Dua puluh : Cerita lama

876 35 1
                                    

Grea sudah sampai di alamat yang sang bos kirimkan beberapa menit yang lalu. Rumah megah terpampang jelas di depannya walau ia masih berdiri di balik pagar besi berwarna emas ini, seringainya yang kejam tercetak jelas di wajahnya yang manis.

Hari ini ia akan melaksanakan sebuah tugas besar, keadaan kakinya sudah membaik setelah meminum obat yang sang bos berikan kepadanya.

Grea sendiri tidak mengetahui jenis obat apa yang sang bos berikan kepadanya, bosnya hanya berpesan obatnya itu hanya bisa bertahan 5 jam jika lewat dari itu sakit kakinya akan luar biasa hebat lebih sakit dari sebelumnya.

Ini big job ke sepuluh untuknya selama dua bulan, sudah biasa melakukan hal seperti ini Grea tidak apa-apa walau risiko pekerjaan luar biasa berbahaya kalaupun tidak mati terbunuh ia akan membusuk di penjara atau terkena hukuman mati.

Tidak apa-apa, sedari awal Grea memang sudah rusak jadi ini salah satu caranya untuk mempertahankan dan menjaga hidupnya agar tetap hidup bukan hidup menjadi lebih baik.

5 tahun yang lalu ketika kedua orang tuanya dan sang kakak meninggalkannya sendiri di rumah itu, ia hanya dapat menangis berharap mereka pulang walaupun pergi membawanya juga.

Grea yang baru tamat dari SD tidak mengetahui apa-apa ketika sang ibu membawanya ke rumah sakit lalu setelah dua hari membawanya pulang dan meninggalkannya begitu saja di rumah, seorang diri tanpa siapa-siapa.

Grea yang baru menginjak remaja awal usia hanya bisa menangis tidak mengetahui apa-apa, tidak ada yang datang melihatnya. Sampai seminggu itu semua berlalu, tubuhnya kurus semenjak pulang dari rumah sakit ia terus merasakan sakit di area pinggangnya.

Grea tidak tau apa-apa setiap hari hanya memakan mie instan yang tersedia di rumah. Satu hal ia syukuri bahwa masa itu ia sudah tamat sekolah jadi ia tidak memikirkan bagaimana dengan sekolahnya selanjutnya.

3 minggu berlalu, Grea tidak menunggu lagi. Kesehatan semakin menurun, uang tabungannya sudah habis untuk membeli makanan yang bisa ia beli. Saat semuanya sudah habis tak bersisa, Grea keluar dari rumah untuk mencari pekerjaan.

Tapi memangnya ada orang yang mau menerima dirinya yang baru tamat SD ini? Saat pikirannya sedang dilanda kepanikan seorang pria berumur 30-an datang menghampirinya menawarkan pekerjaan untuknya dan tanpa pikir panjang Grea menerimanya, pikirnya yang penting ia bisa bertahan hidup.

Pria itu memberikannya pekerjaan tapi dengan satu syarat yang harus ia penuhi yaitu mempelajari 5 ilmu bela diri dalam setengah tahun, Grea hanya menyanggupi karena biaya dan segalanya sudah disediakan oleh pria itu.

Bagi Grea pria itu bak malaikat penolong, pria itu membiaya hidup dan sekolah Grea selama setahun setelahnya Grea membiayanya sendiri. Sampai sekarang Grea masih terikat pekerjaan dengan pria itu, tidak ada siapapun yang tahu apa sebenarnya pekerjaannya ini bahkan Rafi dan Reno serta sang kakek sekalipun yang hanya mengetahui ia berkerja di kafe sebagai pelayan.

Grea berjalan mendekati pagar rumah itu dengan tenang padahal jika ketahuan oleh sang pemilik rumah karena ia membawa benda tajam ia akan diseret ke kantor polisi tapi ia tidak peduli, ia hanya akan menyelesaikan tugasnya dan melampiaskan emosinya yang sudah di ubun-ubun ini.

Bukannya memencet bel Grea memilih mengetuk gerbang besi itu dengan pisau lipat yang ia bawa toh dia juga bukan ingin bertamu yang mengharuskan seisi rumah di depannya mengetahui kedatangannya ini.

Satpam bertubuh tegap membuka pintu melirik Grea dari atas sampai bawah. "Cari siapa ya?" tanya satpam itu tidak curiga sama sekali apa yang sedang dibawa oleh Grea.

