12

579 80 19
                                    

"Arsen,"

Lelaki yang baru saja keluar dari area kantin itu menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke belakang.

Dahinya berkerut ketika melihat Kei yang sedang melangkah menghampirinya.

Tumben. Itu yang terlintas di benaknya ketika melihat Kei.

Gadis itu kini sudah berdiri di hadapannya sambil mendongak agar dapat menatap Arsen.

"Kenapa? Tumben mau ngampiring gue duluan. Kangen yaa?" Arsen menaik turunkan alisnya menggoda Kei.

Gadis itu memutar bola matanya malas kemudian menyerahkan sebuah paper bag pada Arsen.

Melihat dahi Arsen yang berkerut dan paper di tangannya yang tak kunjung diambil oleh lelaki itu, Kei akhirnya bersuara.

"Itu pasta," mata Arsen berbinar, "dari Mami." Sambung Kei dengan cepat.

"Wah, Mama mertua tahu aja kesukaan gue."

Kini giliran dahi Kei yang berkerut mendengar ucapan Arsen.

Mama metua dia bilang?

Memangnya diapa yang mau menikah dengan laki-laki yang selimutnya masih bergambarkan salah satu tokoh disney itu.

"Yaudah, buruan ambil. Gue mau ke kelas."

Arsen menurut. Mengambil paper bag tadi dari tangan Kei. Namun, saat Kei hendak melangkah menjauh, Arsen justru menarik tangan gadis itu hingga membuatnya memekik terkejut.

Arsen menyeret Kei menuju halaman belakang selolah, tempatnya biasa bersembunyi untuk bermain gitar. Ia mendudukkan gadis itu pada salah satu kursi yang warna catnya sudah memudar di sana.

"Duduk dulu. Temenin gue makan." Itu yang keluar dari mulut Arsen ketika melihat Kei hendak melayangkan omelan beserta protesnya.

Mendengus kesal. Tapi, ia tetap duduk di sana sambil sesekali melirik Arsen yang sedang menghabiskan basreng miliknya.

"Sen, buruan dong. Udah mau masuk kelas, nih." Kei melirik jam tangan yang sudah menunjukkam pukul sepuluh lewat lima belas menit.

"Santai kenapa, sih. Nggak lihat gue lagi makan?" Lelaki itu menyimpan bungkus basreng yang sudah habis kemudian beralih mengambil paper bag berisi pasta dari Shania, "tahu aja gue belum sarapan."

"Tante Veranda nggak masak emang?" Kei menumpukkan tangannya yang menyangga kepala di atas kaki kananya yang bertumpu.

Arsen menggeleng sebelum memasukkan pasta ke dalam mulutnya.

"Tumben."

Laki-laki itu mengangguk mengiyakan, "he'em, tumben. Mama marah sama gue. Dikira gue menghamili anak orang."

Arsen tersedak ketika sebuah botol mendarat dengan mulus di kepalanya. Mendongak menatal gadis yang kini menatapnya dengan tak percaya.

"Kenapa dilempar sih, Sayang?"

"Sayang, sayang. Enak aja lo manggil gue sayang."

"Yaudah, gue panggil 'Beb' aja,"

"Nggak!"

Arsen kembali menyuapkan pasta ke dalam mulutnya.

"Kenapa Tante Ve bisa ngira lo hamilin anak orang?"

"Oh, karena gue tanya kalau orang hamil itu susah atau nggak." Lelaki itu menjawab dengan santainya.

"Kenapa lo tanya kayak gitu?"

Arsen mengedikkan bahu, "kepo aja." Tangannya mengambil botol minum yang tadi dilemparkan Kei, "gue minum, ya? Seret." Tanpa menunggu persetujuan dari pemiliknya, botol berwarna ungu itu sudah ia teguk hingga tersisa setengahnya.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang