Gikwang yang tersadar dari lamunannya, mulai membuka sampul map. Matanya sontak melebar karena isi map tersebut langsung memperlihatkan sebuah formulir pendaftaran siswa baru di...
"SMA Sun Moon?" pekik Gikwang memastikan.
"Kenapa? Kamu keberatan?" Heechul balik bertanya. "Sekolah kita memang lebih bagus. Tapi setidaknya, di Sun Moon bisa lebih fair untuk murid seperti kamu. Karena di sana tidak ada murid yang menjadi anak dari salah satu pemilik saham mereka," lanjut Heechul karena Gikwang tak merespon pertanyaannya yang tadi.
Gikwang sendiri justru semakin meneliti isi map kepindahannya. Bahkan formulir pendaftaran sudah terisi lengkap dengan data dirinya. Serta beberapa bukti pembayaran juga terselip di sana.
Gikwang mendongak tiba-tiba. "Bapak sudah melunasi pembayaran sampai ujian Negara tahun depan?" Gikwang bahkan sampai menunjukkan bukti-bukti pembayaran tersebut.
"I... itu..." Heechul tergagap menanggapinya. Ia lalu tertawa canggung. "Akh, sudahlah. Anggap itu bayaran atas rasa bersalah saya," lanjutnya mengalihkan.
Gikwang menggaruk pelipisnya. Ia bingung untuk melakukan apa setelah ini. Dan baru kali ini ia mengetahui ada seorang kepala sekolah yang melunasi biaya sekolah muridnya hanya karena ia terpaksa tidak bisa bersikap adil.
"Kamu boleh ke luar dari ruangan saya," suara Heechul mendominasi keheningan. "Tapi ingat," lanjutnya membuat Gikwang yang sudah hampir berdiri langsung membatalkan niat. Heechul lalu mendekatkan tubuhnya ke tepi meja.
Gikwang juga melakukan hal yang sama karena di rasa Heechul ingin menyampaikan sesuatu sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan kepala sekolahnya.
Heechul mengawasi pintu ruangannya yang tertutup. "Saat bertemu dengan Junhyung dan ayahnya nanti, kamu pura-pura kecewa dan marah ya, karena dikeluarin dari sekolah," bisik Heechul. Ia lalu kembali duduk seperti semula.
Gikwang tersenyum miris dan mengangguk. Ia tak ingin mengecewakan kepala sekolah yang benar-benar sudah berkorban untuknya hari ini. "Saya permisi, pak." Gikwang mengangguk sekali sebagai tanda ia berpaminat untuk meninggalkan ruangan Heechul.
"Hati-hati membawa map-nya." Heechul juga mengantar Gikwang sampai depan pintu untuk mengawasi muridnya itu.
"Apa itu artinya saya bisa langsung pulang?" Gikwang sedikit membatalkan niat untuk memutar knop pintu. Gikwang hanya manggut-manggut melihat Heechul kebingungan menjawab pertanyaannya. "Saya ngerti, pak. Mulai hari ini saya udah bukan siswa Paradise lagi," ujarnya sedih.
Ketika Gikwang membuka pintu, Junhyung tampak langsung menegakkan badan. Ia ikut tegang dengan apa yang baru saja di bicarakan Gikwang bersama Heechul. Junhyung sampai menelan ludah ketika mendapati Gikwang membawa sesuatu di tangannya.
Gikwang berhenti tepat di hadapan Shindong. Namun pria itu tampak mengacuhkannya. "Terima kasih atas kebijaksanaan anda," kata Gikwang penuh penekanan. Ia bahkan sampai sedikit menundukkan tubuhnya beberapa saat. Di sana Gikwang juga mengawasi perubahan sikap Junhyung yang terlihat tak tenang. Setelah itu Gikwang meninggalkan ruangan setelah memberikan sebuah kode pada Heechul yang masih mengawasinya.
Tak lama setelah Gikwang pergi, kini giliran Junhyung yang berdiri di hadapan ayahnya dengan tatapan menantang. "Sekarang papa puas?"
Shindong memandang remeh putranya. "Bukannya selama ini bocah itu selalu menghalangi impianmu?"
Junhyung mengepalkan tangannya. Ia lalu meninggalkan ruangan tanpa pamit membuat Heechul menahan napasnya melihat kelakuan Junhyung. Sementara dari luar, Junhyung tampak sedikit membanting pintu dengan cukup keras.
YOU ARE READING
FC LOVE
FanfictionI hate footbal! But, I love him. Dan dia adalah kapten klub sepakbola sekolah.