Naya and Dying boy (11)

56 3 0
                                    

Naya meletakkan gitar yg ia bawa disamping ranjang Dafa. Naya masih menggenggam tangan Dafa lembut.
Naya duduk di kursi samping ranjang Dafa.
"hai Dafa, kamu pake baju yang aku beliin" ucap Naya lirih menahan tangis karena perasaannya campur aduk sedih dan terharu melihat keadaan Dafa yang sakit parah.
Naya masih bisa melihat Dafa berusaha tersenyum. Air mata Naya tiba-tiba jatuh, tapi ia masih berusaha untuk menahan tangisnya.

"Dafa. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu" ucapan Naya terhenti, ia memandang wajah Dafa lekat. Naya mendekatkan wajahnya ke arah Dafa. Membisikkan sesuatu pada Dafa.
"Aku sayang sama kamu, aku tau kamu pasti kuat, Dafa" tangis Naya pecah, ia sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya.
"please Dafa, kamu harus kuat, Dafa..."  ditengah tangisnya,  Naya tiba-tiba terdiam, ia mendengar suara Dafa lirih yang mencoba untuk berbicara. Naya tak begitu mendengar suara Dafa. Naya melekatkan telinganya untuk mendengar apa yang diucapkan Dafa.

" Aku udah nggak kuat, Nay"
Tiba-tiba saja tubuh Dafa bergetar hebat,  Naya yang melihat itu seketika panik dan segera memanggil dokter serta mama Dafa.

"Dokter! Dafa Dokter! Dafa Tante!" dan segera Dokter dan keluarga Dafa memasuki ruangan melihat Dafa yang kejang-kejang. Dokter meminta Naya dan keluarga Dafa untuk menunggu di luar. Terlihat papa Dafa sedang menenangkan mama Dafa yang menangis. Naya berusaha untuk menghentikan tangisnya, ia tak ingin menambah beban pikiran orang tua Dafa. Walaupun Naya sangat sedih, bukankah lebih sedih lagi keluarga Dafa yang melihat Dafa sakit separah itu.
Tak lama kemudian, dokter yang menangani Dafa keluar dari ruangan Dafa.
"Bagaimana Dokter?" tanya Mama Dafa.
"Dafa sekarang koma, untuk lengkapnya kita bicarakan ini di ruangan saya"
Sesuai dengan perkataan dokter tadi. Dokter dan kedua orang tua Dafa pergi menuju ke ruangan dokter. Kini tinggal Naya dan adiknya Dafa, Tia.
Tia terlihat masih menangis, Tia pasti shock melihat kakaknya kejang-kejang seperti tadi. Naya berjalan mendekati Tia dan memeluknya untuk menenangkannya.
.
.
.

Sekitar satu jam orang tua Dafa baru balik dari ruangan Dokter, Mama Dafa terlihat sedih sekali, matanya bengkak dan merah seperti orang yang baru saja menangis, tatapannya juga kosong. Mama Dafa masuk ruangan Dafa tanpa ada kata sepatah pun, sedangkan papa Dafa menghampiri Tia yang berada di samping Naya.
"Tia, kamu ikut papa liat kak Dafa, dan Naya? kamu nggak papa kan tunggu di sini sebentar?"
Naya mengangguk mengiyakan. Naya mengerti bahwa keluarga Dafa butuh waktu untuk bersama tanpa ada orang lain. Naya menunggu di luar dengan harapan bahwa Dafa akan segera sadar.
Selagi Naya menunggu, Naya mengabarkan pada mamanya tentang  keadaan Dafa dan tentang Naya akan terlambat pulang ke Indonesia. Tak lupa juga Naya mengabarkannya pada Dinda walaupun mereka sedang marahan.
Tiba-tiba Naya tersentak dengan suara tangis yang pecah di dalam ruangan Dafa, suara tangis itu sangat keras sehingga  Naya langsung bergegas masuk ke ruangan Dafa. Naya melihat semua orang menangis, melihat alat bantu nafas Dafa dilepas oleh suster yang menangani Dafa. Melihat Dokter dengan berat hati menutup wajah Dafa dengan kain putih. Naya hanya terdiam tak percaya, detak jantungnya berdetak tak karuan. kakinya mendadak lemah, lututnya bergetar,  seketika Naya terduduk dan menangis sejadi-jadinya. Dafa sudah tiada.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Maaf gais, author lagi nangis mengingat Dafa udah nggk ada😖. Siapa yang disini ikut nangis dengan kepergian Dafa?  silahkan komen gais😖 dan jangan lupa untuk vote gais.

Naya and Dying BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang