkat kepalanya dan melihat pria yang ia pikirkan sedari tadi, pria adalah Dafa. Senyum lebar terukir di wajah Naya dan Dafa. Dafa duduk disamping Naya dan memperhatikannya wajah Naya lekat, begitupun dengan Naya.
Cukup lama mereka saling memandangi.
"Kamu kok di sini? Seharusnya kamu istirahat yang cukup" ucap Naya tiba-tiba membuyarkan pandangan Dafa.

"Kamu kok malah tidur? Bukannya belajar?" Ucap Dafa yang malah balik bertanya.

"Bukannya dijawab malah balik nanya. Kenapa kesini? Bukannya istirahat" balas Naya dan balik menanyakan hal yang sama.

"Nay, aku kesini cuma mau ngomong ke kamu kalau aku bakal ke Singapura hari ini. Aku ada urusan keluarga di sana. Jadi, Kamu yang rajin di sini, jangan sampai dihukum bu Yanti selama aku nggak ada, oke?" ucap Dafa membuat Naya terdiam, Naya masih mencerna perkataan Dafa barusan, Naya masih sedikit kaget dengan ucapan perpisahan yang tiba-tiba ini.

"kok mendadak banget? Bukannya kamu lagi sakit?"
Tanya Naya lagi.

"Urusan keluarganya juga mendadak sih, aku juga udah nggak sakit lagi kok, kamu tenang aja" ucap Dafa meyakinkan Naya.

"Tapi Daf..." belum sempat Naya menyelasaikan omongannya, Dafa memeluk erat Naya.

"Jangan khawatir, semua baik-baik aja kok, aku pergi ya" ucap Dafa melepaskan pelukannya. Dan bersiap-siap untuk pergi.

"Kamu aku temenin ke bandara ya" pinta Naya.

"nggak usah Nay, aku berangkat ke bandara sama keluargaku yang lain, udah ya Nay, aku pergi" ucap Dafa menyudahi salam perpisahan sementara ini. Akhirnya Dafa pun pergi, Naya hanya terdiam memandangi punggung Dafa yang menjauh. Dan Naya pun kembali menangis.
.
.
.

Naya and Dying BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang