SAUDARA PEREMPUAN

66 7 1
                                    

Sebelum jam 6 sore aku sudah tiba di rumah Levi. Saat ini aku duduk di ruang tamu, menunggu Levi yang sedang mengambilkanku minuman.

Tidak lama dia muncul dengan membawa segelas air putih untukku. "Diminum, Hawa." ucapnya agak formal sambil menaruh gelas itu ke atas meja.

"Ah, lo pakek repot-repot segala. Gue kan bisa ambil sendiri."

Levi duduk di depanku. "Enggak apa-apa."

Sedari tadi aku sudah gugup, aku pun mengambil gelas dan meminumnya sedikit untuk sekadar menenangkan diri. "Ibu lo ada di rumah?" tanyaku setelahnya.

"Ada di belakang, lagi mandi."

Aku mengamati wajah Levi yang terlihat seperti sedang menunggu sesuatu. "Jadi, apa yang mau lo omongin, Ley?

Senyum Levi saat ini terlihat gugup. "Jadi gini, Hawa. Sebelumnya gua pengen bilang kalau kemarin pas kita makan, gua seneng banget bisa lihat lu ketawa lepas kayak gitu, apalagi pas lu bilang udah bisa move on dari sepeninggalnya abang gua."

Wajahku terasa kaku. "Iya, thanks. Itu kan karena kemarin lo juga ketawanya ngakak banget. Gue juga jadi enggak tahan buat ikutan ketawa." aku tertawa kecil untuk menutupi rasa gugupku. "Ya udah, sekarang ngomong deh."

"Kita tunggu Vivi sebentar ya."
Ucapan Levi barusan membuatku terkejut dan bingung. "Vivi? Emangnya dia kenapa?"

Levi tertawa kecil. "Oh, dia baik-baik aja kok. Nanti kita jelasin."

Kita?

Aku semakin bingung.

Beberapa menit kemudian pintu rumah terbuka. Di sana muncul Vivi yang sepertinya baru pulang kerja—terlihat dari seragamnya yang tidak sepenuhnya tertutup oleh jaket tipis abu-abu yang dia kenakan saat ini. "Udah ngomong?" tanyanya pada Levi, wajahnya terlihat gugup.

Levi menggelengkan kepala.

Vivi berjalan mendekatiku untuk mencium tangan. "Kak."

"Baru pulang kerja?" tanyaku sekedar berbasa-basi.

Vivi tersenyum, tampak kelelahan. "Iya." dia duduk di samping Levi.

Untuk beberapa saat aku mengamati Levi dan Vivi. "Oke, sekarang gue bener-bener bingung. Tadi pagi lo minta gue dateng ke rumah lo karena ada yang pengen lo sampein, bareng ... adek gue?" tanyaku pada Levi.

Levi terlihat menyikut pelan Vivi. "Ngomong."

"Ih, enggak ah. Kamu aja."

"Kamu ajalah, dia kan kakak kamu."

Vivi menggelengkan kepala. "Tapi ini kan ide kamu. Kamu aja lah."

"Udah, udah...," aku melerai, merasa terganggu terutama cara mereka memanggil satu sama lain. "ini sebenernya ada apa sih?"

Levi terlihat gugup saat membuka mulutnya untuk berbicara. "Sebenernya gua sama Vivi mau minta izin lu."

"Izin apa?" sahutku cepat.

"Ini sebenernya Vivi sih yang harus ngomong, karena sebenernya kan kepentingan dia."

Vivi mengernyit. "Udah ah, kamu aja."

Semakin lama aku menjadi kesal. "Ini sebenernya ada apa sih?! Kesel lama-lama dengerin kalian berdua kayak anak kecil gini. Lempar sana, lempar sini."

LANTARAN ASAP (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang