Dua puluh satu : Sisi Gelap

861 36 1
                                    

Grea masih setia dengan pistolnya yang bertengger indah ditangannya. "Jadi sekarang atau mati?" ujar Grea memberi pilihan sambil memainkan pistolnya di wajah Rawandi.

"Putuskan!" ujar Grea sudah bersiap menarik pelatuknya.

Rawandi yang mendengar itu semakin pucat. "Baik, baik, baiklah aku akan mentransfer uangnya sekarang." putus Rawandi akhirnya.

Grea tersenyum mengangguk tapi tangannya belum juga turun. "Good, 10 M. Silahkan." ujar Grea menyerahkan tab yang baru saja ia keluarkan dari dalam bajunya itu.

"Apa! 10 M?" kaget Rawandi.

"Saya mengingatkan bukan menjelaskan dan lagi jika anda lupa itulah kesepakatan yang anda buat sendiri dengan Roger bukan?" tanya Grea. "Do it." tambah Grea.

Rawandi hanya bisa pasrah toh memang dia juga yang salah sudah membuat perjanjian laknat itu dengan Roger, pria itu menyerahkan kembali tab itu kepada Grea.

Grea menurunkan pistolnya lalu tersenyum. "Roger berpesan kepada saya bahwa keterlambatan anda tidak bisa hanya dibayar dengan uang." ujar Grea. "Tapi ditambah sedikit dengan darah anda." tambahnya menyeringai.

Setelah itu hanya terdengar suara tendangan dan barang-barang jatuh serta teriakan nyonya Rawandi yang membuat Grea semakin melebarkan senyumannya.

WaLes, 07.29 WIB

Waktu yang tersisa tinggal semenit lagi sebelum gerbang ditutup tapi Grea masih berjalan dengan santai padahal jarak tempuh cewek itu masuk ke gerbang sekitar 50 m lagi.

Suara siulan yang keluar dari mulut Grea mengalun. Pagi ini ia tampak lebih rapi, lebih ceria, lebih cantik?

Grea sampai di depan pintu gerbang yang sudah dikunci dari dalam, ia mengintip ke dalam pos satpam. "Pak ini ada nasi bungkus sam kopi, mau gak?" tanya Grea.

Satpam itu berjalan menghampiri gerbang melihat apa yang Grea bawa.

"Bapak mau? Bukain saya gerbang ya terlambat 30 detik doang ini." ujar Grea.

Satpam yang memang sudah kenal dengan Grea berpikir sebentar lalu mengangguk. "Kali ini aja ya. Biasanya juga kamu lompat pagar belakang ini kok dari gerbang." ujar Satpam itu melihat Grea yang sedang mengangsurkan kantong plastik kepadanya.

"Ini saya lagi gak biasa. Kan bapak juga yang untung dapet sarapan gratis gimana sih." ujar Grea berjalan masuk dari arah parkir agar dapat menghindar dari guru BK dan antek-antek OSIS yang sedang berkeliling mencari mangsa.

"Grea?"

Panggilan itu membuat Grea berhenti lalu menoleh melihat ke asal suara. "Eh elo." ujarnya tersenyum ramah.

Orang itu berjalan mendekat ke arah Grea. "Elo baru dateng?" tanyanya.

Grea mengangguk. "Kenapa? Lo mau catet nama gue Dan?" tanya Grea menatap Zidan.

"Kalau mengikuti tugas iya sih tapi karena ini elo, gak usah deh. Gih sana masuk kelas sebelum ketahuan sama pak Dandi." ujar Zidan.

Grea yang mendengar itu sedikit heran lalu tersenyum. "Thanks, gue duluan ya." ujar Grea, Zidan hanya mengangguk menatap kepergian Grea yang entah mengapa pagi ini kelihatan lebih cantik, lebih ceria sampai-sampai Zidan ingin membawanya pulang menyembunyikannya dari Gavian.

"Pagi manusia!" sapa Grea berjalan masuk ke dalam kelasnya yang belum dihadiri guru pengajar.

"Pagii kutu beruang." balas Lura tersenyum menyambut Grea.

"Apa lo bilang anoa. Kutu beruang? Bagus-bagus gue bilang manusia bukan kembarannya macaca fascicularis." ujar Grea meletakkan tasnya di atas meja.

