2 JAM SEBELUM PEMAKAMAN

74 5 0
                                    


Tamu yang datang ke rumah Rey semakin banyak, walaupun tetap saja aku tidak begitu kenal sebagian besar dari mereka yang memang kebanyakan berasal dari para tetangga di lingkungan rumah.

Saat ini jasad Rey sedang dimandikan, baru setelah itu akan dibawa ke masjid untuk disalatkan. Tidak banyak yang bisa kulakukan saat ini, setelah tadi ikut bersama ibu-ibu membaca surat yasin, sekarang aku duduk di ruang makan. Tatapanku kosong, tapi isi kepalaku terus melihat wajah Rey yang sebagian besar kubayangkan sedang tersenyum untukku.

Beberapa saat kemudian Rina datang. "Hawa," panggilnya hati-hati. "gue ganggu lo, enggak?"

"Oh, enggak. Duduk sini, Rin." satu tanganku menarik kursi untuk Rina. "Laki sama anak lo mana?" tanyaku saat Rina sudah duduk di sampingku.

"Hazna lagi sama Vivi, kalau laki gue kayaknya lagi bantuin Levi mandiin almarhum." jawab Rina.

Aku tersenyum muram. "Makasih ya."

Rina membalas senyumanku. "Santai aja."

"Oh ya, Rin. Setahu gue Pak Arya enggak ngerokok, kan?" tanyaku untuk sekadar membuat obrolan.

"Dia mah dari dulu emang enggak pernah ngerokok."

Kedua mataku mendelik. "Bagus deh."

Tatapan Rina kali ini terihat seperti sedang membaca pikiranku. "Hawa, tadi kan kita udah sama-sama doa yang terbaik buat almarhum. Jadi sekarang lo harusnya udah bisa ikhlasin dia, enggak perlu ada yang harus disesalin lagi."

"Gue bukannya enggak ikhlas," responsku cepat. "gue udah ikhlas banget malah. Cuma ... ya itu, ada perasaan yang gue sesalin dari dia. Karena kalau ada dua pilihan hidup antara perokok dan bukan perokok. Kenapa dia harus milih jadi perokok."

Rina tertawa pelan, tapi bukan untuk menertawaiku. "Namanya umur mah enggak ada yang tahu. Ini kan udah ketetapan dari yang di atas juga. Mau perokok atau bukan perokok kalau udah waktunya mau bilang apa."

"Terakhir kali Rey ngomong kayak gitu ke gue, dia langsung diserang asma dan nyaris meninggal."

"Serius lo?"

"Gini, Rin." lanjutku. "Kita emang enggak ada yang tahu umur kita sampai berapa. Tapi menurut artikel yang pernah gue baca di Internet, seorang perokok sepuluh persen lebih pendek harapan hidupnya daripada yang bukan perokok. Jadi dibanding orang yang enggak ngerokok, para perokok punya potensi meninggal sepuluh tahun lebih awal. Dan yang lebih miris, para perokok ini bisa menyebkan orang-orang yang bukan perokok meninggal karena ulah mereka. Setiap tahunnya empat puluh sampai lima puluh ribu orang meninggal sebagai perokok pasif."

Rina mengkerutkan bibir bawahnya. "Ya, mau gimana lagi. Lo kan tahu sendiri enggak gampang bikin orang berhenti ngerokok."

"Lo bener emang enggak gampang, mungkin cuma pas bulan puasa sama pas nonton bioskop aja orang berhenti ngerokok." Aku menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Menurut gue yang harus diubah dari pikirannya dulu, mereka berusaha berhenti bukan buat diri sendiri, tapi buat orang-orang yang mereka sayang."

"Jadi aktivitis anti perokok lah." ucap Rina setengah bercanda.

"Boleh juga tuh, biar gue ada temennya pas lagi berantem sama orang yang lagi ngerokok enggak pada tempatnya."

"Lo berantem?"

"Enggak dalam arti pukul-pukulan sih." sahutku. "Jadi tuh tadi pas di rumah sakit gue ngelihat bapak-bapak ngerokok, padahal udah jelas yang namanya rumah sakit ngerokok enggak boleh lah. Enggak tahu kenapa tadi gue emosi banget ngelihatnya, mungkin gue kebawa perasaan yang abis kehilangan Rey juga kali ya. Gue sih enggak nyesel abis ngelabrak tuh orang, apalagi ada Vivi tadi bantuin gue. Lo tahu sendiri kan tuh anak kayak enggak takutnya."

"Terus tuh bapak-bapak akhirnya gimana?"

"Keluar dia, diusir sama satpam."

Rina tersenyum geli. "Ada-ada aja."

Di tengah percakapan kami, Vivi muncul sambil menggendong anak Rina yang sedang tertidur. "Kak, Rin. Nih gue balikin." ucapnya sambil memindahkan anak itu ke pelukan Rina. "Hebat kan gue bisa bikin dia tidur."

"Wah, iya. Keren." sahut Rina. "Oh ya, suami gue masih di depan?"

"Masih," respons Vivi, tapi tidak lama Pak Arya muncul. "eh, ini dia. Panjang umur abis diomongin."

"Ma, aku ikut Bapak-bapak di sini dulu ya." kata Pak Arya ke Rina. "Pada mau ke masjid depan, mau salat jenazah."

"Oh ya udah, aku tunggu di sini." respons Rina.

Aku berdiri. "Udah mau dibawa ke masjid?"

"Kita mah di sini aja, Kak." timpal Vivi. "Enggak usah ikut juga enggak apa-apa."

"Ya udah, duluan ke depan." lanjut Pak Arya yang berlalu keluar rumah.[]


IG: afferdians
Makasih yang sudah setia membaca cerita Lantaran Asap. Penasaran sama kelanjutnya? Ditunggu part selanjutnya ya! Bunyikan notifikasi kamu supaya tahu kalau ada update-an terbaru! :D

LANTARAN ASAP (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang