"Arsen! Lo kenapa?!" Melati berteriak panik melihat luka di wajah Arsen. "Astaga, astaga! Gue harus gimana, astaga! Hidung lo berdaraaaah!" Ujar gadis itu dengan heboh.
Arsen memegang kedua bahu Melati. "Gue nggak kenapa-kenapa, Me."
"Tapi hidung lo berdarah, Sen!"
"Nggak bakalan mati cuma gara-gara berdarah dikit gini. Santai aja." Arsen menepuk bahu Melati beberapa kali.
"Kita ke UKS." Kata Melati berusaha menarik tubuh Arsen.
"Ngapain? Masih buka emangnya?"
"Gue anggota PMR, Sen! Gue tau dimana letak kunci cadangannya. Buruan."
***
Arsen menggoyangkan kakinya yang menjuntai kebawah, ia menunggu Melati yang sedang menuangkan alkohol ke kapas untuk membersihkan luka di wajahnya.
"Gue baru tau kalau lo anggota PMR." Ujar Arsen sambil mengedarkan pandangannya.
Melati melirik sekilas ke arah Arsen, ia mengembalikan botol alkohol kedalam lemari dan melangkah mendekat pada Arsen.
"Iya, soalnya gue nggak bikin pengumuman kalau gue anggota PMR." Melati duduk di samping Arsen. "Madep sini."
Arsen menurut, ia menghadap Melati yang sudah membawa kapas yang ia basahi dengan alkohol. Membayangkan benda putih basah itu mengenai lukanya, Arsen meringis sambil memundurkan tubuhnya.
"Nggak mau ah, Me! Sakit pasti." Tolak Arsen.
"Mana ada sakit sih, Sen? Kaga sakit! Suer."
"Perih, Me."
"Yaelah, perih dikit. Laki bukan sih lo?" Udah, sini!" Melatik menarik lengan Arsen. "Tahan." Ucapnya lalu mulai membersihkan luka Arsen.
"Aduh, duh! Pelan-pelan!" Arsen menepuk lengan Melati.
"Ini juga pelan, Sen! Belom aja gue teken nih!" Melati menekan sudut bibir Arsen.
"Aduh! Mamaaaa!"
Melati melongo mendengan teriakan Arsen. Lelaki yang sangat tengil dan selalu membuat Kei emosi itu ternyata sangat lemah dan cupu.
***
Malam minggu berarti malam bebas bagi Eten untuk bermain video game bersama dengan Boby semalaman atau setidaknya sampai Shania mengamuk dan menyuruh kedua orang itu untuk istirahat.
Seperti saat ini Boby dan Jeston sedang heboh berteriak gara-gara sebuah video game. Shania menggelengkan kepalanya melihat Boby yang masih seperti anak kecil. Pria berkacamata itu sering lupa dengan umurnya yang sudah tidak pantas untuk bermain video game dengan Jeston.
Membiarkan kedua jagoannya bermain, Shania memilih untuk mendekat kearah Kei yang terlihat sibuk mengerjakan sesuatu.
"Anak Mami lagi ngapain?" Shania melirik buku yang ada di atas meja. "Ini malam minggu loh, Kak. Nggak mau libur dulu belajarnya?" Shania duduk di sofa ruang tamu dan membuka majalah fashion terbaru miliknya.
"Nanggung, Mi. Satu nomor lagi kelar." Gadis yang memakai piyama berwarna biru itu sibuk memasukkan angka-angka di bukunya kedalam rumus yang ia ingat. "Eh, ini bener nggak, ya?" Gumamnya sendiri mengetukkan pena yang ia pegang di dagunya.
"Coba Mami lihat." Shania menutup majalahnya dan menarik buku tulis Kei. "Bener kok, anak Mami pinter banget." Ujar Shania mengusap puncak kepala Kei.
"Akhirnya kelar juga!" Pekik Kei lega sambil melompat keatas sofa.
Meletakkan kepalanya diatas paha Shania dan memeluk perut rata Maminya. Shania tersenyum melihat kelakuan putrinya itu, tangannya bergerak membelai rambut panjang Kei.