"Macaca?" beo Lura.

"Iya monyet." ujar Grea tertawa. "Dasar anoa." tambahnya masih tertawa lalu duduk di kursinya.

Guru pelajaran pertama mereka masuk, 'senin sial' dua kata itu lah yang diumpatkan dalam hati teman sekelas Grea ketika dihadapankan ulangan dadakan.

Setengah jam sudah berlalu sejak ulangan dimulai saat yang lain sibuk menghitung dengan kalkulator Grea malah dengan santai tidur di mejanya, kertasnya sudah terisi penuh oleh jawaban dari 5 soal yang memiliki masing-masing anak.

Grea tidak terbangun sama sekali ketika sang guru memanggil namanya dari depan dan secara terpaksa dengan keberanian yang terkumpul Jepri lah yang membangunkan cewek itu.

Ekspresi dongkol Grea lah yang menyambut wajah takut Jepri. "Apaan coba? Bilang aja gue udah mati biar tuh guru gak manggil-manggil nama gue. Ribet." ujar Grea.

Setelah mengatakan sederet kalimat itu Grea kembali tidur mengabaikan Jepri yang akan protes sampai bel istirahat berbunyi, Grea pun tak kunjung bangun dari tidur. Teman sekelasnya mulai heran dan bertanya-tanya.

Mati beneran tuh orang?

Eh gak biasanya tuh anak belum bangun jam segini?

Pertanyaan-pertanyaan mulai menyeruak sampai akhirnya Lura yang berkorban untuk membangunkan singa yang sedang tidur itu. "Gre, Grea, Gre... Bangun. Lo enggak ke kantin?" tanya Lura mengguncang tubuh cewek itu agar bangun.

Grea yang jelas terusik menegakkan tubuhnya. Matanya memerah, malam setelah mengurus Rawandi ia tidak bisa beristirahat karena memikirkan cara untuk mematahkan atau memutuskan kakinya agar tidak merasakan sakit yang amat sangat.

"Gue baru aja mau mati, kenapa dibanguni sih kutil landak." geram Grea menatap Lura jengkel yang sudah mengubun-ubun.

"Hari ini aja, biarin gue tidur dengan tenang ya." minta Grea yang sudah akan tertidur lagi.

"Gak bisa Re, lo hari ini harus pergi untuk pengisian olimpiade di sekolah Bina Bangsa. Lo enggak inget?" ujar Arif yang sudah bangkit dari duduknya.

Grea yang mendengar itu mendengus, dia tidak lupa hanya melupakan saja. "Harus hari ini ya?" tanya Grea dengan tampang anehnya.

Arif yang mendengar pertanyaan bodoh itu terkekeh. "Iya lah Re. Gimana sih lo." balas Arif.

"Jam berapa ini?" tanya Grea mulai mengumpulkan nyawanya yang masih melayang di alam mimpi.

"Bentar lagi berangkat, ada pengumumannya tadi. Yaudah ayo gue anter." ujar Arif yang sudah berdiri di samping meja cewek itu.

Grea hanya mengangguk ketika Arif membawakan tasnya yang hanya berisi sebuah binder, sebuah pulpen dan pisau lipat serbagunanya. Grea bangkit dari duduknya sedikit limbung karena masih mengantuk.

Arif dan Grea sudah sampai di lapangan tempat para siswa lainnya berkumpul. "Semangat kutu beruang, jangan sampai kalah nanti gak gue traktir lagi." ujar Arif menberi semangat yang mendapatkan pelototan karena menyebut dirinya 'kutu beruang'.

"Ini gue belii roti sama susu kesukaan elo." ujar Arif lagi menyerahkan sebuah kantong plastik dan tas cewek itu.

Grea yang menerima itu tersenyum cerah. "Thanks ketua, gue akan berusaha doa'i aja oke?" ujar Grea.

"Berasa gue ini lagi mau nganter lo mau pergi perang, tau gak?" ujar Arif yang membuat Grea lagi-lagi terkekeh.

Interaksi keduanya tak lepas dari penglihatan dari dua orang yang berdiri tak jauh dari tempat mereka. Wah gue punya saingan baru nih.

Sialan makin rame aja yang deketi tuh cewek.

✴✴✴

See you next post 👋

GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang