Tujuh belas : Tamu

918 32 1
                                    

Biasa aja,
Semua hal yang terjadi adalah hal wajar
sampai gue hanya tinggal NAMA.

❇❇❇

"Bangsat anjrit, astagfirullah." maki Grea saat melihat kedatangan Geno yang tiba-tiba ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu.

"Apaan sih Re? Lo maki atau ngucap? Lagian juga semua disebut." ucap Geno geleng-geleng melihat sang adik.

"Salah lu lah dungdung, kenapa masuk ke kamar gue sembarangan."

"Yakan gue mau ngecek keadaan lo." ujar Geno membela diri.

"Gue bukan lumpuh cuma retak dikit, gak usah pedulii gue amat entar gue ilang lo nyariin."

"Iya la, lo kan adik gue."

Grea diam, melanjutkan memakai sepatunya lalu menenteng tas sembari berjalan keluar dengan kruknya melewati Geno begitu saja.

"Gue anter ya Re." tawar Geno mengikuti sang adik.

"Gue udah dijemput jadi makasih tawaran." balas Grea masih fokus menapakan kruknya di tangga agar tidak tergelincir.

"Dijemput sama siapa? Cowok lo?" tanya Geno langsung.

"Abang gue." ujar Grea menjawab pertanyaan Geno.

Geno yang hendak berucap lagi seketika terdiam setelah mendengar jawaban dari sang adik. Abang? Pikir Geno. Jadi gue ini apa?

WaLes, 7.15 WIB

Mobil hitam Rafi sampai bersamaan dengan motor hitam Gavian. Grea yang turun dibantu Reno dapat mencuri perhatian Gavian yang duduk di atas motornya.

Cara Grea tersenyum, tertawa dan bicara dengan dua teman sekelasnya itu membuat pikirannya yang tak tau diri itu tidak suka. Gavian turun dari motornya berjalan menghampiri Grea yang masih bersama Rafi dan Reno.

"Pagi Va." sapa Gavian tersenyum.

Grea yang mendengar sapaan itu menoleh ke arah orang yang menyapanya. Sudah dapat menebak siapa yang menyapanya dengan sebutan 'Va'. Grea hanya tersenyum membalas sapaan tersebut lalu lanjut mengobrol dengan Rafi dan Reno.

Gavian berhenti lalu terdiam melihat ke arah Grea yang berjalan di antara Rafi dan Reno, baru menyadari bahwa perasaannya yang tak tau dirinya telah lancang untuk berkembang dan hatinya dengan kurang ajarnya mendukung. Sadar bego. ujar Gavian kepada dirinya sendiri.

"Enggak lagi cemburukan, elo?"

Pertanyaan dari seseorang itu cukup mengejutkan dirinya yang ternyata sedang melamun. Ia menoleh melihat ke arah orang itu yang sudah berdiri di sampingnya.

"Jangan bego Gav. Hanya karena melodrama balas dendam lo jadi pengecut untuk nyakitin hati orang." ujar orang itu lagi lalu pergi dengan santai.

"Zidan anjrit. Keturunan teguh lo yah?" ujar Gavian berjalan mengejar Zidan.

"Lah bukan, gue kan keturunannya Bagaskara kalo lo lupa." balas Zidan terkekeh. Keduanya berjalan menuju ruang OSIS terlebih dahulu.

GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang