Suatu hari yang tidak lagi diawali oleh pagi hari, Azura dan Zane sedang dikerumuni oleh banyak orang.
"Bukankah sudah aku katakan berapa kali. Semuanya baik-baik saja. Ini hanya kesalahpahaman..." ucap Azura yang sudah lelah menjelaskan semuanya.
"Beneran cuma salah paham?! Tapi Azura sampai luka gitu..." seorang wanita terlihat gelisah.
"Azura terluka gara-gara ngelawan terus! Azura teriak-teriak gak jelas! jadinya Azura kena pukul sama polisi!!" Zane menjelaskan dengan ceria.
"Oy!" Azura terlihat dilecehkan.
"Hehe..." Zane hanya bisa tertawa.
"Azura, Zane. Kalian kepikiran buat punya pacar gak?" tanya seseorang.
"Pacar?" tanya Azura dan Zane bersamaan.
"Kalau aku sih belum kepikiran yang kaya gitu," jawab Azura menutup kedua matanya.
"Pacar itu apa?" tanya Zane.
"Pacar itu-"
"Pacar itu adalah seorang wanita yang harus kau layani seperti tuan putri dengan sepenuh hati tanpa mengeluh, jika mengeluh maka dia tidak akan menjadi pacarmu lagi," jawab Azura menakut-nakuti Zane.
"Eh... benarkah?!! Dimana aku bisa menemukannya?!!" sebaliknya, Zane malah tertarik.
"Hei... kau ini..."
"Sampai sekarang aku masih bingung... bagaimana bisa Azura dan Zane sedekat ini?"
"Um? Bagaimana? Entahlah... mungkin takdir," jawab Azura tidak minat berpikir.
"Unn... oh! Mungkin karena Azura itu anak pejabat!" Zane mengatakan sesuatu tanpa memfilternya dulu.
"..." keadaan hening seketika.
"Eh... anu..." Zane bingung.
"Zane. Apa maksudmu?" tanya Azura dengan nada yang sangat-sangat rendah. Zane yang mendengarnya terdiam tidak mampu menjawab.
"Jawab..." Azura memaksa.
"Itu... a... tidak. Bukan apa-apa... aku hanya bercanda, haha..." Zane tertawa canggung.
"Oh... hahahaha~" yang lain ikut tertawa canggung.
"Hah... membosankan. Lebih baik aku pulang sekarang. Ini sudah terlalu sore," ucap Azura berdiri dari bangkunya.
"Azura gak mau ikut rapat kelas dulu?" tanya Zane.
"Tidak. Aku ada urusan penting. Kau ikut saja Zane, supaya aku bisa tau apa yang diomongkan di rapat. Langsung pulang yah setelahnya," jawab Azura langsung pamit keluar.
"Yah..." Zane sedih.
"Mungkin ini gak sopan... tapi sejak kapan kamu pake cincin?" tanya seseorang pada Zane.
"Hm? Oh ini... ya... rasanya gak enak kalau Zane bohong, tapi Zane juga gak bisa jujur. Kalau Zane salah ngomong bisa-bisa Azura gak akan pernah ngobrol lagi sama Zane," jawab Zane dengan senyum yang tulus.
"Hm... benar juga, Azura itu memang tipikal orang kaya gitu... kita harus jaga omongan supaya bisa terus ngobrol sama dia."
Akhirnya rapat kelas selesai. Zane pulang sendiri ke rumah, ia membuka pintu dan menyimpat sepatunya.
"Zane pulang..." tidak ada jawaban, lampu tidak ada yang dinyalakan.
"Azura?? Azura??" Zane menyalakan lampu sembari mencari Azura.
Dapur, ruang tengah, ruang tamu, kamar mandi, kamar Azura yang juga kamar Zane, Azura tidak ada dimana-mana. Awalnya Zane berpikir mungkin Azura belum pulang, tapi tas, sepatu, dan seragam Azura sudah terpajang di kamar. Hanya ada satu tempat yang belum di periksa. Atap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ego or Humanity
Fiksi RemajaKetika dia terbangun dari salah satu tidurnya sosok itu muncul. Dunia hitam putih miliknya berubah menjadi lebih berwarna. Sayangnya sosok itu bukanlah seorang manusia. Tamat