Arsen duduk manis di samping Kei yang masih memejamkam matanya di ruang UKS. Arsen berhasil membolos untuk menunggu Kei di UKS setelah membujuk dan menyogok petugas UKS dengan cara meng check out kan semua barang yang ada di keranjang belanja online petugas UKS itu.
"Sering-sering aja bolosnya, Sen. Biar sering-sering juga check out in belanjaan gue." Kata petugas UKS itu sambil menyandarkan tubuhnya ke tembok.
Arsen mendengus sebelum menoleh, "Ini bebeb gue kenapa nggak melek-melek!"
"Bentar lagi melek, Sen. Sabar." Ujarnya kemudian berlalu dan memilih duduk di meja miliknya.
Arsen kembali memfokuskan pandangannya pada Kei. Menatap dalam-dalam wajah perempuan yang terbaring di hadapannya ini. Kei ini sepertinya salah satu dari beberapa ciptaan Tuhan yang diciptakan ketika Sang Pencipta sedang benar-benar bahagia.
Tangan Arsen terulur mengusap helai anak rambut milik Kei, kedua ujung bibirnya tertarik dan membuat sebuah lubang tercipta di pipi kanannya.
"Cantik banget." Gumamnya. Arsen hendak mencubit pipi gembil milik Kei sebelum sang empunya membuka mata namun urung ketika gadis itu sudah lebih dulu membuka mata, "Eh, putri tidur udah bangun."
"Gimana? Masih pusing? Atau ada yang sakit?" Tanya Arsen kemudian mengambil segelas teh hangat yang sudah disediakan petugas UKS tadi, "Minum dulu, nih. Biar melek."
Kei menerima gelas dari Arsen, sedikit membenarkan posisinya untuk minum. Gadis itu melirik jam yang menempel di dinding lantas menatap Arsen dengan tatapan bingung.
"Lo nggak kelas?"
Arsen menggeleng.
"Kenapa bolos?"
"Mau jagain kamu."
"Kan ada Mba Andin."
"Kalo gue bisa kenapa harus orang lain?" Jawan Arsen dengan entengnya.
"Mbak, ada obat pusing nggak? Sama mau cek tensi darah dong. Gliyengan banget kepala gue."
Arsen yang mendengar itu langsung menyibak gorden yang membatasi tempat Kei dan ruangan Mbak Andin.
Di sana, kakak kelas yang tadi Arsen lihat dan baru Arsen ketahui namanya..
"Kak Ci Shani.."
Kei mengikuti arah pandangan Arsen, menatap kakak kelas yang merupakan wakil ketua osis sekaligus saingannya untuk mendapatkan Erik.
Kei menatap sengit karena menyadari tatapan memuja Arsen pada Shani.
"Arsen." Panggil Kei.
"Arsenn!" Ulangnya memanggil Arsen disertai cubitan pada lengan kiri Arsen.
"Aw! Sakitt, Kei!" Arsen mengusap lengannya yang terlihat memerah, "Merah, nih. Kamu mah kasar mainnya." Arsen memonyongkan bibirnya, "tapi gapapa, aku suka, hehe." Tukasnya dengan cengiran.
Shani yang mendengar keributan Arsen dan Kei akhirnya menyadari keberadaan dua anak manusia yang tengah menatapnya. Ia tersenyum pada keduanya, lalu melangkah mendekat.
"Kei sakit apa?"
Kei diam tak menjawab.
Arsen ikut diam, menatap Shani dan Kei bergantian.
"Lo yang tadi itu, kan? Ini si Kei sakit apa? Terus kenapa lo di sini? Kan ada pelajaran." Shani beralih pada Arsen membuat lelaki itu berkedip beberapa kali, kembali pada kenyataan.
"Eh, ini.. Kei tadi kepalanya ketimpuk bola basketnya Melati terus pingsan, jadi gue bawa ke sini." Jelas Arsen.
Shani mengangguk beberapa kali, "Yaudah, kenapa lo bolos?"