part fiveteen - trauma

3.5K 346 11
                                    

Taehyung duduk dengan tenang disana. Kantor polisi tempat kakaknya Hanbin mendekam. Taehyung menunggunya.

Hanbin yang kini melangkah membuat Taehyung menoleh padanya dengan pandangan datar dan wajah yang dingin.

Hanbin berdecih karena harus berjumpa kembali pada adiknya yang sudah memenjarakan dia. "Apa lagi?"

Taehyung sejujurnya sangat menginginkan sosok kakak yang hangat seperti mentari pagi. Namun sayangnya dia dan Hanbin hanyalah anak yang sudah dibesarkan untuk menjadi monster atau setidaknya pencabut nyawa yang baik.

"Kau senang melihatku disini?"

Taehyung masih memilih untuk bungkam tanpa mengalihkan fokusnya pada kedua bola mata Hanbin.

Hanbin tidak mau menunggu lebih lama untuk melihat wajah Taehyung. Hanbin berdiri dan langsung membalikkan badan untuk pergi. Hal itu pun tidak dicegah oleh Taehyung.

Dia masih duduk disana. Memejamkan kedua matanya erat dan menjambak rambutnya. Dia makin mengingat seperti apa Hanbin yang membuat dirinya seperti sekarang.

"Bunuh dia, Taehyung!"

Taehyung yang masih berusia sepuluh tahun itu disodori pistol dan juga pisau oleh sang ayah. Perintah sang ayah adalah mutlak baginya saat itu.

Anak yang seusianya kini hanya bisa pasrah karena gerakannya sudah dikungkung oleh pria dengan badan lebih besar darinya.

Taehyung juga tak kalah ketakutan karena melihat ekspresi menyeramkan yang ayahnya tunjukan. Taehyung menatap dua benda itu dengan bola mata yang bergetar.

"Bunuh dia atau ayah akan menyiksamu!"

Taehyung mendongak dan menggelengkan kepala dengan cepat. Kedua tangannya saling bertautan untuk memohon pada ayahnya agar tidak melakukan itu.

"Beri dia contoh, Hanbin!"

Tanpa menunggu lama lagi, Hanbin meraih tongkat baseball yang kemudian dia pukulkan pada kepala anak kecil seusia Taehyung, Jungkook.

Taehyung meringis melihatnya. Namun dia tidak kuat untuk menoleh. Kedua sisi kepalanya ditahan cukup kuat oleh tangan kekar milik ayahnya.

"Kalau kau tidak bisa membunuhnya, Taehyung. Maka ayah yang akan membunuhmu"

Isakan keras milik Taehyung lolos begitu saja dari mulutnya. Tubuhnya melemas dan seketika jatuh ketika sang ayah mendorongnya kebelakang. Kedua tangan Taehyung sudah lebam membiru karena terbentur meja.

"Taehyung, besok kau harus melihat ayah menghukum mati orang yang begitu kurang ajar padanya. Jadi kau harus menurut"

Lamunan itu dan segala hal menyakitkan yang terjadi padanya semasa kecil terus bersarang dikepalanya. Sulit untuk dihilangkan dan mungkin akan berbekas selamanya.

Ruang kecil dalam hati Taehyung berteriak. Dia merindukan ayahnya, merindukan kakaknya, dia ingin merasakan kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah sedikit pun dia dapatkan. Taehyung berharap saat dia mengunjungi Hanbin dirinya bisa merasakan kasih sayang seorang kakak namun itu terpatahkan saat sikap Hanbin masih begitu dingin.

Taehyung harusnya sudah terbiasa dengan hal ini. Tapi dia juga tidak bisa menahan diri atau pun menolak keinginannya untuk memenuhi impian ayahnya.

Bunuh dia, Taehyung

Tiga kata singkat itu adalah satu-satunya yang bisa Taehyung dengar sekarang.

Pada sisi lain Taehyung sebenarnya juga korban dari masa kecil yang diisi dengan ingatan bagaimana orang terbunuh dan disiksa. Taehyung yang melihat Jungkook sebagai foto copy dirinya, iya seperti itu. Taehyung hidup dengan ajaran bahwa anak kecil yang ayahnya sandra saat itu adalah dirinya.

Untuk itu Jungkook dijadikan contoh jika dia macam-macam maka dia akan disiksa seperti Jungkook.

Taehyung tidak punya sedikit pun kenangan bahagia. Hal itu makin membuatnya berfikir bagaimana dia bisa dilahirkan dengan kondisi yang seperti itu. Tak diharapkan dan digarap seperti mesin pembunuh handal.

