Amoeba

791 130 18
                                    

INOSUKE POV
.
.
.
"TIDAK BERGUNA!"

PLAK

Aku terhunyung dan terjelembab saat ayah menampar pipiku sangat keras. Bibirku robek dan aku tidak dapat menahan air mataku. Sakit rasanya saat ayah kandung mu sendiri menamparmu. Melihatku ditampar ayah, ibu segera berlari dan memelukku.

"Apa yang kamu lakukan! Dia anakmu!" ibuku membentangkan kedua tangannya demi melindungiku.

"Anak? Aku tidak butuh seorang anak omega seperti dia. Seorang lelaki itu seharusnya menanamkan benih! Bukan mengangkang dan ditanamkan benih oleh lelaki lain!"

"Jaga bicaramu! Mau dia alpha atau omega, dia tetap anak kita. Aku menyayanginya!" ibu berteriak tidak mau kalah dengan ayah. Dengan wajah murka, ayah mendorong ibu kearahku dengan kasar.

"IBU!"

"Cih! Tidak anak tidak ibu sama saja. Kalian hanya akan menjadi aib bagi keluarga ini!" pria yang sekarang ini berstatus ayahku dan suami dari ibuku menjentikkan jari nya. Seketika muncullah bawahan ayah.

"Usir mereka."

Dengan satu kalimat menyakitkan itu dia membuang kami. Bawahan ayah menggandeng kami keluar dari rumah besar itu dan setelah sampai gerbang ia mengeluarkan suatu kertas. Didalam kertas itu tertulis sebuah alamat rumah seseorang.

"Pergilah, disana kalian aman. Itu adalah rumah kakek ku. Sekarang aku harus pergi, aku takut tuan besar mengetahui perbuatanku."

Setelah memberikan salam terakhir ia pergi masuk kedalam rumah besar itu lagi.

End Flashback

Entah mengapa aku mengingat kembali bagaimana caranya aku bisa terdampar dengan seorang kakek renta. Membesarkanku layaknya cucu sendiri. Mengenai cucu, bagaimana ya keadan pemuda itu, kuharap pria jahat itu tidak mengetahui perbuatannya. Mataku tertuju secara tidak sengaja pada pemuda kuning didepanku ini. Pemuda aneh yang sudah menolongku sebanyak 3 kali. Wajah damai dalam mimpi itu membuat tanganku gemas ingin menyentuh pipinya. Saat tanganku terulur, mata si kuning terbuka. Aku yang terkejut segera menarik kembali tanganku.

"Sudah bangun?" tanyaku malu-malu babi. Sedangkan yang ditanya hanya menggeram dan memegangi kepalanya. Sepertinya Douma menghantam bocah kuning ini dengan cukup keras.

"Jam berapa?"

"Jam dimana para siswa/siswi melangkahkan kaki dari tempat ini dan kembali besok pagi—dengan kata lain ini sudah pulang sekolah."

"K KAU BERCANDA?"

"APA WAJAHKU INI SEDANG BERCANDA?!"

"KENAPA KAU MARAH PADAKU?!"

"TENTU SAJA AKU MARAH!"

"GALAK AMAT SIH!"

"APA KAU BILANG!"

"HUAAAA SERAMMM!"

"ENAK SAJA WAJAHKU INI TAMPAN TAHU!"

"TAMPAN APANYA KAU ITU CANTIK BUKAN TAMPAN!"

"HAH?!"

Nafas kami berdua sudah seperti orang dengan penyakit asma. Kami berlomba-lomba menghirup oksigen. Tidak kusangka bocah yang menolongku ini adalah orang yang berisik. Kupandangi dia yang masih saja komat kamit tidak jelas.

"Kalau kau menghawatirkan akan di hukum Giyuu sensei, buang saja kekahwatiran mu itu... karena aku yang membuatmu seperti ini, aku bilang jika kau adalah korban saat akan melerai perkelahian antara aku dan Douma."

Wajah anak ini yang tadi nya memucat berubah menjadi sangat cerah. Bagai ada efek bunga, ia memegang tanganku dan mengucapkan terimakasih berkali-kali padaku. Ku lepaskan genggaman tangannya dan mulai memalingkan wajah kearah jendela yang terbuka. Langit sore mengantarkan kami pada keheningan.

"Hei kuning, aku mau bilang sesuatu."

"Kunang kuning kunang kuning. Aku ini punya nama tahu!"

"Berisik! Biarkan aku melanjutkan kata-kataku!"

"Cih–galak"

"Well, umm... Aku hanya mau bilang... Terimakasih."

Ucapanku semakin lama semakin kecil. Persetan jika si kuning ini bisa mendengarku atau tidak. Yang penting aku sudah bilang makasih padanya. Setelah mengucapkan terimakasih, aku bangkit dan merapikan rambutku yang sedikit berantakan.

"Hei," panggil si kuning.

"Ya?" tumben dia memanggilku.

"Zenitsu– Agatsuma Zenitsu."

"Ap apa?" tanyaku bingung.

"Namaku bodoh! Namaku Zenitsu."

"Aaa... Jadi namamu Kebitsu,"

"ZENITSU! ZE–"

"Ze"

"NIT–"

"Nit"

"TSU! ZENITSU!"

"Hah masa bodo ah, aku ya aku kamu ya kamu bukankah begitu, Zenitsu."

"ARGHHH ITU KAU BISA MEMANGGIL NAMAKU BODOH!"

Setelah keributan soal nama, aku melangkahkan kakiku keluar. Menuju rumah. Aku lapar. Pembicaraan ku dengan Tenitsu menguras banyak energi.

"Oh ya, aku belum memberitahumu namaku. Ingat-ingat ya, namaku Hashibira Inosu–"

"Inosuke, aku sudah tahu namamu."

Aku hanya mengngedikkan bahu dan menjauh dari UKS. Setidaknya aku sudah mengatakan terimakasih pada Tenitsu itu. Akhirnya~ pikiranku bisa tenang juga.

TBC

U Not My Alpha (ZenitsuxInosuke)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang