5 JAM SEBELUM PEMAKAMAN

83 3 0
                                    




Saat ini aku sudah berada di rumah sakit di daerah Gandaria, Jakarta Selatan. Dengan perasaan yang was-was, aku berjalan tergesa-gesa di lobi sampai berhenti di depan meja resepsionis. "Permisi," sapaku pada seorang petugas. "pasien atas nama Reiki di rawat di kamar sebelah mana?"

            "Reiki Altezza?" petugas itu memastikan.

            Aku mengangguk cepat. "Iya, benar."

            "Saya boleh tahu Mbak ini siapanya?"

            "Saya pacarnya, nama Saya Hawa."

            "Oh, Mbak udah ditunggu sama mas-mas yang bernama Levi." ucap petugas.

            "Dia adik dari Reiki." sahutku.

Petugas itu kemudian merentangkan satu tangannya ke sebelah kananku. "Ada di ruang IGD, di lantai tiga. Naik lift saja, agar lebih cepat."

"Terima kasih banyak." aku mengangguk, dan berlalu.

Saat sudah di dalam lift aku menekan angka tiga. Setelah sudah keluar, aku berjalan di lorong yang cukup sepi. Kedua mataku tidak lepas ke setiap kamar yang kulewati. Setelah melewati satu belokan, aku melihat Levi sedang duduk seorang diri di depan ruang IGD.

            "Hawa." Levi langsung berdiri saat melihatku.

            "Rey di ruangan ini?" tanyaku tidak sabar.

            Levi mengangguk. "Sebentar ya, jangan masuk dulu. Dokter lagi cek kondisinya. Nanti kalau udah selesai baru kita masuk."

            Aku merasa kecewa. "Lama?"

            "Tadi katanya sih sebentar doang." ucap Levi. Dia kemudian merentangkan satu tangannya ke bahuku untuk mengajak duduk. "Gimana kondisi lu?" wajahnya masih terlihat karut walau dia sudah berusaha untuk tersenyum.

            Aku menduga yang Levi maksud kecelakaan motor yang hari ini kualami. "Lecet dikit doang."

            "Syukur deh."

            "Bu Safira mana?" tanyaku.

            "Lagi ke toilet."

            Aku menarik napas panjang sebelum berkata. "Emang gimana ceritanya Rey bisa sampe masuk rumah sakit? Obat-obatan sama Inhalernya masih ada, kan?"

            Levi menggelengkan kepala. "Masih, tapi emang tadi dia udah parah, jadi udah enggak ngaruh lagi. Jadi daripada kenapa-kenapa, gue sama Ibu langsung bawa dia ke rumah sakit."

            "Tadi Rey lagi ngapain emangnya?"

            "Lagi tidur aja, biasa." jawab Levi cepat. "Tiba-tiba dia batuk kenceng banget, dadanya kayak nyesek, napasnya udah kedengaran ... ngik ngek ngik ngek."

            Aku menunduk, menutup wajahku dengan kedua tanganku sendiri. "Ya Allah."

            "Hawa, kamu udah lama?" tidak lama terdengar suara Ibu Safira.

            Aku menengadah. "Ibu?" kemudian aku berdiri, tidak bisa menahan air mata terlebih saat melihat wajah karut darinya. "Rey, Bu ... Rey." ucapku yang saat ini sudah berada di pelukan Ibu Safira.

            "Insya Allah, dia baik-baik aja. Kamu banyak-banyak berdoa ya."

            Aku melepaskan pelukan. "Pasti, Bu. Cuma perasaan Hawa sekarang lagi enggak enak banget, takut terjadi apa-apa sama dia,"

LANTARAN ASAP (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang