Jeston menuruni tangga rumahnya dengan menenteng tas sekolah juga almamaternya, ia melemparkan tasnya ke sofa kemudian berlari menuju Shania yang sedang mengoleskan selai pada rotinya.
"Mamiii," Jeston memeluk Shania dari samping lalu mencium pipi kanan Shania, "Morning!" Sapa Jeston sebelum duduk di kursinya.
"Morning, Sayang. Kakak mana?"
Jeston mengambil selembar roti sebelum mengangkat bahunya.
"Belom bangun kali, Kak Kei kan kebo."
"Heh! Jangan ngarang, ya! Mana ada gue kebo, lo tuh yang kebo!" Ketus Kei yang tiba-tiba sudah bergabung di ruang makan.
"Mana ada mengada-ada orang kenyataan," Cibir Jeston kemudian melahap rotinya.
"Kenyataan apaan kaya begitu?!" Kei menarik kursi samping Jeston kemudian duduk dan meminum susu yang sudah Shania sediakan.
"Kenyataan yang telah ternoda." Ucap Jeston asal.
"Bodo amat," Kei menoyor kepala adiknya, "Papi mana, Mi?"
Shania menengguk minumannya sekilas, "Udah berangkat, katanya ada rapat mendadak pagi ini."
Kei mengangguk beberapa kali sebelum mengambil roti yang baru saja Jeston olesi dengan selai kacang yang tentunya membuat adanya perdebatan baru di ruangan itu.
"KAKAK!"
***
"Jangan lupa lusa depan kita akan adakan ulangan sebelum uas, kalian jangan malas belajar. Soal-soal uas kalian akan mirip dengan soal ulangan besok," Ujar Malik sambil mengetukkan spidol beberapa kali ke meja, "Saya cukupkan pelajaran kali ini, terimakasih atas perhatiannya dan selamat siang." Tukas guru berkumis tebal itu sebelum melenggang keluar kelas.
Sesaat setelah gurunya keluar kelas, Arsen langsung menjatuhkan kepalanya di atas meja sambil memejamkan matanya kuat-kuat. Gery yang duduk di sebelah Arsen menatap heran pada temannya, biasannya Arsen akan langsung pergi ke kantin setelah peajaran Matematika.
Gery menepuk bahu Arsen beberapa kali, "Kenapa lo?"
Arsen hanya menanggapi dengan gelengan kepala tanpa membuka matanya, ia justru mengambil jaket milik Gery yang kemudian ia jadikan bantal.
"Sakit lo?" Gery menyentuh jidat Arsen, "Anget-anget tai ayam."
"Anget tai ayam jidat lo bersinar," Arsen membuka matanya, "Nitip belin teh anget sama tolak wind dong." Arsen mengeluarkan uang limapuluh ribu dari sakunya kemudian ia tempelkan di dahi Gery.
Gery mendengus sambil mengambil uang yang ada di dahinya, "Kaga nitip bakso goreng?"
Arsen menggeleng lalu kembali memejamkan matanya. Kepalanya terasa sangat pusing, juga tenggorokannya yang terasa sakit untuk menelan makanan membuatnya mau tak mau harus berpuasa jajan bakso goreng kesayangannya.
"Yaudah, tunggu bentar, ye," Gery menepuk punggung Arsen sebelum melangkah menuju meja Gito, "Mas Gito, jajan kantin kuy!"
"Najis, amit-amit." Gito bergidik ngeri.
"Alah, udah ayo!" Gery menyeret Gito keluar kelas.
Keadaan di kantin hari ini sedikit sepi, sepertinya efek hujan yang sedang turun membuat beberapa murid malas untuk ke kantin, hal itu adalah keuntungan untuk Gery karena ia tak perlu mengantre untuk membeli soto kesukaannya.
"Buat gue." Serobot sebuah tangan ketika semangkuk soto dengan uap yang mengepul hampir sampai di yangan Gery.
"Enak aja lo," Sengit Gery.