***

Yoongi kembali menyuapkan makanan untuk Jungkook setelah adiknya itu lebih tenang. Meski perlahan namun Yoongi sudah sangat lega karena adiknya mau untuk membuka mulut meski makanan yang dihabiskan tidak terlalu banyak.

Saat suapan kesepuluh Yoongi ulurkan, Jungkook membalasnya dengan gelengan lemah. Yoongi yang mengerti langsung menyudahi acara makan sang adik. Yoongi tidak mau Jungkook berakhir muntah seperti yang sudah-sudah.

Yoongi memperhatikan wajah adiknya. Senyum indah melengkung begitu saja diwajah Yoongi. Kemudian tangan pucat miliknya menggenggam lembut tangan Jungkook.

"Jungkook, lusa kamu akan operasi, tapi kamu jangan takut kakak tidak akan meninggalkanmu. Kakak bersamamu"

Jungkook mengangguk pelan. Mempererat tautannya dengan sang kakak dan memberikan senyuman miliknya adalah pilihan yang baik untuk menjawab.

"Jungkook masih belum mau bicara pada kakak? Jungkook masih takut?"

"Ka-kak", meski terbata tapi itu sangat lebih dari cukup untuk membuat hatinya meluas, Yoongi sangat merindukan panggilan ini.

"Baik, kalau kau tidak mau cerita. Tak apa. Karena saat kakak berpisah denganmu kakak juga mengalami waktu yang sulit"

"Kak", panggilan Jungkook seketika dibalas oleh Yoongi dengan deheman halus dan juga telapak tangan yang mengusap pipi kanannya lembut.

"Jelaskan, wajah kakak", alis Yoongi mengernyit karenanya. "Aku tak bisa melihat apapun"

Yoongi mengumpat untuk seseorang yang sudah membuat Jungkook seperti ini walau saat ini orang itu sudah ada disurga karena membunuh dirinya sendiri.

Tangan Yoongi yang masih menggenggam tangan Jungkook ia arahkan untuk mengusap wajahnya. Jungkook kini tau kakaknya ini tidak bisa membuat deskripsi sehingga dia sendiri yang harus mengira-ira. Jungkook mengusap perlahan wajah Yoongi.

Setiap jengkalnya, mulai dari kelopak mata, alis, hidung, pipi dan bibir. Jungkook tersenyum. Dia begitu bahagia.

Setelah selesai, Jungkook meletakan kedua tangannya kembali, "Ibu?"

"Ibu masih seperti dulu Jungkook. Namun kakak masih belum bisa mengajakmu bertemu dengannya. Setelah kau benar-benar pulih baru kita kesana"

Yoongi tidak berani untuk mengatakan pada Jungkook tentang kondisi ibu mereka. Yoongi tidak bodoh untuk itu.

"Jungkook, ingatlah bahwa kakak akan selalu berada didekatmu"

Jungkook mengernyitkan dahinya. Pembicaraan yang awalnya ringan menjadi terkesan serius sekarang.

"Kakak tau kamu begitu kuat, untuk itu berjanjilah agar membuka mata setelah operasi sehingga kakak bisa mewujudkan keinginan ibu bertemu denganmu"

Setelah beberapa detik Jungkook kemudian mengangguk. "Besok Kak Seokjin akan datang dengan paman dan bibi. Mereka yang menolong Kakak. Jungkook tidak perlu takut mereka tidak akan menyakiti Jungkook"

Jungkook itu punya trauma dan juga ketakutan yang cukup besar untuk bertemu dengan orang lain. Yoongi sangat memaklumi itu. Namun dia juga ingin Jungkook untuk sembuh dan mulai membuka diri dengan dunia luar.

"Jungkook masih ingat Kak Seokjin, Kan?"

Lagi-lagi Jungkook hanya mengangguk saja.

Senyuman Yoongi melengkung kembali. "Kak Seokjin pasti akan senang bertemu denganmu, Jungkook", kemudian tangan pucat itu bergerak untuk menyobak dan menyisir pelan poni yang menutupi dahi adiknya.

"Aku tidak peduli kau adalah adikku atau bukan Jungkook. Namun aku rasanya benar-benar ingin membunuhmu"

"B-beri, aku waktu u-untuk ber-sama ka-kak"

Kepala Jungkook berdenyut sakit karenanya. Dia mengernyitkan dahinya dalam demi menghalau segala nyeri pada setiap sisi tubuhnya. Sekecil apapun ingatannya muncul yang dia rasakan adalah sakit. Entah karena pukulan atau goresan apapun. Jungkook masih merasa dia tidak aman meski kakaknya sudah ada dekat dengannya. {}

Mikrokosmos [YoonKook] // CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang