Dua puluh empat : Kehilangan

869 37 0
                                    

Sudah terhitung seminggu lebih Gavian tidak bertemu dengan Grea. Sebenarnya ia sendiri bingung kenapa sejak percakapan hari itu ia tidak ingin bertemu Grea padahal sebelumnya ia sangat ingin bertemu dengan cewek itu, apa karena cintanya ditolak dan ia sakit hati gitu?

Hah ngawur. batin Gavian yang langsung menolak keras.

Beberapa malam yang lalu ia juga tidak sengaja bertemu dengan Grea di swalayan persimpangan rumahnya, ia sedikit terkejut melihat kehadiran cewek itu sedangkan Grea hanya tersenyum melihatnya.

Tapi hari ini mengapa ia sama sekali tak melihat keberadaan Grea sejak pagi? Ke mana cewek itu pergi? Ingin sekali rasanya ia tanyakan kepada Rafi atau Reno tentang keberadaan cewek itu tapi rasa gengsinya terlalu tinggi untuk sekedar bertanya.

Gavian sedang berkumpul dengan ketiga sahabatnya di kantin untuk sekedar mengisi perut mereka. "Eh eh lo pada tau gak beberapa hari yang lalu ada bapak angkatnya Grea datang ke sekolah." cerita Tama heboh.

"Om om itu ya?" tanya Farhan.

"Iya, serem banget tuh om om kek mafia." jawab Tama.

Gavian yang semula hanya ingin menyimak tidak tahan untuk tidak bertanya. "Ada perlu apa bapaknya Grea kemari?" tanyanya.

"Yeee mana gue tau lo kira gue wali kelasnya mereka." jawab Tama melanjutkan makan batagornya.

Farhan melirik ke arah Zidan yang tampak tenang dalam kegiatan makan baksonya. "Lo kenapa Zid, diem amat? Diet ngomong?" tanya Farhan merasa tidak biasa dengan sikap Zidan kali ini, biasanya cowok itu hanya tenang-tenang kalem bukan seperti saat ini tenang-tenang tak berenergi.

Zidan yang ditanya hanya menggeleng. "Gue lagi banyak tugas." jawab Zidan seadanya.

Tama yang mendengar itu mengangkat alisnya aneh. "Bukan lo banget Dan." ujarnya menatap menyelidik.

"Gak ada apa-apa cuma itu aja." Zidan berujar sambil meminum jus wortelnya.

"Lo sekarang itu kayak orang galau tau gak?" tanya Tama menatap sang sahabat.

"Benar banget tuh atau lo tau sesuatu tentang apa yang sedang kita bahas ini ya?" tanya Farhan.

Zidan yang mendengar itu menghela napas, berbohong dengan mereka sama saja membuang energi karena ia tak dapat menutupinya dengan baik. "Iya gue tau kenapa bokap angkatnya Grea ke sini." ujar Zidan akhirnya.

"Kenapa?" Gavian lah yang pertama kali bereaksi.

"Wohooo ngegas, santai dong bang. Kalem Zidan di sini aja kok." ujar Tama untuk mencegah sesuatu yang kemungkinan akan terjadi, ia tidak tau apa karena perasaannya tidak enak tapi bukankah mencegah lebih baik dari pada mengobati.

"Bokapnya Grea datang untuk permisiin Grea selama kurang lebih sebulan untuk sesuatu alasan yang gak gue denger jelas, intinya ya itu." ujar Zidan.

Gavian yang mendengar itu sedikit kaget. Kurang lebih sebulan? Cuti gitu?

"Gak masalah tuh?" tanya Farhan.

Zidan hanya mengangkat bahu. "Gue gak tau, tapi untuk tugas-tugas dan sebagainya Grea tetap ngumpul melalui email katanya cuma dia gak hadir di kelas."

Mendengar jawaban dari Zidan mereka hanya membeo sedangkan Gavian sedang berpikir panjang, gimana nasib perasaan gue ini? Harusnya gue enggak jauhin tuh anak.

Rafi dan Reno memasuki area kantin dengan tampang yang tidak bersahabat sama sekali "senggol bacok" mungkin itu lah julukan yang pas untuk mereka.

"Bik biasa." ujar Rafi meletakkan buku hitamnya dengan sedikit membanting ke meja.

"Selow boyy." ujar Arif yang baru datang sambil membawa nampan bergabung duduk bersama kedua cowok itu.

GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang