"Maaf. Tapi ini yang terbaik."
"Bodoh sekali diriku ini..."
Hanya itu. Setelahnya Zane hanya diam, Azura pulang tidak mengajak Zane. Ya... mereka memang bodoh sekali. Sangat bodoh. Dengan perlahan Azura memikirkan dan memutuskan sesuatu.
Dirumah ia segera naik ke atap, memandangi pemandangan yang selama ini ia selalu lihat.
"Malam ini terlihat lebih tenang dari biasanya."
Tanpa hitung panjang ia menaiki pagar yang menjadi penghalang, menatap dengan lebih jelas. menutup mata, dan mencoba mengingat semua yang terjadi. Sebuah kebenaran.
Mundur ke masa lalu...
"Hah... membosankan. Lebih baik aku pulang sekarang. Ini sudah terlalu sore," ucap Azura berdiri dari bangkunya.
"Azura gak mau ikut rapat kelas dulu?" tanya Zane.
"Tidak. Aku ada urusan penting. Kau ikut saja Zane, supaya aku bisa tau apa yang diomongkan di rapat. Langsung pulang yah setelahnya," jawab Azura langsung pamit keluar.
Azura sebenarnya telah mendapatkan sebuah pesan penting saat jam istirahat sebelumnya.pesan itu berbunyi 'sepulang sekolah segeralah menuju gedung kepresidenan. Aku yakin kau ingin mendengar semua kebenarannya'. Karena berpikir tidak memiliki kerjaan, maka dengan senang hati ia datang.
Azura masuk dengan mudah dan bertemu dengan presiden saat itu, Kono Rikako.
"Ada apa presiden memanggilku seperti ini?" tanya Azura pada sosok pria tua yang sedang berdiri menghadap jendela besarnya.
"Azura Raefal... apa kabar? Keponakan?" tanya Pria itu.
"... Kabarku baik, Paman Rikako... ah tidak... Paman Kono Raefal," jawab Azura mengenal baik sosok presiden itu.
"Hahaha... kau menggunakan nama asliku... kau mengingat semuanya dengan jelas yah? Tentang kejadian hari itu?"
"Tentu saja. Aku malahan akan sangat menyesal jika melupakannya. Hari dimana aku mendapatkan Phonecardku, juga hari dimana rencana pembunuhan kedua orang tuaku dilakukan, sekaligus hari dimana aku diasingkan sebagai keturunan pejabat," jawab Azura dengan sedikit amarah.
"Wah wah... sepertinya kau memiliki pandangan buruk padaku yah... tapi apa kau tidak berencana memiliki pandangan buruk pada orang tuamu?" tanya Presiden itu dengan tenang.
"Orang tuaku?" heran Azura meminta penjelasan.
"Hah... begini. Seorang anak yang saat ini kau beri nama Zane adalah seorang manusia yang sudah di obrak-abrik hingga memiliki kekuatan sihir. Ya... karena itu dia bukan manusia lagi sih..."
"Apa maksudmu?!!" Azura melangkah kedepan.
"Kevin Thoper, anak kedua dari tiga bersaudara di keluarga Thoper. Seorang anak yang diculik pada usia 6 tahun dan dijadikan kelinci percobaan hingga ia berumur 16 tahun. Apa kau mau tau alasannya?"
"... katakan," Azura sedikit tenang.
"Alasan mengapa anak kedua dari keluarga Thoper itu diculik adalah karena kau sendiri. Karena seorang anak pejabat bernama Azura Raefal," ucap Presiden yang berhasil membuat Azura bingung.
"Mungkin kau lupa. Tapi saat berumur 6 tahun kau merengek ingin seorang bodyguard sebagai hadiah ulang tahun. Tapi bukan sembarang bodyguard, melainkan sesuatu yang bisa menggunakan sihir dan seusia denganmu. Apa kau lupa?"
"... itu..." Azura tidak bisa mengelaknya. Itu benar.
"Karena kau anak satu-satunya maka kakak dengan egonya mencari orang yang cocok dan menemukan Kevin. Ia mencoba melakukan banyak uji coba pada beberapa orang sebelumnya, lalu ketika ia merasa berhasil ia segera melakukannya pada Kevin. Dan berhasil."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ego or Humanity
Teen FictionKetika dia terbangun dari salah satu tidurnya sosok itu muncul. Dunia hitam putih miliknya berubah menjadi lebih berwarna. Sayangnya sosok itu bukanlah seorang manusia. Tamat