"Pak Rawandi, ada?" tanya Grea mulai menjalankan perannya.

Satpam itu sekali lagi menatap menyelidik Grea. "Ada. Ada perlu ap..."

Belum lagi selesai satpam itu bertanya Grea menancapkan sebuah pisau ke dada pria di depannya itu dengan gerakan cepat lalu kembali mencabutnya, membersihkan darah yang menempel di baju sang korban yang berwarna hitam.

Grea bertanya hanya untuk memastikan yang ia cari ada di tempatnya. Grea berjalan masuk ke dalam, rumah berwarna krim ini sudah tampak mewah dari luar. Ck, duit haram ya gitu sama kayak gue. batin Grea terkekeh berjalan menuju pintu rumah masuk tanpa permisi.

Pintu coklat itu terbuka lebar bersamaan dengan senyuman Grea yang semakin lebar. "Rawandi, apa kabar anda?" tanya Grea memasang senyum 5 jarinya.

Pria yang sedang duduk di sofa bersama sang istri bangkit ketika melihat kedatangan Grea. "Siapa kamu? Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Rawandi yang bingung melihat seseorang yang tidak ia kenal datang ke rumahnya dengan pakaian serba hitam pula.

"Saya? Anda tidak perlu mengetahuimya. Saya datang ke sini hanya untuk mengingatkan perjanjian terakhir anda dengan Roger." jawab Grea santai sambil memainkan pisau lipat yang ada di tangannya.

"Roger? Kamu siapanya Roger? Kenapa kamu ke sini?" tanya Rawandi yang tiba-tiba dilanda kepanikan pasalnya ia tidak memperhitungkan kejadian ini.

Grea tertawa mendengar suara gelisah itu, ia berhasil mengintimidasi orang di depannya ini. "Sekali lagi saya datang ke sini untuk mengingatkan bukannya menjelaskan. Jika anda tidak menepatinya dan melakukannya sekarang, mungkin malam ini anda hanya tinggal nama."

"Beraninya kamu mengancam saya, saya akan melaporkanmu ke polisi." ujar Rawandi.

Grea kembali terkekeh. "Anda pikir saya takut, bukankah jika anda melaporkan saya ke polisi anda juga akan terseret masuk ke dalam jeruji besi itu?"

"Pikirkanlah. Sekarang atau tidak sama sekali." tambah Grea membuka pisau lipatnya yang mengkilap.

Nyonya Rawandi berteriak. "Apa yang akan kamu lakukan?" tanya mulai takut.

Grea yang melihat itu terkekeh. "Membunuh kalian mungkin." jawabnya santai.

"Apa yang sudah suami saya perbuat sampai kamu ingin membunuhnya?" tanya nyonya Rawandi.

Grea menampilkan senyumannya. "Kenapa tidak tanyakan sendiri kepada suami anda. Saya akan memberikan waktu 5 menit untuk drama kalian ini." ujar Grea berjalan menghampiri sofa lalu duduk mendudukinya.

Setelahnya hanya ada perdebatan dan suara tangis yang Grea dengar dengan santai ia menaikkan kakinya ke atas meja. Grea melihat arlojinya. "Sudah hentikan. Jadi putuskan sekarang karena pisau saya sedang haus darah." ujar Grea bangkit.

Rawandi dan sang istri terdiam membuat Grea mendengus. "Sekarang atau tidak sama sekali." ujar Grea lagi mengacukan pisau ke hadapan Rawandi.

"Berapa yang harus bayar?" tanya Rawandi mencoba bernegosiasi karena tidak tega dengan sang istri.

"5 M, belum dengan bunga yang anda janjikan dan bunga atas keterlambatan anda." jawab Grea tersenyum.

"Kamu gila." teriak Rawandi.

Grea terbahak. "Yang gila anda, yang berhutang anda, yang bersalah anda dan anda mencoba mengelak? Anda sangat lucu." ujar Grea terkekeh sambil melemparkan selembar kertas ke arah Rawandi. Sebuah surat perjanjian.

"Transfer sekarang atau peluru panas ini yang akan memecahkan kepala anda." ujar Grea yang sudah mengganti benda yang ada di tangannya, mengacukan mulut pistol di kepala Rawandi.

✴✴✴

See you next post 👋

GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang